Demo Rusuh Memprotes UU 'Anti-Muslim' India, 6 Orang Tewas

Senin, 16 Desember 2019 - 09:44 WIB
Demo Rusuh Memprotes...
Demo Rusuh Memprotes UU 'Anti-Muslim' India, 6 Orang Tewas
A A A
NEW DELHI - Demo yang berujung dengan kerusuhan melanda wilayah India timur laut pada hari Minggu dengan korban tewas enam orang. Para demonstran memprotes undang-undang (UU) kewarganegaraan yang mengecualikan migran Muslim.

UU kontroversial itu disahkan parlemen hari Rabu dan ditandatangani Presiden India Ram Nath Kovind Kamis malam pekan lalu. UU itu mengamanatkan pemberian kewarganegaraan India bagi migran berbagai kelompok agama yang teraniaya di negara asalnya. Hanya saja, migran Muslim seperti Rohingya asal Myanmar tidak diakomodasi dalam UU tersebut.

Meski korban tewas berjatuhan, para pengunjuk rasa bersumpah akan terus melanjutkan aksi protes mereka. Pada hari Senin (16/12/2019), ketegangan masih memanas di pusat kerusuhan di kota terbesar negara bagian Assam, Guwahati. Pasukan polisi terlihat berpatroli di jalan-jalan sejak hari Minggu.

Di Assam, empat orang tewas setelah ditembak oleh polisi. Satu orang tewas ketika sebuah toko tempat dia tidur dibakar. Menurut para pejabat setempat, korban keenam tewas dipukuli saat protes.

Sekitar 5.000 orang mengambil bagian dalam demonstrasi baru pada hari Minggu di Guwahati, dengan ratusan polisi menonton ketika massa bernyanyi, berteriak dan membawa spanduk dengan kata-kata "Assam berumur panjang".

Selain memicu kekhawatiran di kalangan umat Islam, UU itu juga memicu protes dari warga India yang tidak senang tentang masuknya umat Hindu dari Bangladesh, yang sengaja datang untuk mendapatkan kewarganegaraan.

"Assam akan terus memprotes. India adalah negara demokrasi dan pemerintah harus mendengarkan kami," kata Karan Mili, seorang kolega dari salah satu korban, Iswor Nayak, 25, yang meninggal pada hari Minggu.

"Kami tidak menginginkan kekerasan tetapi protes akan terus berlanjut...Assam tidak akan berhenti sampai pemerintah mencabut UU," kata seorang demonstran lainnya, Pratima Sharma, seperti dikutip The Guardian, Senin (16/12/2019).

Para pejabat mengatakan, produksi minyak dan gas di negara bagian Assam terkena pemberlakuan jam malam, meskipun pembatasan jam malam dikurangi pada hari Minggu di mana beberapa toko dibuka.

Di negara bagian Benggala Barat, di mana protes berlangsung hingga hari ketiga, kepala menteri Mamata Banerjee—yang telah berbicara menentang desakan pemerintah nasional untuk menerapkan undang-undang itu—menangguhkan layanan internet di beberapa distrik.

Demonstran membakar ban, menggelar aksi duduk di jalan raya dan rel kereta api, serta membakar kereta api dan bus. Polisi antihuru-hara dikerahkan untuk membubarkan pengunjuk rasa dan layanan kereta api ditangguhkan di beberapa bagian timur.

Di ibu kota India, beberapa bus dibakar dan video yang di-posting di media sosial menunjukkan polisi menembakkan gas air mata kepada para pengunjuk rasa. Menurut Press Trust of India, sekitar 35 orang yang terluka dalam bentrokan itu dibawa ke rumah sakit.

Sedangkan pihak berwenang mengatakan sekolah di sekitar lokasi demo akan ditutup pada hari Senin.

Polisi juga memasuki Universitas Jamia Millia Islamia di Delhi untuk menangkap beberapa orang setelah bentrokan pecah. Namun, pihak kampus mengatakan para mahasiswanya tidak ambil bagian dalam kekerasan.

Perdana Menteri Narendra Modi menyalahkan Partai Kongres—kubu oposisi—atas kerusuhan itu. "Untuk menghormati orang-orang yang melarikan diri ke India dan dipaksa hidup sebagai pengungsi, kedua majelis parlemen mengesahkan RUU amandemen kewarganegaraan," katanya pada sebuah pertemuan umum di negara bagian Jharkhand timur.

"Kongres dan sekutunya menyalakan api Undang-Undang Kewarganegaraan tetapi orang-orang dari timur laut menolak kekerasan...Mereka (pendukung Kongres) melakukan pembakaran karena mereka tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan," ujarnya.

Menteri Dalam Negeri Amit Shah meminta semua pihak untuk tenang. "Budaya, bahasa, identitas sosial, dan hak-hak politik saudara-saudari kita dari timur laut akan tetap utuh," katanya.

Untuk kelompok-kelompok Islam, oposisi, aktivis hak asasi manusia dan lainnya di India, memandang UU baru ini sebagai bagian dari agenda nasionalis kubu Modi untuk memarginalkan 200 juta warga Muslim di India. Modi membantah tuduhan itu.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1190 seconds (0.1#10.140)