Analisis Mengapa ICC Tak Kunjung Perintahkan Penangkapan PM Israel Benjamin Netanyahu
loading...
A
A
A
JAKARTA - Akhir April lalu, para pejabat Israel khawatir Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) segera mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu atas dugaan kejahatan perang di Gaza.
Presiden Kolombia Gustavo Petro baru-baru ini juga mendesak ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu. Namun sejauh ini belum ada tanda-tanda pengadilan itu akan melakukannya, mengapa?
Beberapa minggu setelah serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, jaksa penuntut utama ICC, Karim Khan, berulang kali memperingatkan mereka yang terlibat dalam perang untuk bertindak dengan sangat hati-hati—khususnya memperingatkan agar tidak menggunakan kelaparan sebagai senjata perang.
Enam bulan kemudian, ketika Gaza mengalami “kelaparan besar-besaran” dan lebih dari 75 persen penduduknya mengungsi, media Israel dan internasional dihebohkan dengan berita tentang ICC yang berpotensi mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pejabat senior Israel—termasuk PM Netanyahu.
“Israel mengharapkan para pemimpin dunia bebas untuk berdiri teguh melawan serangan keterlaluan ICC terhadap hak membela diri yang melekat pada Israel,” kata Netanyahu dalam pernyataan tentang kekhawatirannya bahwa ICC akan mengeluarkan surat perintah penangkapan untuknya beberapa pekan lalu.
Meskipun banyak pihak pendukung Zionis, termasuk pemerintah Amerika Serikat (AS), mempertanyakan yurisdiksi ICC dan meminta pengadilan tersebut untuk mundur, ICC berhak untuk memutuskan legalitas tindakan Israel dan Hamas dalam perang Gaza.
Didirikan pada tahun 2002, ICC adalah pengadilan internasional yang memiliki kemampuan untuk mengadili individu yang dituduh melakukan tindak pidana termasuk genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan agresi.
Berbeda dengan Mahkamah Internasional (ICJ), yang juga berkedudukan di Den Haag dan mengadili tanggung jawab negara, ICC tidak menuntut negara atau masyarakat.
Dalam pernyataan videonya, Netanyahu mengatakan surat perintah penangkapan ICC akan “menempatkan Israel dalam hukuman.”
Pandangan itu salah. Penuntutan ICC terbatas pada pertanyaan tentang akuntabilitas individu atas tindakan mereka yang dituduh sebagai kejahatan. ICC tidak akan mendakwa negara Israel atau warga negaranya.
ICC dapat mengadili warga negara dari suatu negara yang menjadi pihak Statuta Roma. Ia juga dapat mengadili kejahatan yang dilakukan di wilayah suatu negara yang menjadi pihak dalam perjanjian tersebut, terlepas dari apakah negara terdakwa merupakan pihak dalam Statuta Roma atau tidak.
Meskipun Israel bukan pihak dalam perjanjian tersebut, Palestina adalah negara anggotanya. Dengan demikian, ICC dapat menuntut pejabat Israel atas keterlibatannya dalam kejahatan yang diduga dilakukan oleh tentara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di wilayah Palestina.
Sebaliknya, pengadilan ini memiliki yurisdiksi terhadap anggota Hamas (sebagai warga negara Palestina) atas dugaan kejahatan yang dilakukan di Israel.
Prinsip hukum yang sama juga diterapkan dalam kasus Rusia, yang bukan merupakan pihak dalam Statuta Roma.
Pada tahun 2022, 39 negara, termasuk Prancis, Jerman, dan Inggris, meminta ICC untuk menyelidiki invasi Rusia ke Ukraina. Hal ini mengakibatkan ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin atas tuduhan melakukan kejahatan perang di wilayah Ukraina—sebuah tindakan yang mendapat tepuk tangan dari Presiden AS Joe Biden.
Oleh karena itu, akan menjadi kontradiktif jika negara-negara tersebut menerima yurisdiksi ICC atas warga negara Rusia, namun tidak menerima yurisdiksi Israel.
Menjelang pengangkatannya sebagai kepala jaksa Amerika Serikat untuk persidangan di Nuremberg, Hakim Agung Robert H Jackson—yang meninggal pada 9 Oktober 1954—mengatakan: “Kita tidak bisa berhasil bekerja sama dengan negara-negara lain dalam menegakkan aturan hukum kecuali kita siap jika hukum tersebut terkadang bertentangan dengan keuntungan nasional kita.”
Ini adalah aturan itikad baik yang harus memandu sikap terhadap pengadilan tertinggi di dunia.
Dalam menyelidiki suatu dakwaan, ICC secara khusus berfokus pada apakah terdakwa bersalah atas kejahatan yang dituduhkan menurut hukum internasional. Penyelidikan tersebut tidak mengandung unsur politik—atau campur tangan politik.
Sangat disayangkan bahwa beberapa negara tidak mau mendukung pengadilan tersebut—terutama dalam melaksanakan surat perintah penangkapan—jika teman dan sekutu mereka merasa khawatir.
Misalnya, banyak negara di Afrika dan Timur Tengah, seperti Republik Demokratik Kongo, Yordania, Malawi, Nigeria, dan Afrika Selatan, gagal menangkap mantan Presiden Sudan Omar al-Bashir ketika ia melakukan perjalanan ke negara mereka.
Hal ini menyebabkan banyak surat perintah penangkapan yang dikeluarkan pengadilan tidak dilaksanakan. Dalam beberapa kasus, negara-negara anggota seperti Kanada, Jerman, Nigeria, dan Inggris telah membuat pernyataan publik untuk mendukung sekutu politik mereka dalam situasi di hadapan pengadilan, meskipun pernyataan tersebut murni bersifat politis dan cenderung melemahkan persepsi global terhadap pengadilan.
