Bikin Marah China, Jenderal AS Sebut Sistem Rudal Typhon di Negara Tetangga Indonesia Penting
loading...
A
A
A
MANILA - Seorang jenderal senior Amerika Serikat (AS) mengatakan pengerahan sistem rudal jarak menengah Typhon ke Filipina, negara tetangga Indonesia, sangat penting.
Mayor Jenderal Marcus Evans, komandan Divisi Infanteri ke-25 yang berbasis di Hawaii, mengabaikan kemarahan China atas pengerahan sistem misil canggih tersebut sejak awal tahun ini.
Penempatan senjata pertahanan itu memungkinkan pasukan AS dan Filipina untuk melakukan latihan tempur gabungan pada bulan April lalu, mempersiapkan potensi penggunaan persenjataan berat canggih di masa mendatang di negara kepulauan tersebut.
Typhon dipandang sebagai bagian penting dari kerja sama militer di kawasan Indo-Pasifik, tempat ketegangan dengan China meningkat.
"Apa yang dilakukannya secara kolektif, memberi kita kesempatan untuk memahami cara menggunakan kemampuan itu—tantangan lingkungan di sini sangat unik dibandingkan tempat lain di kawasan ini," kata Evans, seperti dikutip Newsweek, Selasa (22/10/2024).
Bulan lalu, kepala militer Filipina Jenderal Romeo Brawner Jr mengatakan dia ingin sistem rudal itu tetap berada di negaranya selamanya.
Sistem Typhon awalnya dijadwalkan untuk meninggalkan Filipina, namun tiga pejabat Filipina baru-baru ini mengungkapkan bahwa sistem itu akan tetap ada tanpa batas waktu, meskipun ada kemarahan dari China.
Sistem tersebut digunakan untuk menembakkan Standard Missile-6 (SM-6) dan Tomahawk Land Attack Missiles.
Kehadiran sistem ini terkait dengan kerja sama pertahanan AS-Filipina yang lebih luas, yang telah direvitalisasi menyusul serangkaian perjanjian pertahanan, khususnya Perjanjian Kerja Sama Pertahanan yang Ditingkatkan (EDCA).
Ditandatangani pada tahun 2014, EDCA memungkinkan pasukan AS untuk mengakses pangkalan militer Filipina yang ditunjuk secara bergilir.
"Itu adalah operasi yang sangat penting karena Anda dapat bekerja di lingkungan tersebut, tetapi yang terpenting, Anda bekerja bersama mitra kami di Filipina untuk memahami bagaimana itu akan diintegrasikan ke dalam operasi mereka," kata Evans.
Tekanan yang membayangi dari China atas sengketa teritorial di Laut China Selatan telah mendorong Filipina untuk meningkatkan pertahanannya.
Menteri Luar Negeri China Wang Yi berpendapat bahwa keberadaan sistem rudal AS di kawasan tersebut dapat merusak perdamaian dan meningkatkan ketegangan.
"Tidak sesuai dengan kepentingan negara-negara regional," katanya.
Evans mengindikasikan bahwa kerja sama militer AS-Filipina akan terus meningkat, terutama melalui latihan gabungan seperti Salaknib, yang akan menampilkan teknologi canggih AS, yang dijadwalkan tahun depan.
Menurutnya, latihan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesiapan tempur dan akan diperluas cakupannya.
"Secara konseptual, latihan ini dijadwalkan akan menjadi latihan yang lebih besar dan lebih kompleks," kata Evans, mengisyaratkan operasi pelatihan gabungan di berbagai medan, dari hutan utara hingga bekas pangkalan militer AS.
"Kami juga berencana membawa peralatan baru untuk berlatih bersama rekan satu tim tentara Filipina yang tahun lalu tidak kami miliki."
Sebagai sekutu perjanjian, kedua negara memastikan pertahanan bersama jika terjadi serangan.
"Tugas kami adalah menjadi 1 persen lebih baik setiap hari bersama rekan satu tim tentara Filipina," kata Evans.
