Perserikatan Bangsa-Bangsa Catat Kesepakatan Maritim Turki dan Libya
loading...
A
A
A
ANKARA - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mencatat kesepakatan Turki dan Libya tentang pembatasan wilayah yurisdiksi maritim di Mediterania.
“Kesepakatan itu telah dicatat bersama Sekretariat PBB sesuai dengan Pasal 102 Piagam PBB,” ungkap sertifikat registrasi yang bertanggal pada Rabu (2/10).
Pasal 102 Piagam PBB menyatakan, “Setiap traktat dan setiap kesepakatan internasional dimasukkan oleh semua anggota PBB sesuai Piagam yang berlaku harus sesegera mungkin didaftarkan pada Sekretariat dan dipublikasikan olehnya.”
Pakta dengan Pemerintahan Kesepakatan Nasional Libya (GNA) ditandatangani pada 27 November 2019 dan disahkan parlemen Turki pada 5 Desember.
Kesepakatan itu berlaku 8 Desember setelah dua negara merilisnya di surat kabar resmi masing-masing negara.
Turki mengajukan pada PBB untuk mendaftarkan kesepakatan itu pada 12 Desember lalu. (Baca Juga: Trump Covid-19, Ini Politisi Dunia yang Pernah Terinfeksi Corona)
Kesepakatan yang menetapkan yurisdiksi maritim itu ditolak secara sepihak dan dianggap ilegal oleh negara-negara lain dan sejumlah perusahaan internasional di kawasan. (Baca Infografis: Donald Trump dan Istri Umumkan Positif Covid-19 Lewat Twitter)
Kesepakatan itu dibuat untuk melindungi hak kedua negara, Turki dan Libya. Negara-negara lain menganggap kesepakatan itu sebagai langkah agresif Turki memperluas pengaruh di kawasan. (Lihat Video: Menteri Luar Negeri Retno Marsudi Terus Mencari WNI Sandera Abu Sayyaf di Filipina)
“Kesepakatan itu telah dicatat bersama Sekretariat PBB sesuai dengan Pasal 102 Piagam PBB,” ungkap sertifikat registrasi yang bertanggal pada Rabu (2/10).
Pasal 102 Piagam PBB menyatakan, “Setiap traktat dan setiap kesepakatan internasional dimasukkan oleh semua anggota PBB sesuai Piagam yang berlaku harus sesegera mungkin didaftarkan pada Sekretariat dan dipublikasikan olehnya.”
Pakta dengan Pemerintahan Kesepakatan Nasional Libya (GNA) ditandatangani pada 27 November 2019 dan disahkan parlemen Turki pada 5 Desember.
Kesepakatan itu berlaku 8 Desember setelah dua negara merilisnya di surat kabar resmi masing-masing negara.
Turki mengajukan pada PBB untuk mendaftarkan kesepakatan itu pada 12 Desember lalu. (Baca Juga: Trump Covid-19, Ini Politisi Dunia yang Pernah Terinfeksi Corona)
Kesepakatan yang menetapkan yurisdiksi maritim itu ditolak secara sepihak dan dianggap ilegal oleh negara-negara lain dan sejumlah perusahaan internasional di kawasan. (Baca Infografis: Donald Trump dan Istri Umumkan Positif Covid-19 Lewat Twitter)
Kesepakatan itu dibuat untuk melindungi hak kedua negara, Turki dan Libya. Negara-negara lain menganggap kesepakatan itu sebagai langkah agresif Turki memperluas pengaruh di kawasan. (Lihat Video: Menteri Luar Negeri Retno Marsudi Terus Mencari WNI Sandera Abu Sayyaf di Filipina)
(sya)