Menhan Rusia Kunjungi Korea Utara, Jaga Stabilitas Asia Timur Laut
loading...
A
A
A
PYONGYANG - Menteri Pertahanan (Menhan) Rusia Andrey Belousov mengunjungi Korea Utara (Korut) untuk berunding dengan Menhan Korut No Kwang-chol.
Keduanya akan fokus pada penerapan perjanjian kerja sama strategis yang ditandatangani Moskow dan Pyongyang tahun ini.
“Perjanjian tersebut dirancang untuk memainkan peran stabilisasi di Asia Timur Laut, memberikan kontribusi positif dalam menjaga keseimbangan kekuatan di kawasan tersebut, dan mengurangi risiko perang kembali terjadi di semenanjung (Korea), termasuk dengan penggunaan senjata nuklir,” papar pejabat militer Rusia di awal pertemuan.
Menteri Korea Utara mengatakan dia menghargai “pertukaran dan kerja sama yang energetik antara departemen militer” kedua negara.
Pertemuan tingkat tinggi tersebut dilakukan setelah klaim oleh Amerika Serikat (AS) dan sekutunya bahwa Pyongyang telah mengirim sekitar 12.000 tentara ke Rusia untuk pelatihan dan kemungkinan penempatan dalam konflik Ukraina.
Moskow dan Pyongyang tidak mengonfirmasi atau membantah penilaian tersebut.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan terserah kepada kedua negara, dan bukan pihak lain, untuk memutuskan bagaimana mereka memenuhi komitmen bersama mereka berdasarkan perjanjian baru tersebut.
Dokumen tersebut menetapkan Rusia dan Korea Utara berkomitmen untuk saling membantu jika terjadi tindakan agresi oleh pihak ketiga.
Pada bulan Agustus, Kiev melancarkan serangan ke Wilayah Kursk, yang secara universal diakui sebagai wilayah Rusia.
Negara-negara Barat mengklaim operasi tersebut dibenarkan oleh hak Ukraina untuk membela diri di tengah konflik bersenjata yang lebih luas dengan Rusia.
Moskow menganggap konflik Ukraina sebagai perang proksi yang dipimpin AS terhadap Rusia, di mana Ukraina digunakan sebagai "pendobrak".
Pejabat Rusia menuduh Washington secara konsisten meningkatkan situasi, termasuk dengan mengizinkan serangan jarak jauh dengan rudal sumbangan Barat terhadap wilayah Rusia.
Keputusan tersebut, yang diumumkan awal bulan ini, telah menjadikan AS dan negara donor lainnya yang senjatanya digunakan oleh Kiev sebagai pihak de facto dalam konflik tersebut, menurut Putin.
“Tanpa masukan langsung dari negara-negara pemasok, pasukan Ukraina tidak mampu meluncurkan senjata canggih tersebut,” tegas Putin.
Keduanya akan fokus pada penerapan perjanjian kerja sama strategis yang ditandatangani Moskow dan Pyongyang tahun ini.
“Perjanjian tersebut dirancang untuk memainkan peran stabilisasi di Asia Timur Laut, memberikan kontribusi positif dalam menjaga keseimbangan kekuatan di kawasan tersebut, dan mengurangi risiko perang kembali terjadi di semenanjung (Korea), termasuk dengan penggunaan senjata nuklir,” papar pejabat militer Rusia di awal pertemuan.
Menteri Korea Utara mengatakan dia menghargai “pertukaran dan kerja sama yang energetik antara departemen militer” kedua negara.
Pertemuan tingkat tinggi tersebut dilakukan setelah klaim oleh Amerika Serikat (AS) dan sekutunya bahwa Pyongyang telah mengirim sekitar 12.000 tentara ke Rusia untuk pelatihan dan kemungkinan penempatan dalam konflik Ukraina.
Moskow dan Pyongyang tidak mengonfirmasi atau membantah penilaian tersebut.
Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan terserah kepada kedua negara, dan bukan pihak lain, untuk memutuskan bagaimana mereka memenuhi komitmen bersama mereka berdasarkan perjanjian baru tersebut.
Dokumen tersebut menetapkan Rusia dan Korea Utara berkomitmen untuk saling membantu jika terjadi tindakan agresi oleh pihak ketiga.
Pada bulan Agustus, Kiev melancarkan serangan ke Wilayah Kursk, yang secara universal diakui sebagai wilayah Rusia.
Negara-negara Barat mengklaim operasi tersebut dibenarkan oleh hak Ukraina untuk membela diri di tengah konflik bersenjata yang lebih luas dengan Rusia.
Moskow menganggap konflik Ukraina sebagai perang proksi yang dipimpin AS terhadap Rusia, di mana Ukraina digunakan sebagai "pendobrak".
Pejabat Rusia menuduh Washington secara konsisten meningkatkan situasi, termasuk dengan mengizinkan serangan jarak jauh dengan rudal sumbangan Barat terhadap wilayah Rusia.
Keputusan tersebut, yang diumumkan awal bulan ini, telah menjadikan AS dan negara donor lainnya yang senjatanya digunakan oleh Kiev sebagai pihak de facto dalam konflik tersebut, menurut Putin.
“Tanpa masukan langsung dari negara-negara pemasok, pasukan Ukraina tidak mampu meluncurkan senjata canggih tersebut,” tegas Putin.
(sya)