DPR AS Sahkan RUU untuk Beri Label Produk Permukiman Ilegal sebagai Buatan Israel
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat (AS) mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) pada Kamis (19/9/2024) yang menetapkan produk dari permukiman ilegal Israel di Tepi Barat yang diduduki sebagai produk dari "Israel".
RUU ini, yang diberi judul "Undang-Undang Pelabelan Anti-BDS," memperkuat kebijakan era Donald Trump yang menurut para kritikus melemahkan klaim teritorial Palestina yang diakui PBB dan mendukung upaya aneksasi Israel sambil secara langsung menargetkan gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) yang dipimpin Palestina.
RUU juga mengirimkan pesan yang jelas terhadap mereka yang mengadvokasi hak asasi manusia Palestina.
Kebijakan tersebut, yang diperkenalkan Menteri Luar Negeri AS saat itu Mike Pompeo pada tahun 2020, dipandang sebagian orang sebagai sesuatu yang melampaui batas upaya Israel sendiri.
Sekarang, kebijakan tersebut berada di ambang hukum AS yang permanen.
RUU tersebut, yang disponsori Anggota Kongres dari Partai Republik Claudia Tenney dari New York, disahkan dengan perolehan suara 231 berbanding 189 dan mendapat dukungan dari 16 Demokrat, termasuk beberapa anggota partai yang paling pro-Israel.
RUU tersebut mengamanatkan agar produk-produk dari Tepi Barat dan Gaza yang diduduki tidak lagi diberi label bersama tetapi terpisah, yang secara efektif menghapus pengakuan atas identitas mereka yang bersatu.
Produk-produk tersebut akan diberi label "Tepi Barat" atau "Gaza" dan bukan "Tepi Barat dan Gaza".
Proposal tersebut selanjutnya menetapkan produk-produk dari sebagian besar wilayah Tepi Barat yang diduduki akan diberi label sebagai "Produk Israel" atau "Buatan Israel."
Para kritikus memperingatkan undang-undang tersebut mempersulit upaya mendukung hak-hak Palestina dengan mempersulit pemboikotan produk-produk dari permukiman ilegal Israel.
Para penentang, termasuk Anggota Kongres Rashida Tlaib (Demokrat-Michigan), mengecam RUU tersebut sebagai langkah menuju pembersihan etnis, dengan mengatakan, "Suara 'ya' untuk RUU ini menghapus keberadaan orang-orang Palestina."
"Ya, benar, warga Palestina juga punya hak untuk hidup," tegas dia.
Tlaib, satu-satunya anggota Kongres Palestina-Amerika, menyoroti tren yang meresahkan dari anggota parlemen konservatif yang memicu permusuhan terhadap orang Arab, Muslim, dan Palestina.
Dia menunjuk pada sidang baru-baru ini di mana Senator John Kennedy (Republik-Louisiana) menyuarakan sentimen rasis, memberi tahu pakar Arab-Amerika Maya Berry bahwa dia harus "menyembunyikan (kepalanya) di dalam kantong".
"Ketentuan RUU ini, Ketua, mengandung implikasi kebencian dan diskriminatif," tegas Tlaib. "Kita harus bersatu melawannya dan menolaknya."
RUU tersebut akan diserahkan ke komite keuangan pekan depan. Jika RUU tersebut disahkan di Senat, hal itu akan semakin mempersulit upaya para pendukung hak-hak Palestina untuk mendukung produk buatan Palestina sambil memboikot barang-barang Israel.
"Konsumen berhak mengetahui apakah suatu produk berasal dari permukiman ilegal Israel sebelum melakukan pembelian," tulis Institute for Middle East Understanding Policy Project.
Para kritikus mengatakan RUU ini merupakan langkah lain yang diambil Kongres untuk mengikis hak Palestina untuk menentukan nasib sendiri.
Namun, secara global, Mahkamah Internasional, pengadilan pidana tertinggi, telah menganggap pendudukan Israel sebagai tindakan ilegal dan PBB, berdasarkan putusan ICJ, memberikan suara pekan ini untuk mendukung resolusi yang menyerukan diakhirinya pendudukan Israel atas wilayah Palestina dalam 12 bulan ke depan.
