Hamas Minta Jaminan Tertulis AS dalam Rencana Gencatan Senjata di Gaza
loading...
A
A
A
JALUR GAZA - Hamas menginginkan jaminan tertulis dari Amerika Serikat (AS) untuk gencatan senjata permanen dan penarikan pasukan Israel dari Jalur Gaza guna menandatangani proposal gencatan senjata yang didukung AS.
Tuntutan itu diungkap dua sumber keamanan Mesir, menurut laporan Reuters.
Mediator Qatar dan Mesir mengatakan Hamas pada Selasa (11/6/2024) telah menanggapi rencana gencatan senjata bertahap untuk mengakhiri perang delapan bulan antara Israel dan kelompok pejuang Palestina, tanpa memberikan rincian.
Rencana tersebut diumumkan pada akhir Mei oleh Presiden AS Joe Biden. Hal ini mencakup pembebasan bertahap sandera Israel yang ditahan di Gaza dan penarikan kembali pasukan Israel dalam dua tahap, serta pembebasan tahanan Palestina, dengan rekonstruksi wilayah yang hancur akibat perang dan pengembalian jenazah sandera dalam tahap ketiga.
Amerika Serikat mengatakan Israel menerima usulan tersebut, namun rezim penjajah Zionis belum menyatakannya secara terbuka.
Sumber-sumber Mesir dan sumber ketiga yang mengetahui perundingan tersebut mengatakan Hamas memiliki kekhawatiran proposal saat ini tidak memberikan jaminan eksplisit untuk transisi dari tahap pertama rencana tersebut, yang mencakup gencatan senjata enam pekan dan pembebasan beberapa sandera, ke fase kedua, yang mencakup gencatan senjata permanen dan penarikan pasukan Israel.
Sumber-sumber Mesir mengatakan Hamas hanya akan menerima rencana tersebut jika ada jaminan, dan Mesir telah melakukan kontak dengan AS mengenai permintaan tersebut.
“Hamas menginginkan jaminan transisi otomatis dari satu fase ke fase lainnya sesuai perjanjian yang ditetapkan oleh Presiden Biden,” ungkap sumber ketiga.
Hamas dan pihak berwenang Mesir tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Saat mengumumkan rencana tersebut, Biden mengatakan jika negosiasi untuk beralih ke tahap kedua berlangsung lebih dari enam pekan, gencatan senjata akan terus berlanjut seiring perpanjangan negosiasi tersebut.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan pada Rabu bahwa Hamas telah mengusulkan banyak perubahan pada proposal gencatan senjata, beberapa di antaranya tidak dapat dilaksanakan.
Sebelumnya, seorang pejabat Israel yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan Hamas telah “mengubah semua parameter utama dan paling berarti”, dan menggambarkan tanggapan kelompok tersebut sebagai penolakan terhadap proposal Biden untuk pembebasan sandera.
Seorang pejabat non-Israel yang mengetahui masalah ini, yang juga menolak disebutkan namanya, mengatakan dalam tanggapannya, Hamas telah mengusulkan batas waktu baru untuk gencatan senjata permanen dengan Israel dan penarikan pasukan Israel dari Gaza, termasuk Rafah.
Namun pejabat senior Hamas, Osama Hamdan, membantah kelompok tersebut telah mengajukan ide-ide baru, dan menuduh AS mendukung Israel untuk “menghindari komitmen apa pun” terhadap cetak biru gencatan senjata permanen.
Hamas menggambarkan tanggapannya sebagai “positif” dan membuka “jalan lebar” menuju kesepakatan.
Lebih dari 37.000 warga Palestina telah tewas dalam serangan Israel di Jalur Gaza, menurut pejabat kesehatan di wilayah pesisir tersebut.
Para perunding dari AS, Mesir dan Qatar telah berusaha selama berbulan-bulan untuk memediasi gencatan senjata dan membebaskan para sandera, lebih dari 100 orang di antaranya diyakini masih disandera di Gaza.
Tuntutan itu diungkap dua sumber keamanan Mesir, menurut laporan Reuters.
Mediator Qatar dan Mesir mengatakan Hamas pada Selasa (11/6/2024) telah menanggapi rencana gencatan senjata bertahap untuk mengakhiri perang delapan bulan antara Israel dan kelompok pejuang Palestina, tanpa memberikan rincian.
Rencana tersebut diumumkan pada akhir Mei oleh Presiden AS Joe Biden. Hal ini mencakup pembebasan bertahap sandera Israel yang ditahan di Gaza dan penarikan kembali pasukan Israel dalam dua tahap, serta pembebasan tahanan Palestina, dengan rekonstruksi wilayah yang hancur akibat perang dan pengembalian jenazah sandera dalam tahap ketiga.
Amerika Serikat mengatakan Israel menerima usulan tersebut, namun rezim penjajah Zionis belum menyatakannya secara terbuka.
Sumber-sumber Mesir dan sumber ketiga yang mengetahui perundingan tersebut mengatakan Hamas memiliki kekhawatiran proposal saat ini tidak memberikan jaminan eksplisit untuk transisi dari tahap pertama rencana tersebut, yang mencakup gencatan senjata enam pekan dan pembebasan beberapa sandera, ke fase kedua, yang mencakup gencatan senjata permanen dan penarikan pasukan Israel.
Sumber-sumber Mesir mengatakan Hamas hanya akan menerima rencana tersebut jika ada jaminan, dan Mesir telah melakukan kontak dengan AS mengenai permintaan tersebut.
“Hamas menginginkan jaminan transisi otomatis dari satu fase ke fase lainnya sesuai perjanjian yang ditetapkan oleh Presiden Biden,” ungkap sumber ketiga.
Hamas dan pihak berwenang Mesir tidak segera menanggapi permintaan komentar.
Saat mengumumkan rencana tersebut, Biden mengatakan jika negosiasi untuk beralih ke tahap kedua berlangsung lebih dari enam pekan, gencatan senjata akan terus berlanjut seiring perpanjangan negosiasi tersebut.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan pada Rabu bahwa Hamas telah mengusulkan banyak perubahan pada proposal gencatan senjata, beberapa di antaranya tidak dapat dilaksanakan.
Sebelumnya, seorang pejabat Israel yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan Hamas telah “mengubah semua parameter utama dan paling berarti”, dan menggambarkan tanggapan kelompok tersebut sebagai penolakan terhadap proposal Biden untuk pembebasan sandera.
Seorang pejabat non-Israel yang mengetahui masalah ini, yang juga menolak disebutkan namanya, mengatakan dalam tanggapannya, Hamas telah mengusulkan batas waktu baru untuk gencatan senjata permanen dengan Israel dan penarikan pasukan Israel dari Gaza, termasuk Rafah.
Namun pejabat senior Hamas, Osama Hamdan, membantah kelompok tersebut telah mengajukan ide-ide baru, dan menuduh AS mendukung Israel untuk “menghindari komitmen apa pun” terhadap cetak biru gencatan senjata permanen.
Hamas menggambarkan tanggapannya sebagai “positif” dan membuka “jalan lebar” menuju kesepakatan.
Lebih dari 37.000 warga Palestina telah tewas dalam serangan Israel di Jalur Gaza, menurut pejabat kesehatan di wilayah pesisir tersebut.
Para perunding dari AS, Mesir dan Qatar telah berusaha selama berbulan-bulan untuk memediasi gencatan senjata dan membebaskan para sandera, lebih dari 100 orang di antaranya diyakini masih disandera di Gaza.
(sya)