Inggris Pisah dari UE, Antara Optimisme dan Pesimisme

Sabtu, 02 Januari 2021 - 06:44 WIB
loading...
A A A
Masa depan Inggris pun dianggap tidak jelas selepas Brexit. Itu tidak lepas karena Brexit berangkat dari populisme dan politik ketidakjujuran. Apalagi, populisme Inggris adalah metode politik, bukan sebagai ideologi yang mengakar di negara tersebut. "Bagi kita, Inggris selalu diidentikkan dengan ekonomi yang progresif, politik yang stabil, penegakan hukum, dan benih dari demokrasi liberal," kata Rem Korteweg, peneliti dari think tank Clingendael Institute di Belanda.



Pandangan serupa juga diungkapkan Nicolai von Ondarza, analis dari German Institute for International and Security Affairs. Dia menganggap Inggris akan berada di dalam rollercoaster Brexit terus. "Boris John memang penjudi yang menampilkan kepastian dan fleksibel dengan kebenaran. Dia adalah PM yang telah melakukan kesalahan terburuk," katanya kepada The Guardian.

Ke depan diyakini akan banyak yang berubah dengan Brexit. Pergerakan bebas warga Inggris dan negara-negara UE telah berakhir. Itu akan telah digantikan dengan sistem imigrasi berbasis sejumlah kesepakatan di Inggris. Misalnya, siapa pun penduduk Inggris yang ingin tinggal di sebagian besar wilayah UE selama lebih dari 90 hari dalam jangka waktu 180 hari harus memiliki visa.

Kemudian, aturan belanja bebas bea atau duty free diberlakukan kembali, di mana warga yang kembali ke Inggris dari UE dapat membawa hingga 42 liter bir, 18 liter anggur, empat liter minuman beralkohol, dan 200 batang rokok tanpa membayar pajak. Warga negara UE yang ingin pindah ke Inggris akan dihadapkan sistem berbasis poin yang sama dengan orang-orang di tempat lain di dunia.

Dalam keamanan, kepolisian Inggris telah kehilangan akses yang cepat ke sistem data di seluruh UE berisi catatan kriminal, sidik jari, dan buronan. Namun, kerja sama keamanan bisa dinegosiasikan ulang dengan UE.
Tak hanya itu, pebisnis di Inggris, Skotlandia dan Wales harus menyelesaikan lebih banyak dokumen saat berurusan dengan negara-negara UE. Perusahaan-perusahaan Inggris yang mengekspor barang-barang ke Eropa harus segera mengisi pernyataan bea cukai.

Apa akibat dari semua ini? "Brexit akan menjadi bencana," demikian kekhawatiran CEO Retail Economic, Richard Lim, dilansir The Guardian.

Situasi ini terjadi karena harga produk makanan dan kebutuhan sehari-hari akan meningkat tajam sebagai dampak pembelakuan pajak dan bea cukai. Bahkan, chairman supermarket Tesco, John Allan, mengatakan Brexit tidak memiliki dampak positif dalam jangka panjang ekonomi Inggris. "Tapi, ketika kita bertahan di UE, kita juga akan bertambah buruk," katanya.

Pemeriksaan barang yang masuk ke Inggris dari benua itu akan dilakukan secara bertahap selama periode enam bulan hingga Juli 2021, meskipun beberapa prosedur bea cukai baru telah diberlakukan, untuk impor alkohol, tembakau, bahan kimia, dan obat-obatan yang terdaftar.

Perubahan besar lain yang berbeda dengan sebelumnya, Pengadilan Eropa (European Court of Justice) tidak akan berwenang untuk memutuskan sengketa antara Inggris dan UE. Dan Inggris secara bertahap akan dapat mendapatkan lebih banyak ikan yang ditangkapnya di perairannya sendiri. Tidak seperti anggota Inggris Raya lainnya, Irlandia Utara akan terus mengikuti banyak aturan UE, karena perbatasannya dengan Republik Irlandia tetap ada. (andika h mustaqim)
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2000 seconds (0.1#10.140)