Siapakah Orang yang Pimpin Perlawanan terhadap Perintah Darurat Militer Presiden Korsel Yoon?
loading...
A
A
A
SEOUL - Pemimpin oposisi Korea Selatan (Korsel) Lee Jae-myung memimpin perlawanan terhadap deklarasi darurat militer Presiden Yoon Suk-yeol.
Lee menyerukan para pendukung dan anggota partainya untuk segera menuju gedung Majelis Nasional setelah deklarasi presiden yang mengejutkan dunia.
“Rakyat harus membela negara ini,” tegas Lee dalam siaran media sosial saat dia menuju gedung parlemen Korea Selatan.
Dia menambahkan, “Silakan datang ke Majelis Nasional.”
Sementara para politisi dari berbagai kubu politik mengecam perintah darurat militer Yoon, Lee, pemimpin Partai Demokrat Korea, menggerakkan sesama anggota parlemen untuk mengeluarkan resolusi yang mengikat secara hukum yang menolaknya.
Seorang pengacara buruh dari latar belakang sederhana, Lee adalah saingan lama Yoon, yang kalah dalam pemilu presiden 2022 dengan selisih kurang dari satu persen.
Seperti Yoon, karier politik Lee telah dinodai oleh berbagai skandal, tetapi dia secara luas dianggap sebagai tokoh progresif yang kuat dan lawan yang efektif bagi politik sayap kanan Yoon.
Bulan lalu, dia dibebaskan dari tuduhan memaksa saksi untuk memberikan sumpah palsu. Namun, dia masih menghadapi beberapa persidangan lain, termasuk penyuapan dan tuduhan yang sebagian besar terkait dengan skandal pengembangan properti senilai USD1 miliar.
Korsel telah lama dibentuk oleh masalah keamanan terkait Korea Utara (Korut) dan antikomunisme ideologis Perang Dingin.
Para politisi dan tokoh militer Korea Selatan pun sering kali menggunakan tuduhan simpati prokomunis yang tidak jelas definisinya untuk membenarkan penindasan terhadap lawan politik di dalam negeri.
Majalah Korea Selatan Hankyoreh, yang didirikan pada tahun 1980-an oleh jurnalis yang disingkirkan dari media selama kediktatoran negara tersebut, melaporkan Yoon sering menggunakan istilah “kekuatan antinegara” terhadap berbagai lawan politik.
Selama rapat kabinet pada tahun 2024, Hankyoreh melaporkan Yoon memicu badai kritik ketika dia mengatakan, “Kekuatan antinegara yang mengancam demokrasi bebas diam-diam beroperasi di masyarakat kita,” bekerja atas nama Korea Utara untuk “memperburuk kekacauan nasional dan memecah belah opini nasional.”
Lee menyerukan para pendukung dan anggota partainya untuk segera menuju gedung Majelis Nasional setelah deklarasi presiden yang mengejutkan dunia.
“Rakyat harus membela negara ini,” tegas Lee dalam siaran media sosial saat dia menuju gedung parlemen Korea Selatan.
Dia menambahkan, “Silakan datang ke Majelis Nasional.”
Sementara para politisi dari berbagai kubu politik mengecam perintah darurat militer Yoon, Lee, pemimpin Partai Demokrat Korea, menggerakkan sesama anggota parlemen untuk mengeluarkan resolusi yang mengikat secara hukum yang menolaknya.
Seorang pengacara buruh dari latar belakang sederhana, Lee adalah saingan lama Yoon, yang kalah dalam pemilu presiden 2022 dengan selisih kurang dari satu persen.
Seperti Yoon, karier politik Lee telah dinodai oleh berbagai skandal, tetapi dia secara luas dianggap sebagai tokoh progresif yang kuat dan lawan yang efektif bagi politik sayap kanan Yoon.
Bulan lalu, dia dibebaskan dari tuduhan memaksa saksi untuk memberikan sumpah palsu. Namun, dia masih menghadapi beberapa persidangan lain, termasuk penyuapan dan tuduhan yang sebagian besar terkait dengan skandal pengembangan properti senilai USD1 miliar.
Korsel telah lama dibentuk oleh masalah keamanan terkait Korea Utara (Korut) dan antikomunisme ideologis Perang Dingin.
Para politisi dan tokoh militer Korea Selatan pun sering kali menggunakan tuduhan simpati prokomunis yang tidak jelas definisinya untuk membenarkan penindasan terhadap lawan politik di dalam negeri.
Majalah Korea Selatan Hankyoreh, yang didirikan pada tahun 1980-an oleh jurnalis yang disingkirkan dari media selama kediktatoran negara tersebut, melaporkan Yoon sering menggunakan istilah “kekuatan antinegara” terhadap berbagai lawan politik.
Selama rapat kabinet pada tahun 2024, Hankyoreh melaporkan Yoon memicu badai kritik ketika dia mengatakan, “Kekuatan antinegara yang mengancam demokrasi bebas diam-diam beroperasi di masyarakat kita,” bekerja atas nama Korea Utara untuk “memperburuk kekacauan nasional dan memecah belah opini nasional.”
Baca Juga
(sya)