Lawan Pengaruh China, Palau Desak AS Bangun Pangkalan Militer di Wilayahnya

Jum'at, 04 September 2020 - 09:45 WIB
loading...
Lawan Pengaruh China, Palau Desak AS Bangun Pangkalan Militer di Wilayahnya
Pemandangan Palau Rock Islands dari Palau Central Hotel di Koror, Palau, 5 Agustus 2018. Foto/REUTERS/Farah Master
A A A
KOROR - Palau, negara kecil di Pasifik, telah mendesak militer Amerika Serikat (AS) untuk membangun pangkalan di wilayahnya untuk melawan pengaruh China yang semakin besar.

Menteri Pertahanan AS Mark Esper mengunjungi negara pulau itu pekan lalu dan menuduh Beijing melakukan aktivitas destabilisasi yang sedang berlangsung di Pasifik.

Presiden Palau Tommy Remengesau kemudian mengatakan kepada Esper bahwa militer AS boleh membangun fasilitas di negaranya. Palau merupakan negara kepulauan yang berjarak sekitar 1.500 km di timur Filipina. (Baca: Pentagon: China Lirik Indonesia untuk Jadi Pangkalan Militernya )

Remengesau selanjutnya menyurati Esper yang berisi desakan agar Amerika membangun pangkalan militer di Palau. "Permintaan Palau kepada militer AS tetap sederhana—bangun fasilitas penggunaan bersama, lalu datang dan gunakan secara teratur," katanya dalam sebuah surat kepada bos Pentagon tersebut yang dirilis kantornya, seperti dikutip AFP, Jumat (4/9/2020).

Surat itu mengatakan negara berpenduduk 22.000 jiwa itu terbuka untuk menampung pangkalan-pangkalan darat, fasilitas pelabuhan dan lapangan udara untuk militer AS.

Remengesau juga menyarankan kehadiran Penjaga Pantai AS di Palau untuk membantu patroli cagar lautnya yang luas, yang mencakup wilayah lautan seukuran Spanyol dan sulit untuk dipantau oleh negara kecil itu.

Meskipun Palau adalah negara merdeka, ia tidak memiliki militer dan AS bertanggung jawab atas pertahanannya di bawah perjanjian dengan Washington yang disebut Compact of Free Association. (Baca: Media China Sentil Indonesia karena Menentang Klaim China di Laut China Selatan )

Berdasarkan kesepakatan tersebut, militer AS memiliki akses ke pulau-pulau tersebut, meskipun saat ini tidak ada pasukan yang ditempatkan secara permanen di sana.

"Kita harus menggunakan mekanisme Perjanjian untuk menetapkan kehadiran militer AS secara reguler di Palau," kata Remengesau.

"Hak militer AS untuk membangun situs pertahanan di Republik Palau kurang dimanfaatkan selama durasi Perjanjian."

Dia mengatakan pangkalan di Palau tidak hanya akan meningkatkan kesiapan militer AS tetapi juga membantu ekonomi lokal, yang sedang berjuang karena pandemi Covid-19 telah menghentikan pariwisata, industri utamanya.

Palau adalah tempat pertempuran berdarah antara pasukan AS dan Jepang dalam Perang Dunia Kedua, tetapi Washington berfokus pada pangkalan di Filipina dan Guam setelah perang.

Sebuah fasilitas radar militer AS direncanakan untuk Palau tetapi pembangunan telah ditangguhkan karena pandemi Covid-19, di mana negara kepulauan itu ingin mempertahankan statusnya yang bebas Covid-19.

Selain hubungan dekat AS, Palau juga merupakan salah satu dari empat sekutu Taiwan yang tersisa di Pasifik dan bagian dari 15 sekutu Taiwan di seluruh dunia. (Baca juga: Pilot Pesawat Tempur T-50 Golden Eagle yang Tergelincir Meninggal Dunia )

China, yang melihat Taiwan sebagai bagian dari wilayahnya, telah berusaha untuk merayu sekutu Taipei di Pasifik, termasuk membujuk Kepulauan Solomon dan Kiribati untuk berpindah pihak pada tahun lalu.

Palau menolak, dan mendorong balik Beijing termasuk secara efektif melarang turis China mengunjungi negara itu pada 2018.

Meskipun tidak menyebut China secara langsung, Remengesau mengatakan kepada Esper "para pelaku destabilisasi telah melangkah maju untuk mengambil keuntungan" dari krisis ekonomi terkait virus yang dialami negara-negara pulau kecil.

"Menteri (Esper), sangat melegakan mendengar Anda, dan pejabat tinggi AS lainnya, mengenali realitas kompleks keamanan Indo-Pasifik—yang terancam oleh ekonomi predator seperti halnya agresi militer," tulis dia dalam suratnya.

Selama kunjungan Esper pekan lalu, yang berlangsung hampir tiga jam, Remengesau mengatakan China menawarkan pinjaman murah kepada negara-negara kepulauan untuk memenangkan kesetiaan mereka.

"Itu berdampak pada bagaimana orang memandang hubungan dengan orang-orang yang membantu mereka," katanya.
(min)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1711 seconds (0.1#10.140)