Trumpisme Tetap Menjadi Ideologi dan Memiliki Pengikut yang Berkembang
loading...
A
A
A
Stu Rothenberg, para politik non-partisan AS, pertarungan pemilu presiden AS menegaskan ketahanan Trump yang didukung legium dari warga kulit putih, pemilih kelas pekerja dan pemilih Hispanik. “Pemilu kali merupakan perjuangan sangat sulit bagi Demokrat dan kelompok anti-Trump di Republik,” kata Rothenberg. Kegagalan Trump, menurut dia, hanya karena penanganan virus corona dan ekonomi.
Dengan perjuangan Trump yang sangat solid dengan dukungan yang besar, menurut Karen Finney, pakar strategi politik Demokrat, mengatakan Trumpisme belum mati. “Trump masih bersama kita,” kata mantan juru bicara tim kampanye Hillary Clinton pada 2016. Menurut Finney, kesuksesan Trump karena dia menggunakan politik “dog whistle” yakni strategi retorika untuk mengumbar ketegangan rasisme dan budaya. “Melihat lebih dekat pada pemilu kali ini, kita masih menjadi negara yang terpecah,” katanya.(Baca juga: Serukan Perang Total karena Panik Hasil Pilpres AS, Trump Jr Dinilai Sembrono )
Exit polls yang dilaksanakan Edison Research menunjukkan dukungan bagi Trump masih solid dari kalangan warga kulit putih mencapai 55%. Warga yang tidak berpendidikan tinggi juga menjadi jantung basis pendukung Trump.
“Trumpisme masih menjadi jantung Partai Republik,” kata Mike Madrid, pendiri Lincoln Project, kelompok politikus yang berkampanye mengalahkan Trump dan memilih Biden. “Trumpisme, nasionalisme populer, dan politik identitas kulit putih akan terus berlanjut,” sambungnya. Dia mengatakan, mayoritas politikus Republik di Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak akan bisa mengalahkan Trumpisme.
Meskipun dikenal memiliki kebijakan keras terhadap imigran, Trump masih memiliki pendukung di kalangan warga keturunan Amerika Latin atau Hispanik dan masyarakat kulit hitam. Dukungan Trump juga naik empat persen di kalangan warga kulit hitam dibandingkan empat tahun lalu. 39% pemilih Hispanik juga mendukung Trump dan naik 14% dibandingkan pemilu 2016.
Kenapa hal itu bisa terjadi? Itu dikarenakan kampanye Biden yang cenderung low-profile dan menghindari kampanye besar-besaran seperti Trump sehingga membuat banyak warga kulit Hispanik dan kulit hitam merasa ragu. “Orang Hispanik yang cenderung tak berpendidikan membutuhkan pendepatan politik tingkat tinggi,” kata Victoria De Francesco Soto, peneliti dari Lyndon B. Johnson School of Public Affairs di Universitas Texas di Austin
Dengan perjuangan Trump yang sangat solid dengan dukungan yang besar, menurut Karen Finney, pakar strategi politik Demokrat, mengatakan Trumpisme belum mati. “Trump masih bersama kita,” kata mantan juru bicara tim kampanye Hillary Clinton pada 2016. Menurut Finney, kesuksesan Trump karena dia menggunakan politik “dog whistle” yakni strategi retorika untuk mengumbar ketegangan rasisme dan budaya. “Melihat lebih dekat pada pemilu kali ini, kita masih menjadi negara yang terpecah,” katanya.(Baca juga: Serukan Perang Total karena Panik Hasil Pilpres AS, Trump Jr Dinilai Sembrono )
Exit polls yang dilaksanakan Edison Research menunjukkan dukungan bagi Trump masih solid dari kalangan warga kulit putih mencapai 55%. Warga yang tidak berpendidikan tinggi juga menjadi jantung basis pendukung Trump.
“Trumpisme masih menjadi jantung Partai Republik,” kata Mike Madrid, pendiri Lincoln Project, kelompok politikus yang berkampanye mengalahkan Trump dan memilih Biden. “Trumpisme, nasionalisme populer, dan politik identitas kulit putih akan terus berlanjut,” sambungnya. Dia mengatakan, mayoritas politikus Republik di Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak akan bisa mengalahkan Trumpisme.
Meskipun dikenal memiliki kebijakan keras terhadap imigran, Trump masih memiliki pendukung di kalangan warga keturunan Amerika Latin atau Hispanik dan masyarakat kulit hitam. Dukungan Trump juga naik empat persen di kalangan warga kulit hitam dibandingkan empat tahun lalu. 39% pemilih Hispanik juga mendukung Trump dan naik 14% dibandingkan pemilu 2016.
Kenapa hal itu bisa terjadi? Itu dikarenakan kampanye Biden yang cenderung low-profile dan menghindari kampanye besar-besaran seperti Trump sehingga membuat banyak warga kulit Hispanik dan kulit hitam merasa ragu. “Orang Hispanik yang cenderung tak berpendidikan membutuhkan pendepatan politik tingkat tinggi,” kata Victoria De Francesco Soto, peneliti dari Lyndon B. Johnson School of Public Affairs di Universitas Texas di Austin
(ber)