Meningkatnya Polusi Udara di China Perparah Angka Kematian Masyarakat

Rabu, 26 Juni 2024 - 08:41 WIB
loading...
Meningkatnya Polusi...
Meningkatnya polusi udara di China telah memperparah angka kematian masyarakat setempat. Foto/REUTERS
A A A
BEIJING - Polusi udara telah menyebabkan orang terpapar partikel halus di udara tercemar yang menembus jauh ke dalam paru-paru dan sistem kardiovaskular, menyebabkan berbagai penyakit termasuk stroke, serangan jantung, kanker paru-paru, penyakit paru obstruktif kronik, dan infeksi pernapasan.

Industri, transportasi, pembangkit listrik tenaga batu bara, dan penggunaan bahan bakar padat rumah tangga merupakan kontributor utama polusi udara.

Meski beberapa kemajuan telah dicapai, polusi udara tetap berada pada tingkat mengkhawatirkan di China, dan memengaruhi ekonomi serta kualitas hidup masyarakat, menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Masalahnya justru semakin parah karena China mulai lebih bergantung pada pembangkit listrik tenaga batu bara dan industri berat yang mencemari seperti baja, aluminium, dan semen.




Mengutip dari Vietnam Times, Rabu (26/6/2024), sekitar 2 juta orang meninggal dunia akibat polusi udara di China saat ini.

Polusi udara di China cukup parah karena negara tersebut berada di peringkat ke-13 dalam Indeks Kualitas Udara dan Kehidupan Global. China adalah penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia yang menghangatkan atmosfer.

Tingkat polusi udara di China lima kali lebih tinggi dari pedoman WHO. Dengan latar belakang seperti itu, pernyataan Presiden China Xi Jinping bahwa bahan bakar fosil tetap menjadi hal "utama" dalam sistem energi China tidak terdengar menggembirakan bagi upaya memerangi polusi udara.

Konsentrasi partikel berbahaya PM2.5 di China adalah 29 ÎĽg/mÂł, jauh lebih tinggi dari batas WHO sebesar 5 ÎĽg/mÂł. Kota Hotan di China diketahui memiliki konsentrasi PM2.5 sebesar 100 ÎĽg/mÂł. Hal ini menimbulkan pertanyaan atas klaim China tentang pengurangan polusi udara.

"China memulai dengan beberapa angka yang sangat besar, dan angka tersebut terus menurun seiring berjalannya waktu," kata Christi Schroeder, manajer sains kualitas udara di IQAir, sebuah perusahaan teknologi kualitas udara asal Swiss.

Kadar PM2.5


Satu dekade lalu, China dipuji karena mengambil langkah-langkah mengurangi polusi udara setelah ibu kotanya, Beijing, dinobatkan sebagai ibu kota kabut asap dunia. Namun, pencapaian itu tidak bertahan lama karena banyak kota di China ditemukan gagal memenuhi standar WHO dan pemerintah nasional.



"Sayangnya, keadaan telah berubah," ucap Glory Dolphin Hammes, kepala eksekutif IQAir untuk Amerika Utara.

China telah mengandalkan tenaga termal untuk memenuhi kebutuhan energi domestik, yang menyebabkan peningkatan dalam ekstraksi dan impor batu bara.

Meningkatnya ketergantungan pada bahan bakar fosil merupakan masalah utama, kata Yanzhong Huang, peneliti senior untuk kesehatan global di Council on Foreign Relations yang berpusat di Washington DC, Amerika Serikat (AS).

"Meningkatnya ketergantungan pada tenaga batu bara tidak hanya menggagalkan upaya pengendalian polusi China, tetapi juga membahayakan tujuannya untuk mencapai puncak emisi pemanasan iklim pada 2030," tutur Yanzhong Huang.

Sekitar 80 persen dari semua ibu kota provinsi di China mengalami peningkatan kadar PM2.5, sementara hampir setengahnya gagal memenuhi standar nasional.

Peningkatan emisi yang disebabkan manusia merupakan kontributor utama terhadap meningkatnya kadar polutan udara di China pada tahun 2023, kata Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA) yang berpusat di Finlandia.

"Menjelang akhir tahun, 13 dari 31 ibu kota provinsi (China) tidak memenuhi standar nasional untuk PM2.5, dan 11 ibu kota provinsi tidak memenuhi standar nasional untuk ozon, yang memperburuk potensi dampak kesehatan," ujar CREA.

Bahkan satuan tugas yang dibentuk oleh program penelitian polusi nasional China telah memperingatkan akan adanya risiko kesehatan yang parah.

Ancaman Penyakit


"Risiko kesehatan akut dari polusi PM2.5 di lingkungan biasanya diartikan bahwa paparan jangka pendek terhadap PM2.5 dapat menyebabkan kerusakan akut pada tubuh, memicu timbulnya gejala atau penyakit (terutama penyakit kardiovaskular atau pernapasan) dan menyebabkan kematian dini serta serangkaian efek kesehatan yang merugikan," papar CREA dalam sebuah laporan.

Yanzhong Huang mengatakan tidak ada indikasi bahwa China akan mengambil tindakan untuk mengurangi polusi udara. Ini berarti masyarakat China akan lebih rentan terhadap masalah pernapasan, penyakit paru obstruktif kronik serta risiko infeksi dan penyakit kardiovaskular.

China telah menjadi “titik panas” di malam hari untuk produksi radikal nitrat yang dapat berdampak besar secara global pada polusi atmosfer, kata Zongobo Shi, seorang ahli biogeokimia atmosfer.

Kematian akibat partikulat, khususnya PM2.5 meningkat di China, menurut temuan sekelompok peneliti dari sejumlah universitas China, Jerman, dan Kanada. Mereka memperingatkan bahwa kematian akibat polusi udara akan meningkat jika Beijing gagal mengambil tindakan pencegahan.

Tingkat polusi udara di China saat ini dinilai berbahaya.

"Tingkat polusi udara yang sama akan berdampak lebih besar pada populasi yang lebih tua dan kurang sehat dengan peningkatan tingkat penyakit yang dipengaruhi polusi udara—banyak di antaranya meningkat seiring bertambahnya usia. Ini termasuk kanker paru-paru, diabetes, penyakit paru-paru dan jantung kronis," ungkap Michael Brauer, seorang profesor di Universitas British Columbia.
(mas)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2283 seconds (0.1#10.140)