Henry Kissinger: AS-China Harus Hindari Perang AI 'Habis-habisan'

Sabtu, 01 Mei 2021 - 05:38 WIB
loading...
Henry Kissinger: AS-China...
Mantan Menteri Luar Negeri AS Henry Kissinger. Foto/SCMP
A A A
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) dan China tidak boleh memicu perlombaan besar-besaran dalam teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI). Hal itu diungkapkan oleh mantan menteri luar negeri AS Henry Kissinger dalam sebuah wawancara minggu ini.

Mantan pejabat tinggi itu meminta pemerintah AS untuk memblokir kebangkitan China sambil menjaga perdamaian antara Beijing dan Washington.

"Ini menarik tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga secara filosofis, karena itu akan mengubah sifat pemikiran manusia tentang realitas, yang akan mempengaruhi kita semua," kata Kissinger dalam wawancara mengomentari minatnya mempelajari AI.

Dia mengatakan AS perlu mempertahankan kinerja tingkat tinggi dalam AI, menambahkan orang tidak boleh berasumsi bahwa China akan mendominasi di sektor ini.



“Meskipun kedua belah pihak mungkin memiliki kemampuan teoretis untuk menang, tidak ada pihak yang memilih untuk melatihnya - mereka harus membatasinya dengan semacam pemahaman. Berusahalah untuk itu, karena alternatif dari konflik habis-habisan membebani imajinasi," ujarnya.

"Amerika Serikat harus selalu memiliki pertahanan yang memadai. Tapi di dunia teknologi tinggi, itu juga harus bekerja untuk hidup berdampingan,” imbuhnya seperti dikutip dari Sputnik, Sabtu (1/5/2021).

Dia mengatakan bahwa opini publik percaya China adalah musuh yang melekat dan AS harus menghadapi Beijing, tetapi menambahkan upaya tersebut akan menghadapi perlawanan maksimum dari Beijing.

“Masalah besar yang harus dilihat bukan hanya untuk mencegah hegemoni China, tetapi untuk memahami bahwa jika kita mencapai tujuan itu - yang harus kita lakukan - kebutuhan untuk hidup berdampingan dengan negara sebesar itu tetap ada,” ucapnya.



Kissinger juga menyerukan hubungan yang lebih kuat antara AS dan Eropa tetapi memperingatkan perbedaan antara keduanya akan mengurangi Eropa menjadi embel-embel Eurasia.

Dia mengatakan kedua belah pihak tidak harus menyetujui setiap kebijakan ekonomi tetapi harus memiliki konsep bersama dalam mengarahkan masa depan kawasan Atlantik secara historis dan strategis.

“Jika Eropa mengambil kebijakan untuk mengambil keuntungan dari ketidaksepakatan Amerika-China, itu akan membuat konfrontasi semakin tajam dan krisis semakin membebani. Saya tidak mendukung perang salib melawan China. Tapi saya mendukung untuk mengembangkan pemahaman strategis bersama sehingga situasi tidak akan meradang lebih lanjut dengan manuver terus menerus untuk keuntungan,” pungkasnya.

Komentar mantan diplomat top AS itu muncul di tengah persaingan sengit antara dua negara adidaya global, yang diperkirakan akan menyebabkan ketegangan lebih lanjut di tengah persaingan teknologi.



Kissinger menjabat sebagai Penasihat Keamanan Nasional dan Menteri Luar Negeri untuk pemerintahan Nixon selama Perang Vietnam. Ia adalah sosok yang membuka jalan bagi China dan AS untuk membangun hubungan diplomatik pada tahun 1979.

Sebelumnya utusan senior China, Yang Jiechi, mendesak kerja sama yang lebih dalam antara kedua kekuatan. Ia menambahkan rakyat China akan menolak mereka yang berusaha menantang Partai Komunis China atau sistem politik dan kepemimpinan China.

Presiden AS Joe Biden dalam pidatonya minggu ini menuduh Beijing otokratis dan meminta anggota parlemen untuk menyetujui dana triliunan untuk memungkinkan AS bersaing dengan China.

Juru bicara kementerian luar negeri China Wang Wenbin mengecam pidato itu sebagai penistaan dan manipulasi nilai-nilai demokrasi dan mendesak kedua belah pihak untuk meningkatkan kerja sama di tengah ketegangan.



Dewan Negara China juga menyetujui inisiatif sebesar USD1,4 triliun pada Mei tahun lalu untuk membangun kemandirian teknologi nasional dan memisahkan dari teknologi kunci barat seperti antara lain semikonduktor, AI, 5G, dan energi hijau.

Pemerintahan Biden sendiri telah mendorong Kesepakatan Hijau Baru senilai lebih dari USD2 triliun untuk membangun infrastruktur nasional serta meningkatkan kapasitas manufaktur semikonduktor, meluncurkan kendaraan energi baru, 5G, dan teknologi pintar lainnya.

Anggota parlemen AS juga telah mengusulkan undang-undang untuk mendanai penelitian ilmiah dan teknologi sebesar USD112 miliar di tengah perang dagang AS dengan China, tetapi telah menghadapi penundaan selama sekitar dua minggu karena ratusan amandemen, kata sebuah laporan.
(ian)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1189 seconds (0.1#10.140)