"Hubungan yang dibangun, kesiapan yang dikembangkan, seharusnya menghilangkan keraguan tentang pentingnya aliansi kita."
Mayor Jenderal Marcus Evans, komandan Divisi Infanteri ke-25 yang berbasis di Hawaii, mengabaikan kemarahan China atas pengerahan sistem misil canggih tersebut sejak awal tahun ini.
Penempatan senjata pertahanan itu memungkinkan pasukan AS dan Filipina untuk melakukan latihan tempur gabungan pada bulan April lalu, mempersiapkan potensi penggunaan persenjataan berat canggih di masa mendatang di negara kepulauan tersebut.
Typhon dipandang sebagai bagian penting dari kerja sama militer di kawasan Indo-Pasifik, tempat ketegangan dengan China meningkat.
"Apa yang dilakukannya secara kolektif, memberi kita kesempatan untuk memahami cara menggunakan kemampuan itu—tantangan lingkungan di sini sangat unik dibandingkan tempat lain di kawasan ini," kata Evans, seperti dikutip Newsweek, Selasa (22/10/2024).
Bulan lalu, kepala militer Filipina Jenderal Romeo Brawner Jr mengatakan dia ingin sistem rudal itu tetap berada di negaranya selamanya.
Sistem Typhon awalnya dijadwalkan untuk meninggalkan Filipina, namun tiga pejabat Filipina baru-baru ini mengungkapkan bahwa sistem itu akan tetap ada tanpa batas waktu, meskipun ada kemarahan dari China.
Sistem tersebut digunakan untuk menembakkan Standard Missile-6 (SM-6) dan Tomahawk Land Attack Missiles.
Kehadiran sistem ini terkait dengan kerja sama pertahanan AS-Filipina yang lebih luas, yang telah direvitalisasi menyusul serangkaian perjanjian pertahanan, khususnya Perjanjian Kerja Sama Pertahanan yang Ditingkatkan (EDCA).
Ditandatangani pada tahun 2014, EDCA memungkinkan pasukan AS untuk mengakses pangkalan militer Filipina yang ditunjuk secara bergilir.
"Itu adalah operasi yang sangat penting karena Anda dapat bekerja di lingkungan tersebut, tetapi yang terpenting, Anda bekerja bersama mitra kami di Filipina untuk memahami bagaimana itu akan diintegrasikan ke dalam operasi mereka," kata Evans.
Tekanan yang membayangi dari China atas sengketa teritorial di Laut China Selatan telah mendorong Filipina untuk meningkatkan pertahanannya.
Menteri Luar Negeri China Wang Yi berpendapat bahwa keberadaan sistem rudal AS di kawasan tersebut dapat merusak perdamaian dan meningkatkan ketegangan.
"Tidak sesuai dengan kepentingan negara-negara regional," katanya.
Evans mengindikasikan bahwa kerja sama militer AS-Filipina akan terus meningkat, terutama melalui latihan gabungan seperti Salaknib, yang akan menampilkan teknologi canggih AS, yang dijadwalkan tahun depan.
Menurutnya, latihan tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesiapan tempur dan akan diperluas cakupannya.
"Secara konseptual, latihan ini dijadwalkan akan menjadi latihan yang lebih besar dan lebih kompleks," kata Evans, mengisyaratkan operasi pelatihan gabungan di berbagai medan, dari hutan utara hingga bekas pangkalan militer AS.
"Kami juga berencana membawa peralatan baru untuk berlatih bersama rekan satu tim tentara Filipina yang tahun lalu tidak kami miliki."
Sebagai sekutu perjanjian, kedua negara memastikan pertahanan bersama jika terjadi serangan.
"Tugas kami adalah menjadi 1 persen lebih baik setiap hari bersama rekan satu tim tentara Filipina," kata Evans.
"Hubungan yang dibangun, kesiapan yang dikembangkan, seharusnya menghilangkan keraguan tentang pentingnya aliansi kita."
(mas)