Analis: Negara Arab Masih Ragu, Upaya Pompeo Promosikan Hubungan dengan Israel Terhambat

Senin, 07 September 2020 - 06:00 WIB
loading...
Analis: Negara Arab Masih Ragu, Upaya Pompeo Promosikan Hubungan dengan Israel Terhambat
Menlu AS Mike Pompeo. FOTO/Reuters
A A A
WASHINGTON - Analis menilai kunjungan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Mike Pompeo ke Timur Tengah, untuk mempromosikan hubungan dengan Israel, baru-baru ini mengalami hambatan. Hal ini karena negara-negara Arab yang ia kunjungi tetap berhati-hati terkait normalisasi hubungan dengan Israel.

Pompeo melakukan perjalanan lima hari ke Timur Tengah, yang membawanya ke Israel, Sudan, Bahrain, Uni Emirat Arab (UEA) dan Oman. Ia berharap bisa mendorong lebih banyak negara Arab untuk mengikuti langkah Abu Dhabi melakukan normalisasi hubungan dengan Tel Aviv. Pompeo berharap untuk melawan pengaruh Iran yang meningkat di kawasan dan mendukung kampanye pemilihan kembali Presiden AS, Donald Trump.

(Baca: Grup Lobi Yahudi Amerika Buka Kantor di Uni Emirat Arab )

Namun, di Sudan, Perdana Menteri Abdalla Hamdok mengatakan kepada Pompeo bahwa pemerintah transisi Sudan tidak memiliki mandat untuk menormalisasi hubungan dengan Israel. Hamdok juga mendesak AS untuk memisahkan proses penghapusan Sudan dari daftar negara yang mensponsori terorisme dari masalah normalisasi hubungan Sudan dengan Israel.

Di Bahrain, Raja Hamad bin Isa Al Khalifa mengatakan kepada Pompeo bahwa pihaknya berkomitmen untuk solusi dua negara dan Inisiatif Perdamaian Arab untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina, menyiratkan penolakannya untuk mendorong negara-negara Arab untuk segera menormalisasi hubungan dengan Israel.

Sedangkan di Oman, selama kunjungan Pompeo, tidak sekalipun disebut mengenai hubungannya dengan Israel. Sudan, Bahrain dan Oman menolak membuat komitmen publik untuk mengakui Israel, menghadapi tantangan domestik atas masalah tersebut.

Niu Xinchun, seorang peneliti di Institut Hubungan Internasional Kontemporer China di Beijing, mengatakan, sikap negara Arab ini karena mereka menghadapi tekanan domestik dari pihak-pihak dan warga yang secara tradisional memusuhi Israel.

Abdul-Rahim Al-Sunni, seorang analis politik di Future Studies Center di Sudan, mengatakan bahwa Sudan telah berusaha untuk meningkatkan hubungan dengan AS sejak penggulingan mantan Presiden Omar al-Bashir pada April 2019 dan menormalisasi hubungan dengan AS. Membuka hubungan dengan Israel bisa menjadi langkah Sudan untuk mencapai hal tersebut.

(Baca: Dorong Serbia dan Kosovo Dirikan Kedutaan di Yerusalem, Palestina Kecam Trump )

"Namun, pemerintah Sudan menghadapi tekanan besar dari beberapa partai garis keras yang percaya bahwa menangani konflik internal harus menjadi prioritas utama daripada mencari terobosan diplomatik, mengingat status transisi pemerintah," ucapnya, seperti dilansir Xinhua.

Sementara itu, Mohammad Al-Muqadam, mantan kepala Departemen Sejarah di Universitas Sultan Qaboos di Oman, menuturkan rasa tidak suka publik Oman menjadi hambatan terbesar untuk membangun hubungan dengan Israel.

"Pemimpin Oman harus berhati-hati dalam menormalkan hubungan dengan Israel, karena warga Oman secara tradisional memusuhi Israel," ujarnya. Dia menambahkan bahwa Oman tidak akan dengan cepat menjalin hubungan dengan Israel.
(esn)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1364 seconds (0.1#10.140)