Untuk Ke-5 Kalinya, AS Veto Resolusi DK PBB soal Gencatan Senjata Gaza
loading...
A
A
A
NEW YORK - Amerika Serikat (AS) telah menggunakan hak vetonya di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) pada hari Rabu untuk memblokir resolusi yang menyerukan gencatan senjata di Gaza.
Ini menandai kelima kalinya sejak Oktober 2023 bahwa Washington telah mencegah gencatan senjata di tengah perang brutal Israel yang sedang berlangsung di Gaza.
Resolusi DK PBB menyerukan "gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen" sementara juga mendesak pembebasan sandera yang saat ini ditahan oleh kelompok perlawanan Palestina di Jalur Gaza.
Dari 15 negara anggota DK PBB—termasuk 10 anggota tidak tetap—hanya Amerika yang memberikan suara menentang, dan kemudian menggunakan hak vetonya sebagai anggota tetap Dewan untuk memblokir resolusi tersebut.
Robert Wood, Wakil Duta Besar AS untuk PBB, mengatakan Washington telah menjelaskan bahwa mereka hanya akan mendukung resolusi yang secara eksplisit menyerukan pembebasan sandera segera sebagai bagian dari gencatan senjata.
"Akhir perang yang langgeng harus dicapai dengan pembebasan sandera. Kedua tujuan mendesak ini saling terkait erat. Resolusi ini mengabaikan kebutuhan itu, dan karena alasan itu, Amerika Serikat tidak dapat mendukungnya," katanya, seperti dikutip AFP, Kamis (21/11/2024).
Wood mengatakan AS telah mencari kompromi, tetapi teks resolusi yang diusulkan akan mengirimkan "pesan berbahaya" kepada kelompok militan Palestina; Hamas, bahwa "tidak perlu kembali ke meja perundingan".
Perang brutal Israel di Gaza telah menewaskan hampir 44.000 orang dan membuat hampir seluruh penduduk daerah kantong itu mengungsi setidaknya sekali.
Perang tanpa pandang bulu itu diluncurkan militer Zionis Israel sebagai respons terhadap serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel selatan, yang diklaim Zionis menewaskan 1.200 orang dan ratusan lainnya disandera.
Para anggota DK PBB mengecam keras AS karena memblokir resolusi yang diajukan oleh 10 anggota terpilih Dewan: Aljazair, Ekuador, Guyana, Jepang, Malta, Mozambik, Korea Selatan, Sierra Leone, Slovenia, dan Swiss.
"Sangat disesalkan bahwa karena penggunaan hak veto, Dewan ini sekali lagi gagal menegakkan tanggung jawabnya untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional," kata Duta Besar Malta untuk PBB Vanessa Frazier setelah pemungutan suara gagal, seraya menambahkan bahwa teks resolusi "sama sekali bukan resolusi maksimalis".
"Itu merupakan hal minimum yang diperlukan untuk mulai mengatasi situasi putus asa di lapangan," katanya.
Pakar keamanan pangan telah memperingatkan bahwa kelaparan akan segera terjadi di antara 2,3 juta penduduk Gaza.
Presiden AS Joe Biden, yang akan mengakhiri jabatannya pada 20 Januari, telah menawarkan dukungan diplomatik yang kuat kepada Israel dan terus menyediakan senjata untuk perang, sambil mencoba, namun tidak berhasil, untuk menengahi kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang akan membebaskan para sandera dengan imbalan warga Palestina yang ditahan oleh Israel.
Setelah memblokir resolusi sebelumnya tentang Gaza, Washington pada bulan Maret abstain dari pemungutan suara yang memungkinkan resolusi untuk disahkan yang menuntut gencatan senjata segera.
Seorang pejabat senior AS, yang memberi pengarahan kepada wartawan dengan syarat anonim menjelang pemungutan suara hari Rabu, mengatakan Inggris telah mengajukan bahasa baru yang akan didukung AS sebagai kompromi, tetapi ditolak oleh anggota terpilih.
Pejabat itu mengatakan beberapa anggota lebih tertarik untuk mendapatkan veto AS daripada berkompromi pada resolusi tersebut, menuduh musuh AS; Rusia dan China, mendorong para anggota tersebut.
Duta Besar Prancis Nicolas de Riviere mengatakan resolusi yang ditolak AS "dengan sangat tegas" mengharuskan pembebasan sandera.
"Prancis masih memiliki dua sandera di Gaza, dan kami sangat menyesalkan bahwa Dewan Keamanan tidak dapat merumuskan tuntutan ini," katanya.
Duta Besar China untuk PBB, Fu Cong, mengatakan setiap kali Amerika Serikat menggunakan hak vetonya untuk melindungi Israel, jumlah orang yang tewas di Gaza terus meningkat.
"Berapa banyak lagi orang yang harus mati sebelum mereka bangun dari tidur pura-pura mereka?" tanyanya.
"Bersikeras menetapkan prasyarat untuk gencatan senjata sama saja dengan memberi lampu hijau untuk melanjutkan perang dan memaafkan pembunuhan yang terus berlanjut."
Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon mengatakan sebelum pemungutan suara, teks tersebut bukanlah resolusi untuk perdamaian, tetapi "resolusi untuk menenangkan" Hamas.
