Korban Terus Berjatuhan, Kekerasan Antaragama di India Tidak Terkendali
A
A
A
NEW DELHI - Abdul Samar hanya dapat menangis. Dia tak kuasa menahan air mata saat bercerita tentang peristiwa penyerangan terhadap jamaah yang sedang menunaikan salat di sebuah masjid di Ashok Nagar, New Delhi, India, Selasa (25/2/2020) malam.
Seperti dilansir CNN, dari raut wajahnya samar tampak kelelahan. Matanya lebam, tubuhnya lunglai. Namun, bibirnya masih kuat untuk memanjatkan syukur dan bercerita tentang malam kelam di Ashok Nagar. Dia mengaku beruntung dapat selamat dari insiden kekerasan antaragama yang menelan banyak korban itu.
Segerombolan oknum umat Hindu telah menyerbu masjid tempat dia menunaikan salat isya di Ashok Nagar. Mereka meneriakkan nama dewa mereka, Jai Shri Ram, sebelum memukul imam salat dan membunuh muazin di sana. Jamaah pun bubar dari barisan salat dan lari tunggang-langgang sejauh mungkin.“Mereka membawa tongkat dan batu ke dalam masjid. Orang-orang yang menunggu di luar juga ada yang membawa senjata api. Kami terpaksa menghentikan salat dan menyelamatkan diri,” tutur Samar. Perusuh juga mengibarkan bendera oranye, lambang Hindu sayap kanan di menara masjid yang hangus terbakar.
Malam Selasa (25/2/2020) menjadi malam ketiga kerusuhan antara umat Hindu dan Islam setelah dirilisnya undang-undang baru pada akhir tahun lalu. Sedikitnya 30 orang tewas sejak konflik itu meletus pada Minggu (23/2/2020). Ini merupakan kekerasan antaragama terburuk di New Delhi dalam beberapa dekade terakhir.
Kerusuhan awalnya hanya terjadi di antara para pengunjuk rasa, yakni pengunjuk rasa yang pro pada undang-undang baru dan yang kontra. Mereka saling melemparkan batu. Pendemo juga terlibat kontak fisik dengan aparat keamanan yang berupaya membubarkan kerumunan massa dengan gas air mata dan peluru karet.
Namun, kekerasan di jalan raya menjalar dan meruncing menjadi kekerasan antaragama. Menurut saksi mata, massa marah dan langsung menyerang area permukiman yang banyak dihuni umat Islam. Mereka juga menjarah isi rumah dan toko. Seorang perwira polisi telah tewas dalam insiden itu akibat luka tembak.
Sampai berita ini diturunkan, sedikitnya 200 orang mengalami luka-luka dan dirawat di rumah sakit. Sebagian besar akibat luka tembak, sedangkan sisanya akibat benda tumpul. Polisi lokal yang berada di bawah komando pemerintah pusat India dituduh warga setempat menutup mata terhadap kekerasan tersebut.
Tapi polisi lokal menepis tuduhan itu. Pihak keamanan berupaya mengendalikan situasi yang mencekam di New Delhi dengan memberlakukan patroli malam di jalan raya dan tempat umum. Pejabat New Delhi, Arvind Kejriwal, juga mengatakan polisi sudah berusaha sebaik mungkin, tapi situasinya berada di luar kendali.
Demonstrasi mengguncang India sejak Desember 2019. Saat itu undang-undang kewarganegaraan telah disahkan dan didukung Perdana Menteri (PM) India, Narendra Modi. Sebagian besar muslim India merasa didiskriminasi, dikhianati, dan dijadikan “tumbal” dalam pemerintahan Modi melalui peraturan konstitusi.
Pengemudi becak dari Ashok Nagar, Khurseed Alam, mengaku kecewa dengan Modi. Dia kini telah kehilangan tempat tinggal setelah rumahnya ludes dibakar massa. Begitu pula dengan 10 saudaranya dan tetangganya. Sedikitnya 170 laporan kebakaran telah diterima pemadam kebakaran dalam dua hari terakhir. “Saya dulu bekerja di pasar dan hanya menghasilkan 500 rupee (Rp98.000) per hari. Tapi, kini itu sudah berakhir. Apa lagi yang dapat saya lakukan?” kata Alam.
Sementara itu, tetangga Alam, Asana Begum, kehilangan seluruh hartanya. Dia mengaku mengalami trauma berat dan kesulitan menjalani hidup di New Delhi.
Polisi New Delhi menyatakan sekitar 106 tersangka yang terlibat dalam penyerangan, pembakaran, dan penjarahan di Ashok Nagar telah ditangkap. Kemarin situasi di Ashok Nagar mulai pulih. Bagaimanapun, luka fisik dan batin yang dialami umat muslim masih menganga. Mereka kini ketakutan untuk keluar rumah.
Dari Indonesia, Gerakan Pemuda (GP) Ansor mengutukaksi kekerasan tersebut. Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, juga mendesak Pemerintah Indonesia melayangkan protes terhadap Pemerintah India yang dianggapnya gagal melindungi warga muslim di negaranya.
