Pajak Khusus bagi Miliarder Solusi Atasi Pandemi dan Kesenjangan

Senin, 07 Desember 2020 - 10:15 WIB
loading...
Pajak Khusus bagi Miliarder...
Pemberlakuan pajak khusus atau peningkatan pajak bagi para miliarder dianggap sebagai solusi untuk menyelesaikan pandemi dan kesenjangan sosial serta ekonomi. Foto: dok/SINDOnews
A A A
NEW YORK - Pandemi Covid-19 dan kesenjangan sosial menjadi permasalahan di banyak negara. Negara pun butuh dana segar untuk mengatasi kedua hal tersebut. Pemberlakuan pajak khusus atau peningkatan pajak bagi para miliarder dianggap sebagai solusi untuk menyelesaikan pandemi dan kesenjangan sosial serta ekonomi.

Argentina merupakan salah satu negara yang meloloskan pajak baru bagi orang kaya. Uang dari pajak tersebut digunakan untuk membeli perlengkapan medis dan bantuan untuk mengatasi pandemi virus corona. Sebanyak 12.000 warga Argentina yang memiliki kekayaan lebih dari USD2,5 juta diwajibkan membayar pajak tersebut. (Baca: Kemenag Harap Madrasah Jadi Ruang Pembudayaan Pembelajaran)

Pemerintah Inggris juga sedang bersiap untuk menaikkan pajak bagi orang kaya. Pajak orang kaya tersebut bertujuan untuk mengurangi defisit anggaran pemerintahan yang dipimpin konservatif. Sedangkan kubu oposisi Partai Buruh justru lebih mengusulkan pemberian pajak yang lebih tinggi bagi korporasi.

Pemerintahan Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) juga akan memberlakukan peningkatan pajak atau kebijakan pajak khusus bagi orang kaya. Mereka yang memiliki pendapatan USD400.000 akan mengalami kenaikan pajak. Itu merupakan kebijakan yang sangat bertolak dengan Presiden Donald Trump yang enggan meningkatkan pajak bagi orang kaya.

Selain itu, Biden juga akan fokus untuk membidik pajak khusus dari 600 miliarder AS yang tidak disentuh dalam undang-undang pajak saat ini. Mereka kaum 1% yang disebut dengan orang ultrakaya yang diminta untuk memberikan kontribusi lebih besar bagi pemerintah dan rakyat AS. Pajak progresi menjadi solusi terbaik untuk menunjukkan komitmen Biden kalau pajak miliarder bukan hanya ilusi.

Di China, peningkatan pajak bagi miliarder bertujuan karena banyak pengusaha yang memindahkan aset ke negara lain. China pun mereformasi sistem pajak pendapatan individu untuk tidak memberatkan masyarakat kelas menengah. Rakyat China juga sudah marah terhadap pemerintah karena pajak bagi orang kaya sangatlah rendah di dunia. Namun, China justru mengandalkan pajak kelas menengah. Banyak pihak justru mengkhawatirkan jika pajak tinggi bagi miliarder justru tren pemindahan aset miliarder China keluar negera tersebut tetap meningkat. (Baca juga: Trump Kalim AS Miliki Rudal Hipersonik Terkuat di Dunia)

Pemerintah Singapura juga melirik pajak bagi para miliarder. Hal itu setelah sejak lama mereka hanya fokus pada kelompok masyarakat berpendapatan. Padahal, 4,4% warga Singapura memiliki kekayaan lebih dari 1 juta dolar Singapura. Selain itu, Singapura juga menjadi surga bagi para miliarder dari berbagai negara.

Pajak bagi miliarder atau pun orang kaya dalam masyarakat kapitalistik seperti saat ini sebenarnya merupakan upaya redistribusi kekayaan. Itu menjadi cara untuk memberikan kesempatan untuk keseteraan dalam ekonomi dan sosial. Pemerintah sebagai agen untuk redistribusi kekayaan juga harus menjamin transparansi dan efisiensi pajak tersebut.

Peningkatan pajak bagi orang kaya juga bisa membantu ekonomi terus tumbuh. Padahal, kebanyakan mengalami resesi di saat pandemi seperti sekarang ini. Perlu kebijaksaan para miliarder untuk meningkatkan tepa selira dan kepedulian dengan pemberlakuan pajak yang tinggi. Faktanya, banyak miliarder justru kerap menyembunyikan asetnya, melimpahkan asetnya ke anaknya, serta menyumbangkan kekayaannya ke lembaga amal untuk mendukung kepentingan bisnisnya sendiri.