"Sejarah akan mengingat siapa yang berdiri bersama para sandera dan siapa yang meninggalkan mereka," kata Danon.
Ini menandai kelima kalinya sejak Oktober 2023 bahwa Washington telah mencegah gencatan senjata di tengah perang brutal Israel yang sedang berlangsung di Gaza.
Resolusi DK PBB menyerukan "gencatan senjata segera, tanpa syarat, dan permanen" sementara juga mendesak pembebasan sandera yang saat ini ditahan oleh kelompok perlawanan Palestina di Jalur Gaza.
Dari 15 negara anggota DK PBB—termasuk 10 anggota tidak tetap—hanya Amerika yang memberikan suara menentang, dan kemudian menggunakan hak vetonya sebagai anggota tetap Dewan untuk memblokir resolusi tersebut.
Robert Wood, Wakil Duta Besar AS untuk PBB, mengatakan Washington telah menjelaskan bahwa mereka hanya akan mendukung resolusi yang secara eksplisit menyerukan pembebasan sandera segera sebagai bagian dari gencatan senjata.
"Akhir perang yang langgeng harus dicapai dengan pembebasan sandera. Kedua tujuan mendesak ini saling terkait erat. Resolusi ini mengabaikan kebutuhan itu, dan karena alasan itu, Amerika Serikat tidak dapat mendukungnya," katanya, seperti dikutip AFP, Kamis (21/11/2024).
Wood mengatakan AS telah mencari kompromi, tetapi teks resolusi yang diusulkan akan mengirimkan "pesan berbahaya" kepada kelompok militan Palestina; Hamas, bahwa "tidak perlu kembali ke meja perundingan".
Perang brutal Israel di Gaza telah menewaskan hampir 44.000 orang dan membuat hampir seluruh penduduk daerah kantong itu mengungsi setidaknya sekali.
Perang tanpa pandang bulu itu diluncurkan militer Zionis Israel sebagai respons terhadap serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 terhadap Israel selatan, yang diklaim Zionis menewaskan 1.200 orang dan ratusan lainnya disandera.
Para anggota DK PBB mengecam keras AS karena memblokir resolusi yang diajukan oleh 10 anggota terpilih Dewan: Aljazair, Ekuador, Guyana, Jepang, Malta, Mozambik, Korea Selatan, Sierra Leone, Slovenia, dan Swiss.
"Sangat disesalkan bahwa karena penggunaan hak veto, Dewan ini sekali lagi gagal menegakkan tanggung jawabnya untuk menjaga perdamaian dan keamanan internasional," kata Duta Besar Malta untuk PBB Vanessa Frazier setelah pemungutan suara gagal, seraya menambahkan bahwa teks resolusi "sama sekali bukan resolusi maksimalis".
"Itu merupakan hal minimum yang diperlukan untuk mulai mengatasi situasi putus asa di lapangan," katanya.
Pakar keamanan pangan telah memperingatkan bahwa kelaparan akan segera terjadi di antara 2,3 juta penduduk Gaza.
Presiden AS Joe Biden, yang akan mengakhiri jabatannya pada 20 Januari, telah menawarkan dukungan diplomatik yang kuat kepada Israel dan terus menyediakan senjata untuk perang, sambil mencoba, namun tidak berhasil, untuk menengahi kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas yang akan membebaskan para sandera dengan imbalan warga Palestina yang ditahan oleh Israel.
Setelah memblokir resolusi sebelumnya tentang Gaza, Washington pada bulan Maret abstain dari pemungutan suara yang memungkinkan resolusi untuk disahkan yang menuntut gencatan senjata segera.
Seorang pejabat senior AS, yang memberi pengarahan kepada wartawan dengan syarat anonim menjelang pemungutan suara hari Rabu, mengatakan Inggris telah mengajukan bahasa baru yang akan didukung AS sebagai kompromi, tetapi ditolak oleh anggota terpilih.
Pejabat itu mengatakan beberapa anggota lebih tertarik untuk mendapatkan veto AS daripada berkompromi pada resolusi tersebut, menuduh musuh AS; Rusia dan China, mendorong para anggota tersebut.
Duta Besar Prancis Nicolas de Riviere mengatakan resolusi yang ditolak AS "dengan sangat tegas" mengharuskan pembebasan sandera.
"Prancis masih memiliki dua sandera di Gaza, dan kami sangat menyesalkan bahwa Dewan Keamanan tidak dapat merumuskan tuntutan ini," katanya.
Duta Besar China untuk PBB, Fu Cong, mengatakan setiap kali Amerika Serikat menggunakan hak vetonya untuk melindungi Israel, jumlah orang yang tewas di Gaza terus meningkat.
"Berapa banyak lagi orang yang harus mati sebelum mereka bangun dari tidur pura-pura mereka?" tanyanya.
"Bersikeras menetapkan prasyarat untuk gencatan senjata sama saja dengan memberi lampu hijau untuk melanjutkan perang dan memaafkan pembunuhan yang terus berlanjut."
Duta Besar Israel untuk PBB Danny Danon mengatakan sebelum pemungutan suara, teks tersebut bukanlah resolusi untuk perdamaian, tetapi "resolusi untuk menenangkan" Hamas.
"Sejarah akan mengingat siapa yang berdiri bersama para sandera dan siapa yang meninggalkan mereka," kata Danon.
(mas)