Kudeta Myanmar, Dewan Keamanan PBB Akan Adakan Pertemuan Darurat

Selasa, 02 Februari 2021 - 09:27 WIB
loading...
Kudeta Myanmar, Dewan...
Dewan Keamanan PBB akan mengadakan pertemuan darurat membahas kudeta militer di Myanmar. Foto/TASS
A A A
NEW YORK - Dewan Keamanan (DK) PBB akan bertemu untuk membahas perkembangan dan potensi respons internasional terhadap kudeta militer di Myanmar .

Militer merebut kekuasaan dalam serangan pagi hari pada Senin kemarin, menahan anggota pemerintah Myanmar, termasuk peraih Nobel Aung San Suu Kyi .

Utusan Inggris untuk PBB, yang memegang jabatan presiden bergilir DK PBB untuk bulan Februari, mengatakan ia berharap untuk mengadakan diskusi yang konstruktif.



"Dewan akan melihat berbagai langkah, dengan gagasan menghormati keinginan rakyat yang diungkapkan dalam pemungutan suara dan membebaskan para pemimpin masyarakat sipil," kata Duta Besar Inggris untuk PBB Barbara Woodward kepada wartawan.

"Kami ingin mempertimbangkan langkah-langkah yang akan menggerakkan kami menuju tujuan itu," kata Woodward, sambil menambahkan bahwa tidak ada langkah-langkah spesifik yang sedang dibahas saat ini, seperti dikutip dari DW, Selasa (2/2/2021).

Pelapor Khusus PBB untuk Myanmar, Tom Andrews, mengatakan kepada DW bahwa komunitas internasional harus bertindak dalam bahasa yang dimengerti oleh junta militer Myanmar.

Kudeta Myanmar, Dewan Keamanan PBB Akan Adakan Pertemuan Darurat


"Dan kami tahu dari pengalaman mereka memahami bahasa sanksi ekonomi," kata Andrews.

"Anda tidak menggulingkan demokrasi yang masih muda. Anda tidak menyerang seluruh orang dengan kudeta militer," serunya.

"Apa yang kami miliki di Myanmar adalah penguncian yang sangat sistematis terhadap orang-orang yang percaya pada demokrasi, yang telah memajukan hak asasi manusia. Para pemimpin pemerintah dari Aung San Suu Kyi dan banyak rekannya dalam penggerebekan dini hari ini, pemutusan komunikasi kemarin (pada hari Minggu) di seluruh negeri, pengurungan para pemimpin yang bisa meningkatkan oposisi di jalanan. Jadi ini benar-benar kudeta. Mereka telah mengunci negara ini," kata pelapor khusus PBB itu.

Terkait pertemuan ini, masih harus dilihat bagaimana China dan Rusia sebagai anggota DK PBB akan bertindak dalam pertemuan tersebut.



Kedua kekuatan dunia itu sebagian besar melindungi Myanmar dari tindakan signifikan dari DK PBB menyusul tindakan keras militer pada 2017 lalu yang menyebabkan lebih dari 700.000 Muslim Rohingya melarikan diri dari Myanmar ke Bangladesh.

Rusia dan China sama-sama memiliki hak veto di DK PBB, bersama dengan Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat (AS).

China sejauh ini menolak untuk mengkritik kudeta di Myanmar dan malah meminta semua pihak untuk menyelesaikan perbedaan.



Tentara Myanmar merebut kekuasaan negara itu dalam kudeta tak berdarah, menangkap Aung San Suu Kyi dan pemimpin sipil lainnya yang terpilih secara demokratis.

Militer juga memberlakukan keadaan darurat selama satu tahun, yang memicu kemarahan internasional.

Para jenderal membenarkan kudeta tersebut dengan menuduh kecurangan dalam pemilihan umum November lalu di negara itu yang membuat partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) Aung San Suu Kyi menang telak.

Aksi militer itu terjadi hanya beberapa jam sebelum parlemen yang baru terpilih dijadwalkan bersidang.



PBB dan sejumlah pihak lainnya telah meminta militer untuk menghormati hasil pemilu, mengatakan penangkapan Suu Kyi dan para pemimpin lainnya merupakan "keprihatinan yang besar."
(ber)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Lanjut Baca Berita Terkait Lainnya
Berita Terkait
Konvoi Ambulans Ditembaki,...
Konvoi Ambulans Ditembaki, Sentimen Anti-China Meningkat di Myanmar
Lebih dari 2.000 Orang...
Lebih dari 2.000 Orang Tewas akibat Gempa Myanmar, 700 Muslim Meninggal di Masjid
Jumlah Korban Tewas...
Jumlah Korban Tewas Gempa Myanmar-Thailand Melebihi 1.600 Orang
Gempa Myanmar Terjadi...
Gempa Myanmar Terjadi saat Salat Jumat, 50 Masjid Rusak, Lebih 1.000 Orang Tewas
USGS Prediksi Jumlah...
USGS Prediksi Jumlah Korban Tewas akibat Gempa Myanmar Lebih dari 10.000 Jiwa
Operasi Penyelamatan...
Operasi Penyelamatan Korban Gempa di Bangkok Berlanjut hingga Sabtu Pagi
Gempa 7,7 Skala Richter...
Gempa 7,7 Skala Richter Guncang Myanmar, Ini 3 Fakta tentang Sesar Sagaing
Siapa Pierbattista Pizzaballa?...
Siapa Pierbattista Pizzaballa? Calon Kuat Penerus Paus Fransiskus yang Berani Bela Gaza dari Zionis Israel
Tegang! Jet Tempur Pakistan...
Tegang! Jet Tempur Pakistan Usir Pesawat Militer Rafale India di Atas Kashmir
Rekomendasi
Cinta Laura Apresiasi...
Cinta Laura Apresiasi Woman Forum 2025 MNC Group Jadi Sumber Inspirasi Perempuan
BNI Perkuat Komunikasi...
BNI Perkuat Komunikasi Digital BUMN Melalui Optimasi AI
Liburan ke Urla Turki,...
Liburan ke Urla Turki, Perjalanan Sempurna Tak Terlupakan Bersama Ibu
Berita Terkini
Iran Gantung Agen Mossad...
Iran Gantung Agen Mossad yang Membunuh Pejabat IRGC dan Menyerang Fasilitas Nuklir
11 menit yang lalu
Hotel di Jepang Minta...
Hotel di Jepang Minta Turis Israel Tandatangani Pernyataan Tidak Terlibat Kejahatan Perang
55 menit yang lalu
600 Tentara Korea Utara...
600 Tentara Korea Utara Mati Sia-sia, Jenazahnya Dikremasi di Rusia
2 jam yang lalu
5 Alasan Mahathir Mohammad...
5 Alasan Mahathir Mohammad Membenci Singapura, Salah Satunya Hidup dalam Bayang-bayang Lee Kuan Yew
3 jam yang lalu
3 Penyebab Kapal China...
3 Penyebab Kapal China Muncul di Perairan Filipina, Salah Satunya Berkaitan dengan AS
3 jam yang lalu
Luka dan Dendam Masih...
Luka dan Dendam Masih Membara di Benak Rakyat Suriah, Makam Ayah Bashar Al Assad Dibongkar dan Jenazahnya Dicuri
4 jam yang lalu
Infografis
Negara NATO Ini Klaim...
Negara NATO Ini Klaim akan Diinvasi Rusia dalam Beberapa Tahun
Copyright ©2025 SINDOnews.com All Rights Reserved