Perang Nagorno-Karabakh, Armenia Siap untuk Gencatan Senjata
loading...
A
A
A
YEREVAN - Armenia mengatakan pihaknya siap untuk bekerja dengan mediator internasional untuk mencapai gencatan senjata dengan Azerbaijan . Kedua negara terlibat pertempuran sengit memperebutkan wilayah Nagorno-Karabakh yang memisahkan diri, yang telah memasuki hari keenam.
"Armenia siap untuk terlibat dengan Prancis, Rusia dan Amerika Serikat untuk membangun kembali rezim gencatan senjata," kata Kementerian Luar Negeri Armenia dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (3/10/2020).
Prancis, Rusia dan Amerika Serikat (AS) adalah ketua bersama kelompok mediator OSCE untuk konflik di Nagorno Karabakh.
Namun, pernyataan itu menambahkan: "agresi terhadap Nagorno-Karabakh ini akan terus menerima tanggapan kami yang kuat dan tegas."
Perkembangan itu terjadi setelah pejabat etnis Armenia di wilayah Nargorno-Karabakh yang memisahkan diri melaporkan 54 korban militer lainnya di antara pasukan yang didukung Armenia. Ini menjadikan korban tewas di kubu Armenia menjadi 158 tentara.
Azerbaijan sendiri belum melaporkan adanya korban militer tetapi mengatakan 19 warga sipil tewas dalam aksi penembakan yang dilakukan oleh Armenia.
Meskipun pernyataan Armenia menandai tanda pertama bahwa dialog dapat dilakukan, Menteri Luar Negeri Turki mengatakan bahwa agar Azerbaijan menyetujui gencatan senjata, Armenia harus menarik pasukannya.
Berbicara pada konferensi pers bersama dengan mitranya dari Italia Luigi Di Maio, Mevlut Cavusoglu mengatakan pada hari Jumat bahwa kebuntuan mendorong Armenia untuk menyerang dan secara ilegal menempatkan orang-orang Armenia ke wilayah negara lain.
"Jika komunitas internasional ingin melakukan sesuatu tentang Karabakh Atas, mereka harus membuat Armenia segera meninggalkan tanah Azerbaijan," kata Cavusoglu, menambahkan bahwa Turki akan mendukung upaya apa pun ke arah itu.
Ada kekhawatiran bentrokan meluas menjadi perang multi-front habis-habisan yang dapat menyedot kekuatan regional Turki dan Rusia.
"Armenia siap untuk terlibat dengan Prancis, Rusia dan Amerika Serikat untuk membangun kembali rezim gencatan senjata," kata Kementerian Luar Negeri Armenia dalam sebuah pernyataan seperti dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (3/10/2020).
Prancis, Rusia dan Amerika Serikat (AS) adalah ketua bersama kelompok mediator OSCE untuk konflik di Nagorno Karabakh.
Namun, pernyataan itu menambahkan: "agresi terhadap Nagorno-Karabakh ini akan terus menerima tanggapan kami yang kuat dan tegas."
Perkembangan itu terjadi setelah pejabat etnis Armenia di wilayah Nargorno-Karabakh yang memisahkan diri melaporkan 54 korban militer lainnya di antara pasukan yang didukung Armenia. Ini menjadikan korban tewas di kubu Armenia menjadi 158 tentara.
Azerbaijan sendiri belum melaporkan adanya korban militer tetapi mengatakan 19 warga sipil tewas dalam aksi penembakan yang dilakukan oleh Armenia.
Meskipun pernyataan Armenia menandai tanda pertama bahwa dialog dapat dilakukan, Menteri Luar Negeri Turki mengatakan bahwa agar Azerbaijan menyetujui gencatan senjata, Armenia harus menarik pasukannya.
Berbicara pada konferensi pers bersama dengan mitranya dari Italia Luigi Di Maio, Mevlut Cavusoglu mengatakan pada hari Jumat bahwa kebuntuan mendorong Armenia untuk menyerang dan secara ilegal menempatkan orang-orang Armenia ke wilayah negara lain.
"Jika komunitas internasional ingin melakukan sesuatu tentang Karabakh Atas, mereka harus membuat Armenia segera meninggalkan tanah Azerbaijan," kata Cavusoglu, menambahkan bahwa Turki akan mendukung upaya apa pun ke arah itu.
Ada kekhawatiran bentrokan meluas menjadi perang multi-front habis-habisan yang dapat menyedot kekuatan regional Turki dan Rusia.