Israel Marah Disebut Lakukan Kejahatan Apartheid pada Orang Palestina
loading...
A
A
A
TEL AVIV - Sebuah laporan Human Rights Watch (HRW) mengatakan Israel telah melewati ambang batas dan melakukan kejahatan apartheid dan penganiayaan terhadap orang-orang Palestina. Laporan setebal 213 halam itu membuat para pejabat rezim Zionis marah.
"Tujuan dari laporan palsu ini sama sekali tidak terkait dengan hak asasi manusia, tetapi untuk upaya berkelanjutan oleh HRW untuk merongrong hak negara Israel untuk eksis sebagai negara bangsa orang-orang Yahudi," kata Menteri Urusan Strategis Israel Michael Biton.
Kementerian Luar Negeri Israel mencap klaim dalam dokumen setebal 213 halaman itu tidak masuk akal dan salah. Kementerian tersebut menuduh kelompok HRW mempertahankan agenda anti-Israel yang telah lama ada.
Laporan HRW berjudul "A Threshold Crossed: Israel Authorities and the Crimes of Apartheid and Persecution" dirilis HRW pada hari Selasa (27/4/2021). Laporan ini menuduh Israel secara sistematis mengistimewakan orang Yahudi Israel dan melanggar hak-hak orang Palestina yang tinggal di Israel dan di wilayah yang diduduki Israel selama perang tahun 1967 dengan negara-negara Arab.
"Hukum, kebijakan, dan pernyataan oleh pejabat Israel terkemuka memperjelas bahwa Israel ingin mempertahankan kontrol Yahudi Israel atas demografi, kekuasaan politik, dan tanah, serta, untuk mencapai tujuan ini, otoritas Israel telah merampas, membatasi, memisahkan secara paksa, dan menundukkan orang-orang Palestina berdasarkan identitas mereka," bunyi laporan HRW seperti dikutip The Guardian.
"Di beberapa daerah, perampasan ini begitu parah sehingga sama dengan kejahatan apartheid dan penganiayaan terhadap kemanusiaan," lanjut laporan tersebut.
HRW menekankan bahwa mereka tidak menggunakan istilah tersebut secara retoris, tetapi dalam pengertian hukum, dipandu oleh bagaimana “apartheid” dan “penganiayaan” dijelaskan dalam hukum internasional.
Laporan tersebut akan dirujuk ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), yang memiliki mandat untuk menuntut kejahatan terhadap kemanusiaan.
Pada bulan Maret, Kantor Kejaksaan ICC mengatakan pihaknya telah memulai penyelidikan atas situasi di Palestina.
Israel menolak tuduhan diskriminasi terhadap warga Palestina dan tidak mengakui tanggung jawab untuk non-warga negara Palestina, dengan alasan keberadaan Otoritas Palestina. Rezim Zionis juga menganggap Jalur Gaza sebagai entitas bermusuhan yang dikendalikan oleh pasukan teroris.
Pejabat Israel secara rutin menyalahkan kelompok-kelompok yang mempertanyakan perlakuannya terhadap orang Palestina. Mereka menggunakan dalih anti-Semit terhadap mereka yang menyudutkan negara Yahudi tersebut.
Para kritikus mengutip kendali luar biasa yang dimiliki Israel atas sebagian besar aspek kehidupan di wilayah pendudukan.
Di Tepi Barat, yang secara teknis berada di bawah kekuasaan Otoritas Palestina, militer Israel menguasai lebih dari setengah wilayah. Orang Yahudi Israel yang tinggal di permukiman yang tidak diakui secara internasional di Tepi Barat bertindak di bawah payung hukum sipil dan menikmati hak kewarganegaraan penuh.
Kemudian Jalur Gaza tunduk pada blokade Israel-Mesir yang ketat, di mana hal-hal seperti perjalanan, perdagangan, dan penangkapan ikan bergantung pada niat baik Israel.
Selanjutnya, Yerusalem Timur secara de facto dianeksasi secara sepihak oleh Israel pada tahun 1967 dan dianggap berdasarkan Undang-Undang Dasar Israel sebagai bagian dari ibu kotanya yang tak terpisahkan.
Kebijakan Israel tentang Palestina akhir-akhir ini semakin digambarkan sebagai apartheid. Pada bulan Januari, kelompok hak asasi manusia terkemuka yang berbasis di Israel; B’Tselem, menggambarkan seluruh wilayah secara efektif di bawah kendali negara Yahudi. "Rezim supremasi Yahudi telah dibentuk dari Sungai Jordan hingga Laut Mediterania," kata kelompok HAM tersebut.
