Lumpuhkan Produksi F-35 AS, China Pertimbangkan 'Opsi Nuklir' Rare Earth
loading...
A
A
A
BEIJING - China sedang mempertimbangakan untuk mengambil "opsi nuklir" dengan melarang ekspor logam rare earth (tanah jarang) ke Amerika Serikat (AS). Opsi ini diyakini bisa melumpuhkan industri pertahanan Amerika, terutama produksi jet tempur siluman F-35 , yang sangat membutuhkan bahan logam langka tersebut.
China, yang menjadi pemilik tambang rare earth terbesar di dunia, sedang mencoba menghitung kerusakan kontraktor pertahanan AS jika bergerak untuk melarang ekspor logam tersebut.
Seorang penasihat pemerintah Beijing yang diajak konsultasi terkait opsi itu mengungkapkannya kepada Financial Times. Menurutnya, pemerintah juga menanyakan berapa lama waktu yang dibutuhkan AS untuk meningkatkan produksi elemen vitalnya sendiri atau mencari sumber alternatif selain China.
"Pemerintah ingin tahu apakah AS mungkin kesulitan membuat jet tempur F-35 jika China memberlakukan larangan ekspor," kata penasihat pemerintah China tersebut kepada Financial Times, tanpa bersedia diidentifikasi, Selasa (16/2/2021).
Konsultasi itu terjadi setelah Beijing memperkenalkan rancangan aturan untuk lebih memperkuat regulasi atas industri logam rare earth bulan lalu.
Menurut Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi China, dokumen rancangan aturan tersebut mencakup pengelolaan kuota produksi rare earth dalam negeri, pengelolaan investasi, dan pengawasan.
Undang-undang China lainnya, yang diperkenalkan pada bulan Desember, bertujuan untuk membatasi pasokan barang-barang yang dikendalikan, termasuk rare earth. Pembatasan tersebut dapat menargetkan negara-negara yang menyalahgunakan langkah-langkah pengendalian ekspor dan merugikan kepentingan China, dan dapat ditujukan ke AS, yang telah meningkatkan tekanan pada perusahaan teknologi China dalam beberapa bulan terakhir.
Logam rare earth—sekelompok 17 elemen yang sangat penting untuk berbagai industri mulai dari elektronik konsumen hingga perangkat keras militer—telah lama menjadi pusat perang perdagangan AS-China.
Media China telah berulang kali memperingatkan bahwa Beijing siap untuk melarang pasokan rare earth, tetapi rencana tersebut belum dilaksanakan—sebuah langkah yang dianggap sebagai salah satu "opsi nuklir" Beijing dalam perang dagang yang membara dengan Washington, karena China menyumbang sekitar 80 persen dari produksi rare-earth global dan memiliki cadangan terbesar.
AS dulunya adalah produsen logam rare earth nomor satu di dunia, tetapi sekarang sangat bergantung pada ekspor China. Ketika perang dagang mengekspos titik lemah ini, Washington telah mencoba untuk meningkatkan investasi di sektor kritis, mencari cara
untuk meningkatkan produksinya sendiri.
Pada 2019, Gedung Putih memerintahkan Pentagon untuk memacu produksi magnet rare earth yang digunakan untuk membuat motor sipil dan militer. Pada bulan September, mantanPresiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang menyatakan keadaan darurat nasional di industri pertambangan, dan meminta Departemen Dalam Negeri untuk mengeksplorasi Undang-Undang Produksi Pertahanan yang berusia 70 tahun untuk mempercepat pengembangan pertambangan.
China, yang menjadi pemilik tambang rare earth terbesar di dunia, sedang mencoba menghitung kerusakan kontraktor pertahanan AS jika bergerak untuk melarang ekspor logam tersebut.
Seorang penasihat pemerintah Beijing yang diajak konsultasi terkait opsi itu mengungkapkannya kepada Financial Times. Menurutnya, pemerintah juga menanyakan berapa lama waktu yang dibutuhkan AS untuk meningkatkan produksi elemen vitalnya sendiri atau mencari sumber alternatif selain China.
"Pemerintah ingin tahu apakah AS mungkin kesulitan membuat jet tempur F-35 jika China memberlakukan larangan ekspor," kata penasihat pemerintah China tersebut kepada Financial Times, tanpa bersedia diidentifikasi, Selasa (16/2/2021).
Konsultasi itu terjadi setelah Beijing memperkenalkan rancangan aturan untuk lebih memperkuat regulasi atas industri logam rare earth bulan lalu.
Menurut Kementerian Perindustrian dan Teknologi Informasi China, dokumen rancangan aturan tersebut mencakup pengelolaan kuota produksi rare earth dalam negeri, pengelolaan investasi, dan pengawasan.
Undang-undang China lainnya, yang diperkenalkan pada bulan Desember, bertujuan untuk membatasi pasokan barang-barang yang dikendalikan, termasuk rare earth. Pembatasan tersebut dapat menargetkan negara-negara yang menyalahgunakan langkah-langkah pengendalian ekspor dan merugikan kepentingan China, dan dapat ditujukan ke AS, yang telah meningkatkan tekanan pada perusahaan teknologi China dalam beberapa bulan terakhir.
Logam rare earth—sekelompok 17 elemen yang sangat penting untuk berbagai industri mulai dari elektronik konsumen hingga perangkat keras militer—telah lama menjadi pusat perang perdagangan AS-China.
Media China telah berulang kali memperingatkan bahwa Beijing siap untuk melarang pasokan rare earth, tetapi rencana tersebut belum dilaksanakan—sebuah langkah yang dianggap sebagai salah satu "opsi nuklir" Beijing dalam perang dagang yang membara dengan Washington, karena China menyumbang sekitar 80 persen dari produksi rare-earth global dan memiliki cadangan terbesar.
AS dulunya adalah produsen logam rare earth nomor satu di dunia, tetapi sekarang sangat bergantung pada ekspor China. Ketika perang dagang mengekspos titik lemah ini, Washington telah mencoba untuk meningkatkan investasi di sektor kritis, mencari cara
untuk meningkatkan produksinya sendiri.
Pada 2019, Gedung Putih memerintahkan Pentagon untuk memacu produksi magnet rare earth yang digunakan untuk membuat motor sipil dan militer. Pada bulan September, mantanPresiden Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang menyatakan keadaan darurat nasional di industri pertambangan, dan meminta Departemen Dalam Negeri untuk mengeksplorasi Undang-Undang Produksi Pertahanan yang berusia 70 tahun untuk mempercepat pengembangan pertambangan.
(min)