Bandara Baru Istanbul Simbol Kemegahan Turki

Senin, 15 April 2019 - 10:40 WIB
Bandara Baru Istanbul Simbol Kemegahan Turki
Bandara Baru Istanbul Simbol Kemegahan Turki
A A A
ISTANBUL - Turki patut berbangga karena memiliki simbol kemegahan dan kedigdayaan baru. Simbol itu tecermin dengan beroperasinya bandara baru Istanbul.

Bandara ini akan menguatkan posisi geopolitik dan perekonomian Turki, bukan hanya di Eropa dan Timur Tengah, tetapi di dunia. Dana USD12 miliar atau Rp182 triliun digelontorkan untuk mendanai proyek tersebut Bandara baru tersebut merupakan proyek kebanggaan dan ambisi Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan. Itu nantinya diharapkan bisa mengakomodasi 90 juta penumpang setahun.

Kelak bandara yang selesai dibangun pada 2028 itu akan menjadi bandara ter besar dan tersibuk di dunia. “Ini bu kan sekadar bandara. Ini adalah monumen kemenangan,” demikian bunyi poster di terminal yang meng gambarkan bandara Istanbul baru yang berlokasi 30 km utara Laut Hitam.

Itu juga menjadi puncak prestasi ke pemimpinan Erdogan yang telah berkuasa selama 16 tahun, di mana dia membangun berbagai megaproyek infrastruktur, dari jalan tol, masjid, pelabuhan, dan jembatan. Bandara baru Istanbul juga menjadi showcase keagungan Turki dan Presiden Erdogan sendiri yang diklaim banyak pihak telah sukses mentransformasi negara tersebut menjadi ke posisi yang lebih unggul.

“Bandara Istanbul (baru) akan menegaskan peranan Turki dalam integrasi ekonomi global,” ujar Erdogan pada pem bukaan bandara tersebut pada Oktober tahun lalu, dilansir Reuters.

“Dengan beroperasinya Bandara Istan bul, wilayah udara Eropa akan distrukturisasi karena penambahan penerbangan antarbenua yang semakin banyak.” Pemerintah Turki membuka bandara baru Istanbul itu pada Senin (10/4) lalu. Itu dilakukan setelah maskapai nasional Turki, Turkish Airlines, telah memindahkan operasional dari Bandara Ataturk ke bandara baru dalam operasi pemindahan yang berlangsung 41 jam sejak 6-7 April lalu.

Kini Bandara Ataturk yang dulu menjadi basis penerbangan Turkish Airlines telah ditutup untuk seluruh penerbangan komersial. Maskapai internasional pun akan menjalankan penerbangannya di bandara baru tersebut. Pasalnya, Bandara Ataturk sudah tidak bisa berkembang dari segi infrastruktur.

“Bandara Istanbul akan menduduki posisi ke dua dari segi pelayanan penumpang terbesar dalam kurun waktu lima tahun mendatang,” kata Menteri Trans portasi Turki Cahit Turhan dilansir Reuters. “Ketika semua fase pembangunan selesai, Bandara Istanbul akan menjadi pemimpin bandara-bandara di dunia.” Pembukaan bandara baru tersebut mendukung ambisi Istanbul menjadi hub penerbangan global dan memberikan kesempatan bagi Turkish Airlines untuk tumbuh besar.

Dalam 15 tahun terakhir Turkish Airlines me mang mengalami pertumbuhan yang sangat cepat. Mereka terbang ke banyak negara dibandingkan maskapai kompetitor lain. Itu menjadikan Istanbul menjadi penghubung bagi penerbangan dari berbagai destinasi di Eropa, Afrika, dan Timur Tengah.

Turkish Airlines umumnya mengandalkan penerbangan singkat dengan durasi 4-5 jam dengan pesawat berbadan sedang berbahan bakar irit. Itu men jadikan mereka mendapatkan keuntungan mencapai USD 716 juta (Rp10,10 triliun). Mereka juga akan meningkatkan armada dari 338 pesawat menjadi 476 pesawat dalam empat tahun ke depan. Menurut para analis, gebrakan Turkish Airlines itu akan menyaingi tiga kompetitor regional lain, yakni Emirates, Qatar Airways, dan Etihad.

