Naik Haji, Korban Selamat Pembantaian Christchurch Temukan Kedamaian

Sabtu, 10 Agustus 2019 - 12:57 WIB
Naik Haji, Korban Selamat Pembantaian Christchurch Temukan Kedamaian
Naik Haji, Korban Selamat Pembantaian Christchurch Temukan Kedamaian
A A A
MEKKAH - Maryam Gul (31) menemukan kedamaian sepenuhnya saat ia menatap Kabah. Ia merasa jauh dari masjid Linwood di Christchurch, Selandia Baru tempat ibu, ayah dan saudara lelakinya ditembak mati awal tahun ini.

"Saya pikir saya sedang melihat sebuah simbol, simbol perdamaian. Sebuah simbol Tuhan. Dia ada di sini," kata Gul seperti dikutip dari CNN, Sabtu (10/8/2018).

Gul adalah satu dari 200 orang yang tiba di Mekkah, Arab Saudi, dari Christchurch pada minggu ini untuk menunaikan ibadah Haji. Mereka selamat dari serangan teroris pada bulan Maret lalu di dua masjid yang menewaskan kerabat mereka.

Lima puluh satu orang terbunuh dalam serangan yang dilakukan oleh seorang pria kulit putih nasionalis saat shalat Jumat.

Raja Arab Saudi, Raja Salman, mengundang para korban untuk naik haji yang biayanya ditanggung pemerintah Arab Saudi. Wawancara CNN dengan jamaah Christchurch di Mekah difasilitasi oleh Pusat Komunikasi Internasional kerajaan.

Dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan oleh kantor berita resmi Saudi, Menteri Urusan Islam Abdullatif bin Abdulaziz Al-Sheikh mengatakan perjalanan yang didanai negara itu adalah bagian dari upaya kerajaan untuk menghadapi dan mengalahkan terorisme dan teroris. Korban dan kerabat korban di Christchurch mengatakan bahwa ibadah Haji telah menjadi sarana penyembuhan dari kekerasan yang mengubah hidup mereka.

"Perasaan saya lebih tenang sekarang. Saya lebih teratur. Saya tidak lagi dalam kekacauan. Saya tidak lagi dalam suasana hati yang buruk," aku Gul.

"Saya lebih tenang sekarang. Saya lebih berkonsentrasi untuk melakukan dan menyebarkan perdamaian," imbuhnya.

Sementara korban pembantaian Christchurch lainnya, Taj Mohammed memiliki perasaan yang sama dengan Gul.

"Itu adalah hari yang sangat istimewa," kata Mohammed (47) mengingat saat ia menerima undangan untuk melakukan haji. "Saya sangat senang."

Mohammed ditembak di kaki tiga kali di masjid al-Noor di Christchurch. Karena lukanya, ia harus melakukan tawaf dengan tongkat atau di kursi roda.

Dia mengatakan pengalaman spiritual telah meringankan penyakitnya dan mengisinya dengan rasa terima kasih. "Tidak mudah datang untuk menunaikan haji," kata Mohammed.

Bagi jamaah Muslim di Selandia Baru, sekitar 9.500 mil dari Mekah, perjalanan ini sangat sulit. "Ini perjalanan seumur hidup. Ini perjalanan impian. Saya tidak percaya saya di sini," kata penyintas pembantaian Christchurch lainnya, Rashid Omar (51) seorang tukang listrik kelahiran Singapura.

Omar mengatakan dia tidak berencana untuk menerima undangan Raja Salman karena istri dan anak-anaknya tidak dapat ikut dengannya. Tetapi istrinya akhirnya membujuknya untuk menerima undangan tersebut.

"Kami terkejut karena kami belum siap," kata Omar, mengingat saat keluarganya menerima undangan untuk pergi ke haji. "(Kami pikir) siapa yang akan menjaga anak-anak, siapa yang akan pergi?'" tuturnya.

Dia sedang melafalkan doa untuk putranya, Tariq Omar (34) yang ditembak dan dibunuh di Christchurch.

"Saya mencari ketenangan pikiran, untuk cara spiritual saya sendiri," kata Omar. "Saya hanya ingin membuat permohonan khusus untuk putraku, Tariq, dan juga keluargaku," imbuhnya.

Suaranya terputus-putus ketika dia berbicara tentang kematian putranya. "Dia berada di masjid ketika dia ditembak," kata Omar.

"Kami tidak mengetahuinya sampai beberapa hari kemudian. Aku benar-benar berharap ini akan menyembuhkan diriku sendiri dan seluruh keluargaku," harapnya.

Bagi para korban selamat pembantain Christchurch di Mekah, ibadah haji tidak hanya menawarkan penyembuhan spiritual, tetapi juga kesempatan untuk berkumpul dan berbicara, berbagi dengan korban lainnya.

"Sangat baik (untuk bersama). Kita dapat berbicara satu sama lain. Kita dapat berbicara tentang perasaan kita tentang bagaimana semuanya mempengaruhi kita," kata Omar.

"Ini proses penyembuhan untuk diriku sendiri," sambungnya.

Para korban berbicara tentang perjuangan dan harapan mereka untuk masa depan, bagaimana iman mereka telah membantu mereka pulih dari serangan itu. Mereka bahkan mendiskusikan pikiran mereka tentang pelaku penyerangan itu sendiri.

"Saya berdoa untuk pelaku penyerangan agar dia mendapatkan petunjuk bahwa Islam bukan agama kebencian. Ini agama damai," kata Gul, yang berada di Mekah bersama empat anaknya, termasuk bayi yang baru lahir.

Dia telah merencanakan untuk naik Haji bersama orang tuanya, tetapi insiden Christchurch memberikan pukulan yang fatal terhadap rencana mereka.

"Aku bisa memaafkan orang itu. Aku benar-benar bisa memaafkannya atas apa yang telah dilakukannya. Jika dia bertobat," kata Gul.

"Aku bisa memaafkannya. Aku ingin dia menjadi orang yang lebih baik juga," sambungnya.

Gul telah berada di Mekah sejak Senin, terbenam dalam ibadah dan refleksi tentang kerabatnya yang meninggal. Dia berkata bahwa dia merasakan kehadiran mereka di tempat suci itu bersamanya.

"Mereka bersama saya sepanjang waktu. Saya berbicara dengan mereka. Saya memberi tahu mereka 'oh, ibu, saya di sini di Mekkah - saya telah diundang,'" kata Gul.

"Aku berpikir pada diriku sendiri bahwa mungkin mereka juga ada di sini, melakukan doa-doa mereka. Mungkin jiwa mereka ada di sini," ujarnya.

Dalam sebuah pesan kepada Raja Salman, dia menambahkan: "Saya sangat berterima kasih kepada pemerintah Saudi bahwa mereka membawa kami ke sini untuk mengalami perjalanan ini. Saya berdoa agar mereka berbuat lebih baik dan membawa lebih banyak orang yang patah hati di sini."

Terlepas dari penyembuhan, pengampunan dan kehidupan setelah tragedi, kerabat korban Christchurch mengatakan mereka juga berdoa untuk orang lain, orang asing di seluruh dunia, agar terhindar dari rasa sakit terorisme.

"Tujuan utama saya adalah - selain memenuhi rukun Islam kelima (ibadah haji) - adalah permohonan, doa bahwa tindakan kekerasan dan aksi terorisme ini tidak akan pernah terjadi lagi di mana pun kepada siapa pun," kata Omar.

"Sangat menyakitkan ketika keluarga almarhum, untuk memiliki orang yang dicintai pergi. Tidak peduli apa ras atau agama kita. Kita menderita yang sama," tukasnya.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3647 seconds (0.1#10.140)