Media AS Salahkan Prancis atas Serangan Teror Termasuk Pemenggalan
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Associated Press (AP), media yang berbasis di Amerika Serikat (AS), menyalahkan Prancis atas gelombang serangan teror di negara tersebut yang mencakup aksi pemenggalan. Sikap media itu menuai kritikan dan dianggap membela terorisme yang mencatut nama Islam.
Melalui Twitter, AP menyampaikan pesan bahwa rentetan serangan teror di negara Presiden Emmanuel Macron itu karena salahnya sendiri. "Mengapa Prancis menghasut kemarahan di dunia Muslim? Masa kolonialnya yang brutal, kebijakan sekuler yang kukuh, dan presiden yang berbicara keras yang dipandang tidak peka terhadap keyakinan Muslim semuanya memainkan peran," tulis AP di Twitter pada Minggu (1/11/2020) yang kemudian dihapus setelah banjir kritikan. (Baca: Macron: Saya Mengeri Kemarahan Umat Muslim, tapi Tidak Akan Toleransi Kekerasan )
Namun, pesan media AS itu dianggap bisa membahayakan nyawa rakyat Prancis. “Ini tidak hanya memalukan tapi juga berbahaya. Associated Press menghasut kebencian terhadap Prancis dan rakyatnya," tulis jurnalis Agnes Poirier.
Tak hanya dituduh sebagai "pembela terorisme", pesan AP juga dianggap "membenarkan" pembunuhan terhadap orang yang tidak bersalah. Para responden juga membagikan foto dan detail tentang kehidupan orang-orang yang dibunuh oleh teroris di Prancis. (Baca: Penembakan Kembali Guncang Prancis, Kali Ini Antara 2 Geng Bersenjata )
Tak hanya dengan bombardir kritik, media yang bermarkas di New York itu menghapus pesannya pada hari Minggu. Sebelum itu dihapus, posting inflamasi tersebut sudah mengumpulkan lebih dari 10.000 tanggapan langsung.
AP kemudian menerbitkan versi yang lebih sederhana dari posting tersebut dan mengeluarkan penjelasan untuk penggunaan kata "menghasut". Media itu juga meminta maaf. Namun, dalam kata "menghasut" tetap ada dalam artikel di situs webnya.
“Banyak negara memperjuangkan kebebasan berekspresi dan mengizinkan publikasi yang mengejek nabi Islam. Mengapa reaksi terhadap Prancis sangat ganas? Masa lalu kolonialnya, kebijakan sekuler yang kukuh, dan presiden yang berbicara keras semuanya memainkan peran," bunyi pesan baru AP. (Baca juga: Putra Mahkota Abu Dhabi Telepon Macron: Kekerasan Tak Wakili Ajaran Nabi Muhammad )
“Ini menggantikan tweet tentang Prancis dan dunia Muslim yang menanyakan mengapa Prancis 'memicu' kemarahan. Kata itu tidak dimaksudkan untuk menyampaikan bahwa Prancis memicu kemarahan terhadapnya," imbuh pesan lanjutan media tersebut.
Posting pengganti tidak banyak meredakan kemarahan di media sosial, karena pengguna Twitter terus mem-posting keberatan mereka terhadap penanganan masalah oleh AP.
Kehebohan itu terjadi hanya beberapa hari setelah seorang pria Tunisia bersenjata pisau membunuh tiga orang di sebuah gereja di Nice, dengan salah satu korbannya dipenggal. Insiden itu terjadi kurang dari dua minggu setelah guru sejarah, Samuel Paty, 45, dipenggal di luar sekolahnya, 20 mil barat laut Paris, setelah memperlihatkan kartun Nabi Muhammad kepada siswa selama pelajaran tentang kebebasan berbicara.
Melalui Twitter, AP menyampaikan pesan bahwa rentetan serangan teror di negara Presiden Emmanuel Macron itu karena salahnya sendiri. "Mengapa Prancis menghasut kemarahan di dunia Muslim? Masa kolonialnya yang brutal, kebijakan sekuler yang kukuh, dan presiden yang berbicara keras yang dipandang tidak peka terhadap keyakinan Muslim semuanya memainkan peran," tulis AP di Twitter pada Minggu (1/11/2020) yang kemudian dihapus setelah banjir kritikan. (Baca: Macron: Saya Mengeri Kemarahan Umat Muslim, tapi Tidak Akan Toleransi Kekerasan )
Namun, pesan media AS itu dianggap bisa membahayakan nyawa rakyat Prancis. “Ini tidak hanya memalukan tapi juga berbahaya. Associated Press menghasut kebencian terhadap Prancis dan rakyatnya," tulis jurnalis Agnes Poirier.
Tak hanya dituduh sebagai "pembela terorisme", pesan AP juga dianggap "membenarkan" pembunuhan terhadap orang yang tidak bersalah. Para responden juga membagikan foto dan detail tentang kehidupan orang-orang yang dibunuh oleh teroris di Prancis. (Baca: Penembakan Kembali Guncang Prancis, Kali Ini Antara 2 Geng Bersenjata )
Tak hanya dengan bombardir kritik, media yang bermarkas di New York itu menghapus pesannya pada hari Minggu. Sebelum itu dihapus, posting inflamasi tersebut sudah mengumpulkan lebih dari 10.000 tanggapan langsung.
AP kemudian menerbitkan versi yang lebih sederhana dari posting tersebut dan mengeluarkan penjelasan untuk penggunaan kata "menghasut". Media itu juga meminta maaf. Namun, dalam kata "menghasut" tetap ada dalam artikel di situs webnya.
“Banyak negara memperjuangkan kebebasan berekspresi dan mengizinkan publikasi yang mengejek nabi Islam. Mengapa reaksi terhadap Prancis sangat ganas? Masa lalu kolonialnya, kebijakan sekuler yang kukuh, dan presiden yang berbicara keras semuanya memainkan peran," bunyi pesan baru AP. (Baca juga: Putra Mahkota Abu Dhabi Telepon Macron: Kekerasan Tak Wakili Ajaran Nabi Muhammad )
“Ini menggantikan tweet tentang Prancis dan dunia Muslim yang menanyakan mengapa Prancis 'memicu' kemarahan. Kata itu tidak dimaksudkan untuk menyampaikan bahwa Prancis memicu kemarahan terhadapnya," imbuh pesan lanjutan media tersebut.
Posting pengganti tidak banyak meredakan kemarahan di media sosial, karena pengguna Twitter terus mem-posting keberatan mereka terhadap penanganan masalah oleh AP.
Kehebohan itu terjadi hanya beberapa hari setelah seorang pria Tunisia bersenjata pisau membunuh tiga orang di sebuah gereja di Nice, dengan salah satu korbannya dipenggal. Insiden itu terjadi kurang dari dua minggu setelah guru sejarah, Samuel Paty, 45, dipenggal di luar sekolahnya, 20 mil barat laut Paris, setelah memperlihatkan kartun Nabi Muhammad kepada siswa selama pelajaran tentang kebebasan berbicara.
(min)