“Turkish Airlines akan masuk pada medan permainan dengan maskapai negara Teluk lainnya,” kata pakar penerbangan John Strick land. Namun, potensi risiko tetap saja menjadi halangan bagi perkembangan Turkish Airlines. Kelesuan pasar domestik diprediksi akan menghambat operasional maskapai tersebut.

Selain itu, pembukaan Bandara Istanbul dalam beberapa tahun secara total akan bersaing dengan perluasan Bandara Internasional Al-Maktoum di Dubai yang kini sudah menampung 130 juta penumpang setahun. Proyek perluasan Bandara Al-Maktoum akan selesai pada 2030 mendatang dengan target menampung 260 juta penumpang per tahun.

Saat ini, Dubai berencana memperkuat Emirates yang kini sudah menerbangkan 90 juta penumpang pada 2018. Maskapai-maskapai di negara Teluk memang menghadapi masa ujian yang berat. Qatar Airways mengalami kerugian tahun ini setelah kehilangan akses 18 destinasi Timur Tengah akibat ketegangan politik dengan negara tetangga. Abu Dhabi pun kini mengabaikan diri sebagai pusat penerbangan dunia dan mengalihkannya ke Dubai.

Sektor penerbangan Turki kini memang menjadi “ancaman besar” bagi maskapai di negara-negara Teluk. Bahkan, Turkish Airlines juga menjadi ancaman bagi maskapai di Asia dan Eropa. Misalnya Bandara Frankfurt yang menjadi basis bagi Lufthansa, salah satu maskapai terbesar di Eropa dan menampung 69,5 juta penumpang tahun lalu.

Apalagi, Bandara Frank furt bisa ditempuh 3,5 jam dari Istanbul. Turkish Airlines juga menargetkan negara-negara Asia yang sedang tumbuh. Mereka juga bekerja sama dengan maskapai domestik terbesar di India, Indigo. Di China, mereka bekerja sama ZTO untuk memperluas operasional pesawat kargo. “Dengan bandara baru, Turkish Air lines berpotensi merebut pasar China, India, dan negara Asia lainnya,” ujar analis senior di TEB Investment/BNP Paribas, Erdem Kayli.

Pembukaan bandara baru Istanbul juga dibayangi ketegangan politik antara Turki dengan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa. Apalagi, target utama bandara baru Istabul adalah menampung 200 juta penumpang setelah selesai dibangun pada 2028. Bandara itu akan selesai dibangun pada 2028 dengan enam landasan. Akan ada dua ter minal yang membentang 76 km persegi atau tiga kali lipat Bandara Attaturk.

Namun, analis menilai target 200 juta penumpang tidak realistis karena Turki juga memiliki bandara internasional ke dua, yakni Sabiha Gokcen, di Istanbul, yang berada di Benua Asia. “Kota Istanbul juga memi liki bandara lain. Total dua bandara itu pun hanya bisa menampung 150 juta penumpang,” tutur analis penerbangan di perusahaan internasional yang enggan disebutkan namanya.

Desain bandara baru itu dibuat oleh Grimshaw yang berkantor sama dengan Nordic Office for Architecture dan Haptic yang berbasis di London. Turki memang berambisi menjadikan Istanbul sebagai destinasi wisata dunia. Banyak analis memprediksi Erdogan akan memberikan nama bandara itu Kesultanan Ottoman, atau nama Sultan Abdulhamid II. Tapi, banyak loyalis menyatakan bandara itu harus diberi nama Erdogan.

Analis keuangan menyatakan pembangunan proyek baru itu merupakan pinjaman dari asing. Sektor swasta termasuk yang paling banyak berutang hingga USD280 miliar. Itu akan memicu kenaikan inflasi dan turunnya mata uang lira terhadap dolar.

“Bandara baru Istanbul itu menunjukkan Republik Turki bisa mencapai keagungan dan kebesaran pada masa Erdogan,” kata pakar arsitektur dan politik Heghnar Watenpaugh dari Universitas California kepada The National.

“Tapi, apa yang kita dengar adalah tentang menu runnya ekonomi, isu buruh, dan proyek tersebut sangat rawan dalam isu politik dan geopolitik,” tuturnya. Sisi positifnya, 36.000 orang akan bekerja di bandara tersebut. Diharapkan dengan bandara itu pariwisata Turki akan bangkit. Dengan begitu, roda perekonomian lain akan ikut berputar. (Andika Hendra Mustaqim)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.2926 seconds (0.1#10.140)