Apakah Israel Akan Meraih Kekalahan atau Menggapai Kemenangan pada 2025?

Selasa, 07 Januari 2025 - 12:56 WIB
loading...
A A A
"Di tengah serangan yang dipimpin Hamas pada tahun 2023, Israel kehilangan salah satu pilar dasar yang menopang ideologi Zionisnya, yaitu bahwa Israel dapat melindungi penduduk Yahudinya lebih baik daripada negara lain mana pun," ungkap Inlakesh.


3. Tetap Mengandalkan Dukungan AS

Tiba-tiba, ilusi Israel yang tak terkalahkan telah memudar, dan mengancam akan menjatuhkan proyeksi kekuatan AS. Jika kekuatan tentara Israel terbukti sia-sia dan Amerika tidak dapat menyelamatkannya, apa yang akan terjadi dengan Arab Saudi atau negara-negara Arab sekutu AS lainnya?

Oleh karena itu, Israel, dengan dukungan penuh Amerika, memutuskan untuk meluncurkan kampanye pemusnahan di Gaza. Tidak akan ada aturan, tidak ada belas kasihan, dan tidak ada prospek nyata untuk negosiasi sampai kemenangan total.

"Meskipun pemerintah AS akhirnya akan mengubah nadanya untuk mencerminkan sedikit perhatian terhadap kehidupan sipil, ia akan mengekspresikan sentimen ini sambil terus mengirim senjata untuk memastikan bahwa lebih banyak mayat Palestina akan menumpuk di jalan-jalan Gaza," papar Inlakesh.

4. Fokus Melemahkan Iran

Hingga September 2024, Iran tampaknya menjadi aktor terkuat di Asia Barat. Sekutunya, Hizbullah, melancarkan serangan harian terhadap posisi militer Israel yang mengakibatkan sekitar 100.000 warga Israel meninggalkan rumah mereka, sementara IDF tetap terjebak di Gaza dan terus menderita korban.

Sementara itu, milisi sekutu Teheran di Irak dan Houthi Yaman juga menyerang Israel.

"Namun, strategi perang yang menguras tenaga dari Poros Perlawanan Teheran ini kurang imajinatif, sehingga memberi waktu bagi Israel dan Amerika untuk menyusun sejumlah rencana untuk menghancurkan masing-masing garis depan secara individual," papar Inlakesh.

5. Gagal Menghancurkan Proksi Iran

Israel menguji batas-batas Iran melalui pembunuhan terencana terhadap tokoh-tokoh senior yang tergabung dalam Korps Garda Revolusi Islam (IRGC). Israel kemudian memutuskan untuk membunuh pejabat militer senior Hizbullah Fouad Shukr di Beirut, yang diikuti beberapa jam kemudian dengan pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran.

Respons yang kemudian datang dari Hizbullah sangat jinak, yang diperhitungkan untuk meredakan ketegangan, sementara Iran memutuskan untuk menahan diri dari serangan balik.

"Meskipun strategi ini ditujukan untuk mencegah konflik regional yang lebih luas, strategi ini akhirnya hanya berfungsi sebagai lampu hijau bagi Israel untuk meningkatkan ketegangan lebih jauh. Benjamin Netanyahu dan seluruh pimpinannya memutuskan untuk memanfaatkan keraguan yang ditunjukkan, sambil meyakini bahwa mereka telah menggertak Iran," ujar Inlakesh.

Pada tanggal 17 September, ribuan pager yang dipasangi bom meledak secara serentak di seluruh Lebanon, melukai dan membunuh warga sipil dan anggota Hizbullah. Hal ini jelas menjadi pukulan telak bagi komunikasi kelompok-kelompok Lebanon, sekaligus membuat masyarakat umum ketakutan dalam apa yang digambarkan oleh mantan kepala CIA Leon Panetta sebagai terorisme.

Bahkan setelah pukulan ini, Hizbullah tampak belum siap untuk meningkatkan serangannya menjadi perang habis-habisan. Akan tetapi, Israel masih belum selesai dengan serangan mereka, dan memutuskan untuk melancarkan kampanye pembunuhan yang menewaskan sebagian besar pimpinan senior kelompok tersebut, termasuk Sekretaris Jenderalnya Seyyed Hassan Nasrallah.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1027 seconds (0.1#10.140)