Seorang WNI Jadi Orang Pertama yang Diadili di Bawah UU Terorisme Baru Filipina
loading...
A
A
A
MANILA - Seorang wanita asal Indonesia dilaporkan akan menjadi orang pertama yang diadili di bawah undang-undang terorisme baru Filipina . Wanita tersebut ditangkap dalam operasi gabungan militer dan polisi di Sulu pada akhir pekan lalu.
Wanita tersebut, diketahui bernama Nana Isirani, yang juga dikenal sebagai “Rezky Fantasya Rullie” atau “Cici,” ditangkap di sebuah rumah di Jolo, Sulu, di mana pasukan pemerintah menemukan rompi bunuh diri dan komponen bom.
Pihak militer mengatakan bahwa Rullie yang sedang hamil telah mengajukan diri untuk melakukan serangan bunuh diri setelah melahirkan. Itu dilakukan untuk membalas dendam atas kematian suaminya, Andi Baso, seorang militan yang juga asal Indonesia yang dilaporkan tewas dalam bentrokan dengan militer Filipina pada 29 Agustus di kota Patikul Sulu.
Rullie ditangkap bersama dua wanita lain yang diyakini sebagai istri anggota Kelompok Abu Sayyaf (ASG). ( Lihat foto: Tim SAR Evakuasi Jenazah ABK Tanker Asal Filipina di Laut Aceh )
"Ini adalah kasus besar pertama, saya pikir, di mana orang-orang tertentu yang dicurigai sebagai teroris asing dituduh melanggar undang-undang anti-terorisme baru kami," kata Menteri Kehakiman Filipina, Menardo Guevarra.
Dia menuturkan bahwa Dewan Anti-Terorisme telah menyetujui penerapan aturan dan regulasi (IRR) untuk Undang-Undang Anti-Terorisme 2020 (ATA), yang ditandatangani Presiden Filipina, Rodrigo Duterte pada Juli lalu.
“Jaksa provinsi Sulu telah diberitahu bahwa IRR dari ATL telah disetujui oleh Dewan Anti-Terorisme hari ini,” ungkapnya, seperti dilansir Arab News pada Kamis (15/10/2020). ( Baca juga: Penyusunan Perpres Pelibatan TNI Tangani Terorisme Harus Ekstra Hati-hati )
Undang-undang terorisme baru Filipina sendiri menggantikan Undang-undang Republik 9372 atau Undang-Undang Keamanan Manusia tahun 2007. Undang-undang baru tersebut mengkriminalisasi tindakan yang menghasut terorisme melalui pidato, proklamasi, tulisan, lambang, spanduk, atau representasi lainnya.
Ini juga memberikan kekuasaan kepada presiden untuk membentuk Dewan Anti-Terorisme yang dapat menyebut individu dan kelompok sebagai teroris, mengizinkan pihak berwenang untuk menahan tersangka teroris tanpa dakwaan hingga 24 hari, dan mengizinkan pemerintah untuk melakukan pengawasan dan penyadapan selama 90 hari.
Undang-undang juga memberlakukan hukuman penjara 12 tahun bagi seseorang yang secara sukarela atau sengaja bergabung dengan organisasi teroris. Lebih dari 30 petisi telah diajukan ke Mahkamah Agung oleh kelompok oposisi dan individu yang mempertanyakan keabsahan undang-undang tersebut.
Wanita tersebut, diketahui bernama Nana Isirani, yang juga dikenal sebagai “Rezky Fantasya Rullie” atau “Cici,” ditangkap di sebuah rumah di Jolo, Sulu, di mana pasukan pemerintah menemukan rompi bunuh diri dan komponen bom.
Pihak militer mengatakan bahwa Rullie yang sedang hamil telah mengajukan diri untuk melakukan serangan bunuh diri setelah melahirkan. Itu dilakukan untuk membalas dendam atas kematian suaminya, Andi Baso, seorang militan yang juga asal Indonesia yang dilaporkan tewas dalam bentrokan dengan militer Filipina pada 29 Agustus di kota Patikul Sulu.
Rullie ditangkap bersama dua wanita lain yang diyakini sebagai istri anggota Kelompok Abu Sayyaf (ASG). ( Lihat foto: Tim SAR Evakuasi Jenazah ABK Tanker Asal Filipina di Laut Aceh )
"Ini adalah kasus besar pertama, saya pikir, di mana orang-orang tertentu yang dicurigai sebagai teroris asing dituduh melanggar undang-undang anti-terorisme baru kami," kata Menteri Kehakiman Filipina, Menardo Guevarra.
Dia menuturkan bahwa Dewan Anti-Terorisme telah menyetujui penerapan aturan dan regulasi (IRR) untuk Undang-Undang Anti-Terorisme 2020 (ATA), yang ditandatangani Presiden Filipina, Rodrigo Duterte pada Juli lalu.
“Jaksa provinsi Sulu telah diberitahu bahwa IRR dari ATL telah disetujui oleh Dewan Anti-Terorisme hari ini,” ungkapnya, seperti dilansir Arab News pada Kamis (15/10/2020). ( Baca juga: Penyusunan Perpres Pelibatan TNI Tangani Terorisme Harus Ekstra Hati-hati )
Undang-undang terorisme baru Filipina sendiri menggantikan Undang-undang Republik 9372 atau Undang-Undang Keamanan Manusia tahun 2007. Undang-undang baru tersebut mengkriminalisasi tindakan yang menghasut terorisme melalui pidato, proklamasi, tulisan, lambang, spanduk, atau representasi lainnya.
Ini juga memberikan kekuasaan kepada presiden untuk membentuk Dewan Anti-Terorisme yang dapat menyebut individu dan kelompok sebagai teroris, mengizinkan pihak berwenang untuk menahan tersangka teroris tanpa dakwaan hingga 24 hari, dan mengizinkan pemerintah untuk melakukan pengawasan dan penyadapan selama 90 hari.
Undang-undang juga memberlakukan hukuman penjara 12 tahun bagi seseorang yang secara sukarela atau sengaja bergabung dengan organisasi teroris. Lebih dari 30 petisi telah diajukan ke Mahkamah Agung oleh kelompok oposisi dan individu yang mempertanyakan keabsahan undang-undang tersebut.
(esn)