Pemimpin Hizbullah: Menunggu adalah Bagian dari Hukuman untuk Israel
loading...
A
A
A
“Tujuan pertempuran sekarang bukanlah untuk menyingkirkan Israel, tetapi untuk mencegahnya melenyapkan Perlawanan. Israel berperang tanpa aturan atau garis merah dan menghadapi mereka serta mencegah mereka menang adalah tugas moral dan agama,” ujar dia.
Dia menyatakan, “Pembunuhan Haniyeh dan Shukr tidak mengubah apa pun dalam perjalanan pertempuran, Israel berada dalam situasi yang sulit dan perlawanan telah meningkatkan operasinya.”
“Kami menyerukan kepada perlawanan dan garis depan pendukung untuk terus bekerja sebagaimana yang telah kami lakukan selama beberapa bulan terakhir,” ungkap dia.
“Dalam pertempuran ini, Suriah dan Iran diharuskan untuk memberikan dukungan moral dan politik serta fasilitas. Iran berkewajiban untuk berperang setelah pembunuhan martir Haniyeh di Teheran, tetapi tidak diharuskan untuk terlibat dalam pertempuran permanen,” ungkap dia.
Dia menekankan, “Suriah dan Iran diharuskan untuk memberikan dukungan material dan militer meskipun mereka mengalami semua tekanan. Saya menyerukan kepada rakyat Lebanon untuk memahami besarnya risiko yang ada. Kami berkomitmen untuk menanggapi setelah pembunuhan Fouad Shukr.”
“Penantian Israel selama seminggu merupakan bagian dari hukuman dan pembalasan. Iran, Hizbullah, dan Yaman akan menanggapi setelah pembunuhan Haniyeh, Shukr, dan pengeboman Hodeidah,” papar dia.
Menurut dia, “Keadaan penantian saat ini merupakan bagian dari pertempuran dan meninggalkan bayangan besar pada pendudukan. Musuh tidak berani mengatakan kebenaran tentang apa yang terjadi di Majdal Shams. Kami tidak melakukan eskalasi dan Israel memilihnya. Tanggapan kami akan segera datang.”
“Sejak dimulainya perang Israel di Gaza, pada 7 Oktober, gerakan Hizbullah Lebanon telah terlibat secara langsung, tetapi relatif terbatas dalam perang melawan pendudukan Israel,” ungkap dia.
Namun, dalam beberapa minggu terakhir, intensitas pertempuran telah meningkat, yang menimbulkan kekhawatiran bahwa perang habis-habisan antara Hizbullah dan tentara Israel akan segera terjadi.”
Israel telah menduduki sebagian wilayah Lebanon selama beberapa dekade dan baru meninggalkan negara tersebut pada tahun 2000, setelah perlawanan keras Lebanon di bawah komando Hizbullah.
Dia menyatakan, “Pembunuhan Haniyeh dan Shukr tidak mengubah apa pun dalam perjalanan pertempuran, Israel berada dalam situasi yang sulit dan perlawanan telah meningkatkan operasinya.”
“Kami menyerukan kepada perlawanan dan garis depan pendukung untuk terus bekerja sebagaimana yang telah kami lakukan selama beberapa bulan terakhir,” ungkap dia.
“Dalam pertempuran ini, Suriah dan Iran diharuskan untuk memberikan dukungan moral dan politik serta fasilitas. Iran berkewajiban untuk berperang setelah pembunuhan martir Haniyeh di Teheran, tetapi tidak diharuskan untuk terlibat dalam pertempuran permanen,” ungkap dia.
Dia menekankan, “Suriah dan Iran diharuskan untuk memberikan dukungan material dan militer meskipun mereka mengalami semua tekanan. Saya menyerukan kepada rakyat Lebanon untuk memahami besarnya risiko yang ada. Kami berkomitmen untuk menanggapi setelah pembunuhan Fouad Shukr.”
“Penantian Israel selama seminggu merupakan bagian dari hukuman dan pembalasan. Iran, Hizbullah, dan Yaman akan menanggapi setelah pembunuhan Haniyeh, Shukr, dan pengeboman Hodeidah,” papar dia.
Menurut dia, “Keadaan penantian saat ini merupakan bagian dari pertempuran dan meninggalkan bayangan besar pada pendudukan. Musuh tidak berani mengatakan kebenaran tentang apa yang terjadi di Majdal Shams. Kami tidak melakukan eskalasi dan Israel memilihnya. Tanggapan kami akan segera datang.”
“Sejak dimulainya perang Israel di Gaza, pada 7 Oktober, gerakan Hizbullah Lebanon telah terlibat secara langsung, tetapi relatif terbatas dalam perang melawan pendudukan Israel,” ungkap dia.
Namun, dalam beberapa minggu terakhir, intensitas pertempuran telah meningkat, yang menimbulkan kekhawatiran bahwa perang habis-habisan antara Hizbullah dan tentara Israel akan segera terjadi.”
Israel telah menduduki sebagian wilayah Lebanon selama beberapa dekade dan baru meninggalkan negara tersebut pada tahun 2000, setelah perlawanan keras Lebanon di bawah komando Hizbullah.