250.000 Warga Palestina Mengungsi di Gaza Hanya pada Bulan Agustus
loading...
A
A
A
JALUR GAZA - Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB (OCHA) mengumumkan militer Israel telah memaksa 250.000 warga Palestina mengungsi hanya pada bulan Agustus di Jalur Gaza.
“Evakuasi massal di Gaza menghambat kelangsungan hidup dan sangat membatasi operasi bantuan. Selama bulan Agustus saja, pasukan Israel telah mengeluarkan 12 perintah evakuasi, yang memaksa hampir 250.000 orang untuk pindah lagi,” tulis organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa di X pada Jumat (23/8/2024).
Postingan tersebut dibuat berdasarkan pernyataan yang sebelumnya dibuat Muhannad Hadi, Koordinator Kemanusiaan untuk Wilayah Palestina yang Diduduki.
Pernyataan Hadi yang dipublikasikan pada tanggal 22 Agustus mengatakan, “Perintah evakuasi massal berturut-turut yang dikeluarkan pasukan Israel di tengah permusuhan telah mengungsikan 90% penduduk Gaza sejak Oktober 2023, seringkali beberapa kali, yang membuat mereka rentan terhadap bahaya dan merampas kebutuhan pokok mereka untuk bertahan hidup.”
Dia menekankan pada bulan Agustus saja Israel telah mengeluarkan 12 perintah evakuasi, rata-rata dua hari sekali, yang memaksa 250.000 orang mengungsi lagi.
“Baru kemarin, puluhan ribu warga sipil di empat lingkungan di Deir Al-Balah dan Khan Younis diperintahkan untuk mengungsi,” ujar Hadi, menekankan perintah evakuasi ini juga memengaruhi staf beberapa badan PBB dan pekerja bantuan kemanusiaan.
Hadi membantah klaim Israel bahwa perintah pengungsian dikeluarkan untuk melindungi warga sipil Palestina.
“Jika perintah evakuasi dimaksudkan untuk melindungi warga sipil, faktanya perintah tersebut justru mengarah pada hal yang sebaliknya. Perintah tersebut memaksa keluarga untuk mengungsi lagi, sering kali di bawah tembakan dan dengan sedikit barang bawaan yang dapat mereka bawa, ke daerah yang semakin menyempit yang penuh sesak, tercemar, dengan layanan terbatas dan seperti bagian lain Gaza, tidak aman,” tulis dia.
“Orang-orang kehilangan akses ke layanan yang penting untuk kelangsungan hidup mereka, termasuk fasilitas medis, tempat penampungan, sumur air, dan pasokan kemanusiaan,” tegas dia.
Hadi mengungkapkan bahwa pasokan air di Deir Al-Balah telah berkurang setidaknya 70% akibat penutupan pompa dan pabrik desalinasi di daerah evakuasi.
Dia juga menyatakan bahwa terdapat kelangkaan klorin untuk mendisinfeksi air dan persediaan cadangan diperkirakan hanya cukup untuk satu bulan, yang berisiko menyebarkan penyakit, infeksi kulit, hepatitis A, dan polio.
“Warga sipil kelelahan dan ketakutan, berlarian dari satu tempat yang hancur ke tempat lain, tanpa ada tanda-tanda akan berakhir,” papar koordinator kemanusiaan tersebut.
Pejabat OCHA memperingatkan bahwa hal ini tidak dapat terus berlanjut. “Hukum humaniter internasional menuntut agar para pihak melindungi warga sipil dan memenuhi kebutuhan pokok mereka. Jalan ke depan sudah jelas dan mendesak; lindungi warga sipil, bebaskan para sandera, fasilitasi akses kemanusiaan, setujui gencatan senjata,” pungkas Hadi.
Pernyataan terbaru OCHA muncul beberapa hari setelah Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNRWA) melaporkan Israel telah mengecilkan apa yang disebut 'zona kemanusiaan' di Jalur Gaza yang terkepung menjadi hanya 11% dari wilayah kantong itu yang menyebabkan kekacauan dan ketakutan di antara warga Palestina yang mengungsi.
PBB mengumumkan pada Agustus bahwa 84% penduduk di Gaza berada di bawah perintah evakuasi.
Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) telah memperingatkan bulan lalu terhadap perintah evakuasi rezim kolonial rasis Israel yang berulang-ulang terhadap warga Palestina di Gaza.
