Survei: Jika Korut dan Jepang Perang, Korsel Bela Kim Jong-un

Jum'at, 08 November 2019 - 07:26 WIB
Survei: Jika Korut dan Jepang Perang, Korsel Bela Kim Jong-un
Survei: Jika Korut dan Jepang Perang, Korsel Bela Kim Jong-un
A A A
SEOUL - Sebuah survei baru menunjukkan mayoritas warga Korea Selatan (Korsel) memilih membela rezim Kim Jong-un jika Korea Utara (Korut) dan Jepang berperang. Hasil survei ini mengejutkan masyarakat di luar Semenanjung Korea karena selama ini Seoul dan Tokyo menjadi sekutu Amerika Serikat (AS) yang memusuhi Pyongyang.

Jajak pendapat berjudul "The Situation in Northeast Asia and South Koreans" menemukan bahwa 45,5 persen responden akan mendukung Korea Utara, hanya 15,1 persen yang mendukung Jepang, dan 39,4 menjawab tidak dapat memutuskan.

Survei itu dilakukan oleh sebuah lembaga think tank Korea Institute for National Unification yang disponsori oleh negara Korsel yang dipimpin oleh peneliti Lee Sang Sin. Jajak pendapat melibatkan 1.000 peserta dan dilakukan antara 2018 hingga Oktober 2019.

Temuan ini dipresentasikan hari Rabu lalu di Forum Perdamaian ke-11 lembaga tersebut.

Lee mengatakan hasil jajak pendapat itu tidak begitu mengejutkan bagi mereka yang telah mengikuti geopolitik regional untuk waktu yang lama, terutama pemanasan hubungan antara kedua Korea. Menurutnya, afiliasi politik tidak memengaruhi jawaban responden.

Kedua Korea pernah diduduki oleh Jepang pada paruh pertama abad 20. Setelah akhir Perang Dunia II dan awal Perang Dingin, Semenanjung Korea terpecah menjadi Korsel dan Korut.

Perang Korea 1950-1953 tidak pernah berakhir secara resmi. Namun pada hari Selasa lalu, 71 anggota Majelis Nasional Korea Selatan mengajukan resolusi yang menyerukan untuk mengakhiri permusuhan resmi antara kedua Korea.

Pemimpin Korut Kim Jong-un telah menghadiri tiga pertemuan puncak (KTT) perdamaian dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in dan telah bertemu dengan Presiden Amerika Serikat Donald Trump tiga kali, termasuk pertemuan bersejarah di perbatasan Korea. Kim juga telah bertemu dengan Presiden China Xi Jinping serta Presiden Rusia Vladimir Putin.

"Bagi orang Korea Selatan, Korea Utara seperti pengacau dalam keluarga, seekor domba hitam," kata Lee kepada Newsweek, yang dikutip Jumat (8/11/2019).

"Kami membenci dan membenci Korea Utara, tetapi pada saat yang sama, kami tidak ingin melihat Korea Utara dipukuli oleh negara lain," ujarnya.

"Demikian pula, setiap kali Korea Selatan memiliki sengketa wilayah tentang Dokdo (apa yang orang Jepang sebut sebagai Takeshima) dengan Jepang, Korea Utara memihak Korea Selatan," imbuh dia.

Orang Korea menyebut kawasan laut sebagai Laut Timur, sedangkan Jepang mengklaimnya sebagai Laut Jepang. Pertikaian tentang zona maritim yang disengketakan meningkat baru-baru ini setelah patroli gabungan Rusia-China dituduh melintasi perbatasan.

Tokyo dan Seoul juga saling mengerahkan beberapa jet tempur sebagai tanggapan dan mengklaim eksklusivitas dalam menangani situasi. Kedua negara ini terlibat perselisihan yang pada puncaknya Jepang memberlakukan sanksi perdagangan terhadap Korea Selatan. Hal itu membuat Korsel mengakhiri pakta berbagi informasi intelijen.

"Ini adalah salah satu fase terburuk dalam sejarah hubungan kami sejak normalisasi hubungan," kata seorang pejabat Kementerian Luar Negeri Jepang.

Sementara itu, Korea Utara terus meluncurkan uji coba rudal dalam upaya untuk memulai kembali perundingan perdamaian dengan Korea Selatan dan AS, dalam langkah yang telah dikutuk keras oleh Tokyo. (Baca: Rezim Kim Jong-un Sebut PM Jepang Tolol, Haramkan Injak Tanah Korut )

Ketegangan regional semakin meningkat pada hari Kamis ketika Korea Utara membuat beberapa pernyataan makian kasar terhadap Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe. Makian itu sebagai respons marah Pyongyang setelah Tokyo mengutuk uji coba senjata terbaru Korut.

"Perdana Menteri Jepang Abe, yang sekarang membuat keributan atas uji peluncur roket ganda super besar kami seolah-olah hulu ledak nuklir telah jatuh di tanah Jepang, adalah tolol," tulis KCNA mengutip pernyataan duta besar Korea Utara untuk hubungan dengan Jepang, Song Il Ho.

"Abe, yang telah membuat pernyataan keliru tentang tindakan pembelaan diri kita yang sah dengan secara sembrono mengibas-ngibaskan lidahnya...bahkan seharusnya tidak bermimpi melewati ambang batas Pyongyang," lanjut Song, merujuk pada larangan bagi PM Jepang itu untuk berkunjung ke Korea Utara.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4288 seconds (0.1#10.140)