Para pendukung Palestina mengatakan mereka semakin menghadapi tantangan di seluruh AS, dengan RUU tersebut sebagai pengingat akan tugas berat mereka.
RUU ini, yang diberi judul "Undang-Undang Pelabelan Anti-BDS," memperkuat kebijakan era Donald Trump yang menurut para kritikus melemahkan klaim teritorial Palestina yang diakui PBB dan mendukung upaya aneksasi Israel sambil secara langsung menargetkan gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) yang dipimpin Palestina.
RUU juga mengirimkan pesan yang jelas terhadap mereka yang mengadvokasi hak asasi manusia Palestina.
Kebijakan tersebut, yang diperkenalkan Menteri Luar Negeri AS saat itu Mike Pompeo pada tahun 2020, dipandang sebagian orang sebagai sesuatu yang melampaui batas upaya Israel sendiri.
Sekarang, kebijakan tersebut berada di ambang hukum AS yang permanen.
RUU tersebut, yang disponsori Anggota Kongres dari Partai Republik Claudia Tenney dari New York, disahkan dengan perolehan suara 231 berbanding 189 dan mendapat dukungan dari 16 Demokrat, termasuk beberapa anggota partai yang paling pro-Israel.
RUU tersebut mengamanatkan agar produk-produk dari Tepi Barat dan Gaza yang diduduki tidak lagi diberi label bersama tetapi terpisah, yang secara efektif menghapus pengakuan atas identitas mereka yang bersatu.
Produk-produk tersebut akan diberi label "Tepi Barat" atau "Gaza" dan bukan "Tepi Barat dan Gaza".
Proposal tersebut selanjutnya menetapkan produk-produk dari sebagian besar wilayah Tepi Barat yang diduduki akan diberi label sebagai "Produk Israel" atau "Buatan Israel."
Para kritikus memperingatkan undang-undang tersebut mempersulit upaya mendukung hak-hak Palestina dengan mempersulit pemboikotan produk-produk dari permukiman ilegal Israel.
Para penentang, termasuk Anggota Kongres Rashida Tlaib (Demokrat-Michigan), mengecam RUU tersebut sebagai langkah menuju pembersihan etnis, dengan mengatakan, "Suara 'ya' untuk RUU ini menghapus keberadaan orang-orang Palestina."
"Ya, benar, warga Palestina juga punya hak untuk hidup," tegas dia.
Tlaib, satu-satunya anggota Kongres Palestina-Amerika, menyoroti tren yang meresahkan dari anggota parlemen konservatif yang memicu permusuhan terhadap orang Arab, Muslim, dan Palestina.
Dia menunjuk pada sidang baru-baru ini di mana Senator John Kennedy (Republik-Louisiana) menyuarakan sentimen rasis, memberi tahu pakar Arab-Amerika Maya Berry bahwa dia harus "menyembunyikan (kepalanya) di dalam kantong".
"Ketentuan RUU ini, Ketua, mengandung implikasi kebencian dan diskriminatif," tegas Tlaib. "Kita harus bersatu melawannya dan menolaknya."
RUU tersebut akan diserahkan ke komite keuangan pekan depan. Jika RUU tersebut disahkan di Senat, hal itu akan semakin mempersulit upaya para pendukung hak-hak Palestina untuk mendukung produk buatan Palestina sambil memboikot barang-barang Israel.
"Konsumen berhak mengetahui apakah suatu produk berasal dari permukiman ilegal Israel sebelum melakukan pembelian," tulis Institute for Middle East Understanding Policy Project.
Para kritikus mengatakan RUU ini merupakan langkah lain yang diambil Kongres untuk mengikis hak Palestina untuk menentukan nasib sendiri.
Namun, secara global, Mahkamah Internasional, pengadilan pidana tertinggi, telah menganggap pendudukan Israel sebagai tindakan ilegal dan PBB, berdasarkan putusan ICJ, memberikan suara pekan ini untuk mendukung resolusi yang menyerukan diakhirinya pendudukan Israel atas wilayah Palestina dalam 12 bulan ke depan.
Para pendukung Palestina mengatakan mereka semakin menghadapi tantangan di seluruh AS, dengan RUU tersebut sebagai pengingat akan tugas berat mereka.
(sya)