Korban Tewas Konflik Hindu-Muslim India Bertambah Jadi 38 Orang

Jum'at, 28 Februari 2020 - 11:05 WIB
Korban Tewas Konflik Hindu-Muslim India Bertambah Jadi 38 Orang
Korban Tewas Konflik Hindu-Muslim India Bertambah Jadi 38 Orang
A A A
NEW DELHI - Korban tewas dalam kerusuhan antara kelompok Hindu dan Muslim di India bertambah dari 32 menjadi 38 orang. Konflik yang dipicu oleh Citizenship Amendment Act (CAA) atau Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan ini tercatat sebagai konflik terburuk di New Delhi dalam beberapa dekade.

Konflik diperparah dengan pertikaian politik mengenai pemindahan seorang hakim yang mengkritik polisi dan pemerintah dalam menangani kerusuhan antar-kelompok agama tersebut.

Konflik percah sejak hari Minggu lalu ketika protes damai kelompok Muslim dalam menentang CAA diserbu kelompok Hindu yang mendukung CAA. Masjid Ashok Nagar di New Delhi ikut dibakar massa di awal-awal kerusuhan. (Baca: Kerusuhan Berlanjut di India, 13 Tewas dan Masjid Ikut Dibakar )

Ketegangan tetap tinggi di Ibu Kota India, ketika ribuan polisi antihuru-hara dan paramiliter berpatroli di jalan-jalan yang berserakan puing-puing akibat kerusuhan sektarian.

Hakim S Muralidhar, seorang hakim pengadilan tinggi New Delhi, dengan tajam mengkritik polisi dan meminta petugas untuk menyelidiki politisi dari Partai Bharatiya Janata (BJP)—partainya Perdana Menteri Narendra Modi—karena menghasut kekerasan.

Muralidhar dipindahkan ke pengadilan di negara bagian lain dengan surat perintah pemindahan dikeluarkan pada larut malam. Pemindahan hakim kritis itu memicu protes di antara politisi oposisi dan di media sosial.

Manish Tewari, pemimpin partai oposisi, mengatakan setiap pengacara dan hakim di India harus memprotes keras apa yang disebutnya upaya kasar untuk mengintimidasi pengadilan. (Baca juga: Korban Kekerasan di New Delhi Terus Bertambah, 32 Orang Tewas )

Menteri Hukum Ravi Shankar Prasad mengklaim pemimdahan hakim itu adalah "transfer rutin".

Ketika negara itu dilanda pertumpahan darah, pengerahan besar pasukan keamanan membawa ketenangan yang tidak nyaman pada hari Kamis.

Kepala Hak Asasi Manusia PBB Michelle Bachelet mengatakan undang-undang baru yang diadopsi Desember lalu itu “sangat memprihatinkan”. Dia khawatir dengan laporan tidak adanya polisi dalam menghadapi serangan terhadap Muslim oleh kelompok lain.

"Saya mengimbau semua pemimpin politik untuk mencegah kekerasan," kata Bachelet dalam pidatonya di dewan HAM PBB di Jenewa, seperti dikutip The Guardian, Jumat (28/2/2020).

Para kritikus mengatakan CAA itu bias terhadap Muslim dan merusak konstitusi sekuler India. BJP yang merupakan partai nasionalis Hindu telah membantah memiliki prasangka buruk terhadap 180 juta Muslim India. BJP mengatakan bahwa CAA diperlukan untuk menolong imigran minoritas dari sejumlah negara tetangga.

Pada hari Rabu, Komisi Amerika Serikat untuk Kebebasan Beragama Internasional, yang menisihati pemerintah Washington tetapi tidak menetapkan kebijakan, menyuarakan "keprihatinan serius" tentang kekerasan ketika Presiden Donald Trump berkunjung ke India.

Anurima Bhargava, seorang komisioner yang ditunjuk Ketua DPR AS dari Partai Demokrat, Nancy Pelosi, juga menyatakan khawatir atas laporan bahwa polisi Delhi belum melakukan intervensi dalam serangan kekerasan terhadap Muslim.

Trump, ditanya di sebuah konferensi pers di ibu kota tentang kekerasan itu. Dia justru memuji pernyataan "luar biasa" Modi tentang kebebasan beragama.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3073 seconds (0.1#10.140)