"Tujuan dari laporan palsu ini sama sekali tidak terkait dengan hak asasi manusia, tetapi untuk upaya berkelanjutan oleh HRW untuk merongrong hak negara Israel untuk eksis sebagai negara bangsa orang-orang Yahudi," kata Menteri Urusan Strategis Israel Michael Biton.
Kementerian Luar Negeri Israel mencap klaim dalam dokumen setebal 213 halaman itu tidak masuk akal dan salah. Kementerian tersebut menuduh kelompok HRW mempertahankan agenda anti-Israel yang telah lama ada.
Laporan HRW berjudul "A Threshold Crossed: Israel Authorities and the Crimes of Apartheid and Persecution" dirilis HRW pada hari Selasa (27/4/2021). Laporan ini menuduh Israel secara sistematis mengistimewakan orang Yahudi Israel dan melanggar hak-hak orang Palestina yang tinggal di Israel dan di wilayah yang diduduki Israel selama perang tahun 1967 dengan negara-negara Arab.
"Hukum, kebijakan, dan pernyataan oleh pejabat Israel terkemuka memperjelas bahwa Israel ingin mempertahankan kontrol Yahudi Israel atas demografi, kekuasaan politik, dan tanah, serta, untuk mencapai tujuan ini, otoritas Israel telah merampas, membatasi, memisahkan secara paksa, dan menundukkan orang-orang Palestina berdasarkan identitas mereka," bunyi laporan HRW seperti dikutip The Guardian.
"Di beberapa daerah, perampasan ini begitu parah sehingga sama dengan kejahatan apartheid dan penganiayaan terhadap kemanusiaan," lanjut laporan tersebut.
HRW menekankan bahwa mereka tidak menggunakan istilah tersebut secara retoris, tetapi dalam pengertian hukum, dipandu oleh bagaimana “apartheid” dan “penganiayaan” dijelaskan dalam hukum internasional.
Laporan tersebut akan dirujuk ke Pengadilan Kriminal Internasional (ICC), yang memiliki mandat untuk menuntut kejahatan terhadap kemanusiaan.
Pada bulan Maret, Kantor Kejaksaan ICC mengatakan pihaknya telah memulai penyelidikan atas situasi di Palestina.
Israel menolak tuduhan diskriminasi terhadap warga Palestina dan tidak mengakui tanggung jawab untuk non-warga negara Palestina, dengan alasan keberadaan Otoritas Palestina. Rezim Zionis juga menganggap Jalur Gaza sebagai entitas bermusuhan yang dikendalikan oleh pasukan teroris.
Pejabat Israel secara rutin menyalahkan kelompok-kelompok yang mempertanyakan perlakuannya terhadap orang Palestina. Mereka menggunakan dalih anti-Semit terhadap mereka yang menyudutkan negara Yahudi tersebut.
Para kritikus mengutip kendali luar biasa yang dimiliki Israel atas sebagian besar aspek kehidupan di wilayah pendudukan.
Di Tepi Barat, yang secara teknis berada di bawah kekuasaan Otoritas Palestina, militer Israel menguasai lebih dari setengah wilayah. Orang Yahudi Israel yang tinggal di permukiman yang tidak diakui secara internasional di Tepi Barat bertindak di bawah payung hukum sipil dan menikmati hak kewarganegaraan penuh.
Kemudian Jalur Gaza tunduk pada blokade Israel-Mesir yang ketat, di mana hal-hal seperti perjalanan, perdagangan, dan penangkapan ikan bergantung pada niat baik Israel.
Selanjutnya, Yerusalem Timur secara de facto dianeksasi secara sepihak oleh Israel pada tahun 1967 dan dianggap berdasarkan Undang-Undang Dasar Israel sebagai bagian dari ibu kotanya yang tak terpisahkan.
Kebijakan Israel tentang Palestina akhir-akhir ini semakin digambarkan sebagai apartheid. Pada bulan Januari, kelompok hak asasi manusia terkemuka yang berbasis di Israel; B’Tselem, menggambarkan seluruh wilayah secara efektif di bawah kendali negara Yahudi. "Rezim supremasi Yahudi telah dibentuk dari Sungai Jordan hingga Laut Mediterania," kata kelompok HAM tersebut.
(min)