"Dana pajak miliarder bisa digunakan untuk membantu kaum miskin yang membutuhkan untuk pendidikan, kesehatan, perumahan dan makanan dalam bentuk subsidi," kata Sudhir Thomas Vadaketh, peneliti dari Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew, Singapura. Upaya pemulihan ekonomi di saat pandemi seperti sekarang ini memang sangat tergantung dengan kebijakan fiskal dan ketersediaan vaksin dalam beberapa bulan ke depan. (Baca juga: Penanganan Terkini Kanker Usus Besar)

Halangan paling nyata adalah penolakan dari anggota parlemen dan partai politik. Banyak politikus justru tidak berpihak kepada rakyat secara umum yang diuntungkan dengan pajak bagi miliarder. Kenapa? Itu dikarenakan kebanyakan anggota parlemen merupakan kaki tantangan korporasi dan pengusaha besar. Mereka merupakan kepanjangan tangan miliarder dalam penentuan kebijakan yang hanya menguntungkan kaum 1% saja.

Dalam politik di AS , Demokrat memang memiliki kecenderungan sepakat untuk membelakukan pajak bagi orang kaya. Politikus AS yang serius mengampanyekan pajak bai miliarder adalah anggota parlemen Ihan Omar dari Partai Demokrat. "Sungguh memalukan para miliarder mendapatkan keuntungan dari keluarga pekerja di saat pandemi yang merusak ekonomi dan menewaskan ribuan rakyat AS setiap harinya," kata Omar. Dia mengungkapkan, orang kaya di AS yang hanya 0,001% justru menghindari pajak dalam kehidupan mereka. "Pajak miliarder sangat penting untuk menjamin kualitas kesehatan di saat pandemi bagi rkayat AS," katanya.

Hal senada juga diungkapkan Senator Bernie Sanders. Dia mendukung usulan undang-undang pajak bagi miliarder di saat krisis untuk menjamin perawatan kesehatan bagi rakyat AS. "Di saat krisis seperti ini, kita memiliki pilihan fundamental untuk dibuat," katanya. Dia mengungkapkan, banyak orang kaya justru semakin kaya sedangkan semakin banyak orang miskin justru bertambah miskin. (Baca juga: Joan Mir Tak kesampingkan Peran Alex Mir)

Tapi, Partai Republik cenderung lebih ortodok dan konservatif serta didukung penuh para miliarder sebagai donaturnya. Berbagai kebijakan untuk pajak untuk orang kaya pun dihalangi oleh anggota parlemen Partai Republik. Misalnya, pemerintahan Trump justru menggagalkan pajak senilai USD1,9 triliun dari perusahaan dan orang kaya.

Fenomena tersebut sebenarnya tidak hanya terjadi di AS , tetapi di banyak negara. Misalnya, kelompok oposisi di Argentina, mengkhawatirkan kebijakan pajak bagi orang kaya justru tidak akan menarik investasi. "Pajak bagi orang kaya justru seperti penyitaan," kata ketua partai kanan-tengah Juntos por el Cambio, dilansir BBC. Padahal, pajak yang diberlakukan bagi 0,8% warga Argentina itu akan digunakan 20% untuk suplai medis, 20% untuk membantu bisnis menengah dan kecil, 20% untuk beasiswa, dan 15% pembangunan sosial, serta 25% untuk subsidi gas alam.

Ketakutan menaikkan pajak bagi orang kaya juga ditakutkan di AS. Menurut David Wessel, peneliti kebijakan fiskal di Brookings, menyebutkan pajak orang kaya akan mengurangi investasi, memperlambat pertumbuhan ekonomi dan memicu penghindaran pajak kreatif. "Pajak orang kaya tidak akan mendorong tumbuhnya jiwa kewirausahaan masyarakat dan menghukum pengusaha kaya," katanya. (Lihat videonya: Tim Satgas Tinombala Memburu Kelompok MIT)

Jonathan Soros, CEO JS Capital Management, mengusulkan agar pajak miliarder seharusnya dikelola secara independen baik oleh pemerintah atau dilimpahkan ke lembaga lain. "Nantinya, lembaga independen itu yang membuat kesepakatan dengan miliarder tentang penggunaan pajak tersebut," ujarnya. Itu akan menghasilkan suatu yang baik karena ada upaya membangun kesadaran dari para miliarder. (Andika H Mustaqim)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1959 seconds (0.1#10.140)