Dengan alasan apa pun, tidak dibenarkan menggunakan cara-cara kekerasan dalam mengatasi setiap masalah. “Sekali lagi, apapun bentuknya, kekerasan tidak pernah menyelesaikan masalah, tapi justru menimbulkan masalah baru. Dialog adalah jalan terbaik dalam mencari solusi. (Muh Shamil)
Seperti dilansir CNN, dari raut wajahnya samar tampak kelelahan. Matanya lebam, tubuhnya lunglai. Namun, bibirnya masih kuat untuk memanjatkan syukur dan bercerita tentang malam kelam di Ashok Nagar. Dia mengaku beruntung dapat selamat dari insiden kekerasan antaragama yang menelan banyak korban itu.
Segerombolan oknum umat Hindu telah menyerbu masjid tempat dia menunaikan salat isya di Ashok Nagar. Mereka meneriakkan nama dewa mereka, Jai Shri Ram, sebelum memukul imam salat dan membunuh muazin di sana. Jamaah pun bubar dari barisan salat dan lari tunggang-langgang sejauh mungkin.“Mereka membawa tongkat dan batu ke dalam masjid. Orang-orang yang menunggu di luar juga ada yang membawa senjata api. Kami terpaksa menghentikan salat dan menyelamatkan diri,” tutur Samar. Perusuh juga mengibarkan bendera oranye, lambang Hindu sayap kanan di menara masjid yang hangus terbakar.
Malam Selasa (25/2/2020) menjadi malam ketiga kerusuhan antara umat Hindu dan Islam setelah dirilisnya undang-undang baru pada akhir tahun lalu. Sedikitnya 30 orang tewas sejak konflik itu meletus pada Minggu (23/2/2020). Ini merupakan kekerasan antaragama terburuk di New Delhi dalam beberapa dekade terakhir.
Kerusuhan awalnya hanya terjadi di antara para pengunjuk rasa, yakni pengunjuk rasa yang pro pada undang-undang baru dan yang kontra. Mereka saling melemparkan batu. Pendemo juga terlibat kontak fisik dengan aparat keamanan yang berupaya membubarkan kerumunan massa dengan gas air mata dan peluru karet.
Namun, kekerasan di jalan raya menjalar dan meruncing menjadi kekerasan antaragama. Menurut saksi mata, massa marah dan langsung menyerang area permukiman yang banyak dihuni umat Islam. Mereka juga menjarah isi rumah dan toko. Seorang perwira polisi telah tewas dalam insiden itu akibat luka tembak.
Sampai berita ini diturunkan, sedikitnya 200 orang mengalami luka-luka dan dirawat di rumah sakit. Sebagian besar akibat luka tembak, sedangkan sisanya akibat benda tumpul. Polisi lokal yang berada di bawah komando pemerintah pusat India dituduh warga setempat menutup mata terhadap kekerasan tersebut.
Tapi polisi lokal menepis tuduhan itu. Pihak keamanan berupaya mengendalikan situasi yang mencekam di New Delhi dengan memberlakukan patroli malam di jalan raya dan tempat umum. Pejabat New Delhi, Arvind Kejriwal, juga mengatakan polisi sudah berusaha sebaik mungkin, tapi situasinya berada di luar kendali.
Demonstrasi mengguncang India sejak Desember 2019. Saat itu undang-undang kewarganegaraan telah disahkan dan didukung Perdana Menteri (PM) India, Narendra Modi. Sebagian besar muslim India merasa didiskriminasi, dikhianati, dan dijadikan “tumbal” dalam pemerintahan Modi melalui peraturan konstitusi.
Pengemudi becak dari Ashok Nagar, Khurseed Alam, mengaku kecewa dengan Modi. Dia kini telah kehilangan tempat tinggal setelah rumahnya ludes dibakar massa. Begitu pula dengan 10 saudaranya dan tetangganya. Sedikitnya 170 laporan kebakaran telah diterima pemadam kebakaran dalam dua hari terakhir. “Saya dulu bekerja di pasar dan hanya menghasilkan 500 rupee (Rp98.000) per hari. Tapi, kini itu sudah berakhir. Apa lagi yang dapat saya lakukan?” kata Alam.
Sementara itu, tetangga Alam, Asana Begum, kehilangan seluruh hartanya. Dia mengaku mengalami trauma berat dan kesulitan menjalani hidup di New Delhi.
Polisi New Delhi menyatakan sekitar 106 tersangka yang terlibat dalam penyerangan, pembakaran, dan penjarahan di Ashok Nagar telah ditangkap. Kemarin situasi di Ashok Nagar mulai pulih. Bagaimanapun, luka fisik dan batin yang dialami umat muslim masih menganga. Mereka kini ketakutan untuk keluar rumah.
Dari Indonesia, Gerakan Pemuda (GP) Ansor mengutukaksi kekerasan tersebut. Ketua Umum Pimpinan Pusat GP Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, juga mendesak Pemerintah Indonesia melayangkan protes terhadap Pemerintah India yang dianggapnya gagal melindungi warga muslim di negaranya.
Dengan alasan apa pun, tidak dibenarkan menggunakan cara-cara kekerasan dalam mengatasi setiap masalah. “Sekali lagi, apapun bentuknya, kekerasan tidak pernah menyelesaikan masalah, tapi justru menimbulkan masalah baru. Dialog adalah jalan terbaik dalam mencari solusi. (Muh Shamil)
(ysw)