Meningkatnya Polusi Udara di China Perparah Angka Kematian Masyarakat
loading...
A
A
A
Kadar PM2.5
Satu dekade lalu, China dipuji karena mengambil langkah-langkah mengurangi polusi udara setelah ibu kotanya, Beijing, dinobatkan sebagai ibu kota kabut asap dunia. Namun, pencapaian itu tidak bertahan lama karena banyak kota di China ditemukan gagal memenuhi standar WHO dan pemerintah nasional.
"Sayangnya, keadaan telah berubah," ucap Glory Dolphin Hammes, kepala eksekutif IQAir untuk Amerika Utara.
China telah mengandalkan tenaga termal untuk memenuhi kebutuhan energi domestik, yang menyebabkan peningkatan dalam ekstraksi dan impor batu bara.
Meningkatnya ketergantungan pada bahan bakar fosil merupakan masalah utama, kata Yanzhong Huang, peneliti senior untuk kesehatan global di Council on Foreign Relations yang berpusat di Washington DC, Amerika Serikat (AS).
"Meningkatnya ketergantungan pada tenaga batu bara tidak hanya menggagalkan upaya pengendalian polusi China, tetapi juga membahayakan tujuannya untuk mencapai puncak emisi pemanasan iklim pada 2030," tutur Yanzhong Huang.
Sekitar 80 persen dari semua ibu kota provinsi di China mengalami peningkatan kadar PM2.5, sementara hampir setengahnya gagal memenuhi standar nasional.
Peningkatan emisi yang disebabkan manusia merupakan kontributor utama terhadap meningkatnya kadar polutan udara di China pada tahun 2023, kata Pusat Penelitian Energi dan Udara Bersih (CREA) yang berpusat di Finlandia.
"Menjelang akhir tahun, 13 dari 31 ibu kota provinsi (China) tidak memenuhi standar nasional untuk PM2.5, dan 11 ibu kota provinsi tidak memenuhi standar nasional untuk ozon, yang memperburuk potensi dampak kesehatan," ujar CREA.
Bahkan satuan tugas yang dibentuk oleh program penelitian polusi nasional China telah memperingatkan akan adanya risiko kesehatan yang parah.