Mayoritas Guru di Norwegia Takut Tunjukkan Kartun Nabi Muhammad ke Siswa
loading...
A
A
A
OSLO - Mayoritas guru di Norwegia mengaku takut menunjukkan kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad kepada para siswa. Mereka menghargai kebebasan berbicara, tapi khawatir ada konsekuensi pribadi jika memperlihatkan kartun seperti yang dilakukan guru di Prancis; Samuel Paty.
Sebuah survei di Norwegia mengungkap kekhawatiran para guru tersebut. Survei itu dijalankan oleh publikasi industri Utdanningsnytt, yang mensurvei orang-orang setelah aksi pemenggalan Samuel Paty, 47, oleh pengungsi Chechnya di pinggiran Paris pada 16 Oktober lalu. (Baca: Imbas Bom Pemakaman Jeddah, Putra Mahkota Saudi Bersumpah Terapkan 'Tangan Besi' )
Beberapa guru sebelumnya telah berbicara di depan umum tentang ketakutan mereka dan media ingin menyelidiki seberapa luas sentimen tersebut. Dari 2.000 guru yang ditanya, hanya 239 yang menjawab pertanyaan survei, sebagian besar adalah perempuan.
Di antara mereka yang berbagi pendapat, 37 persen setuju dengan pernyataan bahwa mereka “takut akan konsekuensinya”, jika mereka menunjukkan kartun tersebut di kelas mereka.
Ketika ditanya apakah mereka berencana menggunakan kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad sebagai bahan pengajaran, lebih dari 60 persen menjawab "tidak" dan kurang dari 8 persen menjawab "ya".
Empat dari lima orang yang disurvei mengatakan pengajaran mereka berkaitan dengan kebebasan berekspresi. Hampir 64 persen mengatakan selama suatu topik relevan dengan kebebasan berekspresi, mereka akan mengajarkannya terlepas dari risiko menyinggung siswa. Kurang dari 8 persen mengatakan mereka "sangat setuju" dengan gagasan bahwa topik yang mungkin dianggap menyinggung setiap siswa harus dihindari.
Tetapi, menurut survei, penyensoran sendiri tidak jarang terjadi di ruang kelas sekolah Norwegia. Lebih dari 34 persen responden mengatakan bahwa mereka menghindari mengangkat masalah tertentu satu kali atau beberapa kali karena menurut mereka siswa mungkin akan terkejut. (Baca juga: Putra Mahkota Abu Dhabi Telepon Macron: Kekerasan Tak Wakili Ajaran Nabi Muhammad )
Agama pada umumnya, dan Islam pada khususnya, seksualitas dan bunuh diri adalah yang paling banyak disebutkan.
Sekitar 13 persen mengatakan ada reaksi negatif dari siswa atau orang tua mereka terhadap sesuatu yang mereka katakan saat mengajar tentang kebebasan berekspresi, sementara 3,4 persen melaporkan menerima ancaman.
Kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad telah menjadi ciri khas politik nasional di Prancis setelah pembunuhan Samuel Paty. Presiden Emmanuel Macron menyatakan bahwa kaum Islamis ingin menolak hak rakyat Prancis untuk memperlihatkan gambar-gambar itu dan bahwa pemerintahnya tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
Banyak Muslim menganggap kartun itu menista Nabi Muhammad, menyebabkan protes anti-Prancis pecah di beberapa negara mayoritas Muslim setelah pernyataan Macron.
Beberapa aktivis berpendapat bahwa menunjukkan kartun tersebut kepada siswa adalah tugas sipil bagi guru Eropa, jika mereka menghargai sekularisme.
Ingunn Folgero, yang mengepalai dewan etika dari serikat buruh guru terbesar Norwegia, tidak setuju, dengan mengatakan bahwa harapan seperti itu tidak boleh didorong.
“Saya mendorong guru untuk mengandalkan profesionalisme,” katanya kepada Utdanningsnytt yang dilansir Russia Today, Jumat (13/11/2020). “Ruang kelas bukanlah tempat untuk aktivisme."
Sebuah survei di Norwegia mengungkap kekhawatiran para guru tersebut. Survei itu dijalankan oleh publikasi industri Utdanningsnytt, yang mensurvei orang-orang setelah aksi pemenggalan Samuel Paty, 47, oleh pengungsi Chechnya di pinggiran Paris pada 16 Oktober lalu. (Baca: Imbas Bom Pemakaman Jeddah, Putra Mahkota Saudi Bersumpah Terapkan 'Tangan Besi' )
Beberapa guru sebelumnya telah berbicara di depan umum tentang ketakutan mereka dan media ingin menyelidiki seberapa luas sentimen tersebut. Dari 2.000 guru yang ditanya, hanya 239 yang menjawab pertanyaan survei, sebagian besar adalah perempuan.
Di antara mereka yang berbagi pendapat, 37 persen setuju dengan pernyataan bahwa mereka “takut akan konsekuensinya”, jika mereka menunjukkan kartun tersebut di kelas mereka.
Ketika ditanya apakah mereka berencana menggunakan kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad sebagai bahan pengajaran, lebih dari 60 persen menjawab "tidak" dan kurang dari 8 persen menjawab "ya".
Empat dari lima orang yang disurvei mengatakan pengajaran mereka berkaitan dengan kebebasan berekspresi. Hampir 64 persen mengatakan selama suatu topik relevan dengan kebebasan berekspresi, mereka akan mengajarkannya terlepas dari risiko menyinggung siswa. Kurang dari 8 persen mengatakan mereka "sangat setuju" dengan gagasan bahwa topik yang mungkin dianggap menyinggung setiap siswa harus dihindari.
Tetapi, menurut survei, penyensoran sendiri tidak jarang terjadi di ruang kelas sekolah Norwegia. Lebih dari 34 persen responden mengatakan bahwa mereka menghindari mengangkat masalah tertentu satu kali atau beberapa kali karena menurut mereka siswa mungkin akan terkejut. (Baca juga: Putra Mahkota Abu Dhabi Telepon Macron: Kekerasan Tak Wakili Ajaran Nabi Muhammad )
Agama pada umumnya, dan Islam pada khususnya, seksualitas dan bunuh diri adalah yang paling banyak disebutkan.
Sekitar 13 persen mengatakan ada reaksi negatif dari siswa atau orang tua mereka terhadap sesuatu yang mereka katakan saat mengajar tentang kebebasan berekspresi, sementara 3,4 persen melaporkan menerima ancaman.
Kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad telah menjadi ciri khas politik nasional di Prancis setelah pembunuhan Samuel Paty. Presiden Emmanuel Macron menyatakan bahwa kaum Islamis ingin menolak hak rakyat Prancis untuk memperlihatkan gambar-gambar itu dan bahwa pemerintahnya tidak akan membiarkan hal itu terjadi.
Banyak Muslim menganggap kartun itu menista Nabi Muhammad, menyebabkan protes anti-Prancis pecah di beberapa negara mayoritas Muslim setelah pernyataan Macron.
Beberapa aktivis berpendapat bahwa menunjukkan kartun tersebut kepada siswa adalah tugas sipil bagi guru Eropa, jika mereka menghargai sekularisme.
Ingunn Folgero, yang mengepalai dewan etika dari serikat buruh guru terbesar Norwegia, tidak setuju, dengan mengatakan bahwa harapan seperti itu tidak boleh didorong.
“Saya mendorong guru untuk mengandalkan profesionalisme,” katanya kepada Utdanningsnytt yang dilansir Russia Today, Jumat (13/11/2020). “Ruang kelas bukanlah tempat untuk aktivisme."
(min)