OCHA mengatakan, “Perintah itu hanya akan memperparah penderitaan massal bagi keluarga Palestina."
“Evakuasi massal di Gaza menghambat kelangsungan hidup dan sangat membatasi operasi bantuan. Selama bulan Agustus saja, pasukan Israel telah mengeluarkan 12 perintah evakuasi, yang memaksa hampir 250.000 orang untuk pindah lagi,” tulis organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa di X pada Jumat (23/8/2024).
Postingan tersebut dibuat berdasarkan pernyataan yang sebelumnya dibuat Muhannad Hadi, Koordinator Kemanusiaan untuk Wilayah Palestina yang Diduduki.
Pernyataan Hadi yang dipublikasikan pada tanggal 22 Agustus mengatakan, “Perintah evakuasi massal berturut-turut yang dikeluarkan pasukan Israel di tengah permusuhan telah mengungsikan 90% penduduk Gaza sejak Oktober 2023, seringkali beberapa kali, yang membuat mereka rentan terhadap bahaya dan merampas kebutuhan pokok mereka untuk bertahan hidup.”
Dia menekankan pada bulan Agustus saja Israel telah mengeluarkan 12 perintah evakuasi, rata-rata dua hari sekali, yang memaksa 250.000 orang mengungsi lagi.
“Baru kemarin, puluhan ribu warga sipil di empat lingkungan di Deir Al-Balah dan Khan Younis diperintahkan untuk mengungsi,” ujar Hadi, menekankan perintah evakuasi ini juga memengaruhi staf beberapa badan PBB dan pekerja bantuan kemanusiaan.
Hadi membantah klaim Israel bahwa perintah pengungsian dikeluarkan untuk melindungi warga sipil Palestina.
“Jika perintah evakuasi dimaksudkan untuk melindungi warga sipil, faktanya perintah tersebut justru mengarah pada hal yang sebaliknya. Perintah tersebut memaksa keluarga untuk mengungsi lagi, sering kali di bawah tembakan dan dengan sedikit barang bawaan yang dapat mereka bawa, ke daerah yang semakin menyempit yang penuh sesak, tercemar, dengan layanan terbatas dan seperti bagian lain Gaza, tidak aman,” tulis dia.
“Orang-orang kehilangan akses ke layanan yang penting untuk kelangsungan hidup mereka, termasuk fasilitas medis, tempat penampungan, sumur air, dan pasokan kemanusiaan,” tegas dia.
Hadi mengungkapkan bahwa pasokan air di Deir Al-Balah telah berkurang setidaknya 70% akibat penutupan pompa dan pabrik desalinasi di daerah evakuasi.
Dia juga menyatakan bahwa terdapat kelangkaan klorin untuk mendisinfeksi air dan persediaan cadangan diperkirakan hanya cukup untuk satu bulan, yang berisiko menyebarkan penyakit, infeksi kulit, hepatitis A, dan polio.
“Warga sipil kelelahan dan ketakutan, berlarian dari satu tempat yang hancur ke tempat lain, tanpa ada tanda-tanda akan berakhir,” papar koordinator kemanusiaan tersebut.
Pejabat OCHA memperingatkan bahwa hal ini tidak dapat terus berlanjut. “Hukum humaniter internasional menuntut agar para pihak melindungi warga sipil dan memenuhi kebutuhan pokok mereka. Jalan ke depan sudah jelas dan mendesak; lindungi warga sipil, bebaskan para sandera, fasilitasi akses kemanusiaan, setujui gencatan senjata,” pungkas Hadi.
Pernyataan terbaru OCHA muncul beberapa hari setelah Badan Bantuan dan Pekerjaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNRWA) melaporkan Israel telah mengecilkan apa yang disebut 'zona kemanusiaan' di Jalur Gaza yang terkepung menjadi hanya 11% dari wilayah kantong itu yang menyebabkan kekacauan dan ketakutan di antara warga Palestina yang mengungsi.
PBB mengumumkan pada Agustus bahwa 84% penduduk di Gaza berada di bawah perintah evakuasi.
Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) telah memperingatkan bulan lalu terhadap perintah evakuasi rezim kolonial rasis Israel yang berulang-ulang terhadap warga Palestina di Gaza.
OCHA mengatakan, “Perintah itu hanya akan memperparah penderitaan massal bagi keluarga Palestina."
(sya)