5 Alasan AS Selalu Gagal Menghentikan Perang di Timur Tengah

Kamis, 10 Oktober 2024 - 16:16 WIB
loading...
5 Alasan AS Selalu Gagal...
AS selalu gagal menghentikan perang di Timur Tengah. Foto/X/@USArmy
A A A
WASHINGTON - Setahun yang lalu, setelah serangan 7 Oktober dan dimulainya serangan Israel di Gaza, Joe Biden menjadi presiden Amerika Serikat (AS) pertama yang mengunjungi Israel di masa perang. Namun, ia juga mendesak para pemimpinnya untuk tidak mengulangi kesalahan yang dibuat Amerika yang "marah" setelah 9/11.

Joe Biden selalu menempatkan dirinya sebagai mediator dengan selalu mengusulkan gencatan senjata. Tapi, dalam hal bersamaan dia justru mengirimkan berbagai bom yang digunakan membunuh ribuan rakyat Gaza dan Lebanon.

5Alasan AS Selalu Gagal Menghentikan Perang di Timur Tengah

1. AS Adalah Sekutu Paling Setia Israel

Pada bulan September tahun ini di Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Presiden Biden memimpin rapat umum para pemimpin dunia yang mendesak pengekangan antara Israel dan Hizbullah. Netanyahu memberikan tanggapannya. Tangan panjang Israel, katanya, dapat menjangkau mana saja di kawasan itu.

Sembilan puluh menit kemudian, pilot Israel menembakkan bom "penghancur bunker" yang dipasok Amerika ke gedung-gedung di Beirut selatan. Serangan itu menewaskan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah. Itu menandai salah satu titik balik paling signifikan dalam setahun sejak Hamas melancarkan serangannya ke Israel pada 7 Oktober.

Diplomasi Biden terkubur di reruntuhan serangan udara Israel yang menggunakan bom yang dipasok Amerika.

2. AS Menutup Mata atas Genosida Israel

Satu tujuan terbesar diplomasi sebagaimana dinyatakan oleh pemerintahan Biden adalah untuk mendapatkan gencatan senjata untuk kesepakatan pembebasan sandera di Gaza. Taruhannya hampir tidak bisa lebih tinggi lagi. Setahun setelah Hamas menerobos pagar pembatas militer ke Israel selatan, tempat mereka membunuh lebih dari 1.200 orang dan menculik 250 orang, sejumlah sandera - termasuk tujuh warga negara AS - masih ditawan, dengan jumlah yang signifikan diyakini telah tewas.

Di Gaza, serangan balasan besar-besaran Israel telah menewaskan hampir 42.000 warga Palestina, menurut angka dari kementerian kesehatan yang dikelola Hamas, sementara wilayah itu telah berubah menjadi hamparan kehancuran, pengungsian, dan kelaparan.

Melansir BBC, ribuan warga Palestina lainnya hilang. PBB mengatakan jumlah pekerja bantuan yang tewas dalam serangan Israel mencapai rekor, sementara kelompok-kelompok kemanusiaan telah berulang kali menuduh Israel memblokir pengiriman - sesuatu yang secara konsisten dibantah oleh pemerintahnya.

Sementara itu, perang telah menyebar ke Tepi Barat yang diduduki dan ke Lebanon. Iran minggu lalu menembakkan 180 rudal ke Israel sebagai balasan atas pembunuhan Nasrallah, pemimpin kelompok Hizbullah yang didukung Iran. Konflik tersebut mengancam akan semakin dalam dan menyelimuti wilayah tersebut.

3. Penundaan Pengiriman Senjata AS ke Israel Hanya Sandiwara

Pejabat Biden mengklaim tekanan AS mengubah "bentuk operasi militer mereka", yang kemungkinan merujuk pada keyakinan dalam pemerintahan bahwa invasi Israel ke Rafah di selatan Gaza lebih terbatas daripada yang seharusnya, bahkan dengan sebagian besar kota itu kini hancur.

Sebelum invasi Rafah, Biden menangguhkan satu pengiriman bom seberat 2.000 pon dan 500 pon saat ia mencoba menghalangi Israel dari serangan habis-habisan. Namun, presiden tersebut langsung menghadapi reaksi keras dari Partai Republik di Washington dan dari Netanyahu sendiri yang tampaknya membandingkannya dengan "embargo senjata". Biden sejak itu mencabut sebagian penangguhan tersebut dan tidak pernah mengulanginya lagi.

Departemen Luar Negeri menegaskan bahwa tekanannya memang membuat lebih banyak bantuan mengalir, meskipun PBB melaporkan kondisi seperti kelaparan di Gaza awal tahun ini. “Melalui intervensi, keterlibatan, dan kerja keras Amerika Serikat, kami mampu menyalurkan bantuan kemanusiaan ke Gaza, yang bukan berarti ini... misi tercapai. Sama sekali tidak. Ini adalah proses yang sedang berlangsung,” kata juru bicara departemen luar negeri Matthew Miller.

Di kawasan tersebut, sebagian besar pekerjaan Biden dilakukan oleh kepala diplomatnya, Anthony Blinken. Ia telah melakukan sepuluh perjalanan ke Timur Tengah sejak Oktober dalam putaran diplomasi yang sangat cepat, sisi yang terlihat dari upaya di samping pekerjaan rahasia CIA dalam upaya menutup kesepakatan gencatan senjata Gaza antara Israel dan Hamas.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2333 seconds (0.1#10.140)