AS Akui Ikut Campur di Suriah untuk Ciptakan Rawa bagi Rusia
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Amerika Serikat (AS) membuat pengakuan jujur tentang intervensi militernya di Suriah. Kehadiran militernya di negara Presiden Bashar al-Assad itu untuk menciptakan rawa bagi pasukan Rusia.
Pengakuan itu disampaikan James Jeffrey, Utusan Khusus AS untuk Suriah sekaligus Utusan Khusus AS untuk Koalisi Global Anti-ISIS. Menurutnya, militer Amerika ikut campur dalam konflik di negara itu untuk menciptakan "Vitenam baru" atau pun "Afghanistan baru" bagi Moskow.
"Kehadiran militer kami, walaupun kecil, penting untuk perhitungan keseluruhan. Jadi kami mendesak Kongres, rakyat Amerika, presiden untuk tetap mempertahankan pasukan ini, tapi sekali lagi ini bukan Afghanistan, ini bukan Vietnam, ini bukan sebuah rawa," kata Jeffrey dalam sebuah acara yang dipandu oleh Hudson Institute, Selasa.
"Pekerjaan saya adalah membuatnya menjadi rawa bagi Rusia," katanya lagi, seperti dikutip Russia Today, Rabu (13/5/2020).
Pasukan Rusia hadir di Suriah mulai akhir 2015 atas permintaan Damaskus. Kehadiran militer Moskow telah mengubah gelombang perang di Suriah yang menguntungkan rezim Assad.
Dengan bantuan Moskow, pasukan Assad berhasil mengalahkan kelompok teroris ISIS dan kelompok militan lainnya. Selain itu, kehadiran Rusia juga menggagalkan rencana AS untuk menggulingkan rezim Assad di Damaskus.
Jeffrey enggan mengakui bahwa militer Rusia telah berhasil di Suriah. "Mereka tidak memiliki jalan keluar politik dari masalah mereka dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad, dan AS bertujuan untuk menawarkan jalan ke depan melalui PBB," katanya merujuk pada Resolusi 2254 PBB yang ditafsirkan Washington bahwa rezim Assad harus lengser.
Pengakuan Utusan Khusus Amerika ini kontra dengan klaim Presiden AS Donald Trump yang berulang kali menolak intervensi pembangunan negara di Timur Tengah dan berusaha menarik pasukan AS dari Suriah, Irak, dan Afghanistan. Trump telah berulang kali menghadapi perlawanan dari Departemen Luar Negeri dan Pentagon yang masih menetapkan strategi pemerintahan sebelumnya yaitu perubahan rezim.
Pengakuan itu disampaikan James Jeffrey, Utusan Khusus AS untuk Suriah sekaligus Utusan Khusus AS untuk Koalisi Global Anti-ISIS. Menurutnya, militer Amerika ikut campur dalam konflik di negara itu untuk menciptakan "Vitenam baru" atau pun "Afghanistan baru" bagi Moskow.
"Kehadiran militer kami, walaupun kecil, penting untuk perhitungan keseluruhan. Jadi kami mendesak Kongres, rakyat Amerika, presiden untuk tetap mempertahankan pasukan ini, tapi sekali lagi ini bukan Afghanistan, ini bukan Vietnam, ini bukan sebuah rawa," kata Jeffrey dalam sebuah acara yang dipandu oleh Hudson Institute, Selasa.
"Pekerjaan saya adalah membuatnya menjadi rawa bagi Rusia," katanya lagi, seperti dikutip Russia Today, Rabu (13/5/2020).
Pasukan Rusia hadir di Suriah mulai akhir 2015 atas permintaan Damaskus. Kehadiran militer Moskow telah mengubah gelombang perang di Suriah yang menguntungkan rezim Assad.
Dengan bantuan Moskow, pasukan Assad berhasil mengalahkan kelompok teroris ISIS dan kelompok militan lainnya. Selain itu, kehadiran Rusia juga menggagalkan rencana AS untuk menggulingkan rezim Assad di Damaskus.
Jeffrey enggan mengakui bahwa militer Rusia telah berhasil di Suriah. "Mereka tidak memiliki jalan keluar politik dari masalah mereka dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad, dan AS bertujuan untuk menawarkan jalan ke depan melalui PBB," katanya merujuk pada Resolusi 2254 PBB yang ditafsirkan Washington bahwa rezim Assad harus lengser.
Pengakuan Utusan Khusus Amerika ini kontra dengan klaim Presiden AS Donald Trump yang berulang kali menolak intervensi pembangunan negara di Timur Tengah dan berusaha menarik pasukan AS dari Suriah, Irak, dan Afghanistan. Trump telah berulang kali menghadapi perlawanan dari Departemen Luar Negeri dan Pentagon yang masih menetapkan strategi pemerintahan sebelumnya yaitu perubahan rezim.
(min)