ICC tak kunjung bertindak terhadap PM Netanyahu dan para petinggi Zionis Israel lainnya kemungkinan juga akibat ancaman dari para senator AS.
Para senator Partai Republik mengancam pejabat ICC dan keluarga mereka jika badan tersebut mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan pejabat Zionis lainnya.
Ancaman berupa sanksi itu merujuk pada undang-undang AS yang biasa disebut sebagai “The Hague Invasion Act".
Presiden Kolombia Gustavo Petro baru-baru ini juga mendesak ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu. Namun sejauh ini belum ada tanda-tanda pengadilan itu akan melakukannya, mengapa?
Beberapa minggu setelah serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, jaksa penuntut utama ICC, Karim Khan, berulang kali memperingatkan mereka yang terlibat dalam perang untuk bertindak dengan sangat hati-hati—khususnya memperingatkan agar tidak menggunakan kelaparan sebagai senjata perang.
Enam bulan kemudian, ketika Gaza mengalami “kelaparan besar-besaran” dan lebih dari 75 persen penduduknya mengungsi, media Israel dan internasional dihebohkan dengan berita tentang ICC yang berpotensi mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pejabat senior Israel—termasuk PM Netanyahu.
“Israel mengharapkan para pemimpin dunia bebas untuk berdiri teguh melawan serangan keterlaluan ICC terhadap hak membela diri yang melekat pada Israel,” kata Netanyahu dalam pernyataan tentang kekhawatirannya bahwa ICC akan mengeluarkan surat perintah penangkapan untuknya beberapa pekan lalu.
Meskipun banyak pihak pendukung Zionis, termasuk pemerintah Amerika Serikat (AS), mempertanyakan yurisdiksi ICC dan meminta pengadilan tersebut untuk mundur, ICC berhak untuk memutuskan legalitas tindakan Israel dan Hamas dalam perang Gaza.
Apa Itu ICC?
Didirikan pada tahun 2002, ICC adalah pengadilan internasional yang memiliki kemampuan untuk mengadili individu yang dituduh melakukan tindak pidana termasuk genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan perang, dan agresi.
Berbeda dengan Mahkamah Internasional (ICJ), yang juga berkedudukan di Den Haag dan mengadili tanggung jawab negara, ICC tidak menuntut negara atau masyarakat.
Dalam pernyataan videonya, Netanyahu mengatakan surat perintah penangkapan ICC akan “menempatkan Israel dalam hukuman.”
Pandangan itu salah. Penuntutan ICC terbatas pada pertanyaan tentang akuntabilitas individu atas tindakan mereka yang dituduh sebagai kejahatan. ICC tidak akan mendakwa negara Israel atau warga negaranya.
Mengapa ICC Belum Keluarkan Surat Perintah Penangkapan untuk Netanyahu?
ICC dapat mengadili warga negara dari suatu negara yang menjadi pihak Statuta Roma. Ia juga dapat mengadili kejahatan yang dilakukan di wilayah suatu negara yang menjadi pihak dalam perjanjian tersebut, terlepas dari apakah negara terdakwa merupakan pihak dalam Statuta Roma atau tidak.
Meskipun Israel bukan pihak dalam perjanjian tersebut, Palestina adalah negara anggotanya. Dengan demikian, ICC dapat menuntut pejabat Israel atas keterlibatannya dalam kejahatan yang diduga dilakukan oleh tentara Pasukan Pertahanan Israel (IDF) di wilayah Palestina.
Sebaliknya, pengadilan ini memiliki yurisdiksi terhadap anggota Hamas (sebagai warga negara Palestina) atas dugaan kejahatan yang dilakukan di Israel.
Prinsip hukum yang sama juga diterapkan dalam kasus Rusia, yang bukan merupakan pihak dalam Statuta Roma.
Pada tahun 2022, 39 negara, termasuk Prancis, Jerman, dan Inggris, meminta ICC untuk menyelidiki invasi Rusia ke Ukraina. Hal ini mengakibatkan ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Presiden Rusia Vladimir Putin atas tuduhan melakukan kejahatan perang di wilayah Ukraina—sebuah tindakan yang mendapat tepuk tangan dari Presiden AS Joe Biden.
Oleh karena itu, akan menjadi kontradiktif jika negara-negara tersebut menerima yurisdiksi ICC atas warga negara Rusia, namun tidak menerima yurisdiksi Israel.
Mengapa Jadi Kontroversial?
Menjelang pengangkatannya sebagai kepala jaksa Amerika Serikat untuk persidangan di Nuremberg, Hakim Agung Robert H Jackson—yang meninggal pada 9 Oktober 1954—mengatakan: “Kita tidak bisa berhasil bekerja sama dengan negara-negara lain dalam menegakkan aturan hukum kecuali kita siap jika hukum tersebut terkadang bertentangan dengan keuntungan nasional kita.”
Ini adalah aturan itikad baik yang harus memandu sikap terhadap pengadilan tertinggi di dunia.
Dalam menyelidiki suatu dakwaan, ICC secara khusus berfokus pada apakah terdakwa bersalah atas kejahatan yang dituduhkan menurut hukum internasional. Penyelidikan tersebut tidak mengandung unsur politik—atau campur tangan politik.
Sangat disayangkan bahwa beberapa negara tidak mau mendukung pengadilan tersebut—terutama dalam melaksanakan surat perintah penangkapan—jika teman dan sekutu mereka merasa khawatir.
Misalnya, banyak negara di Afrika dan Timur Tengah, seperti Republik Demokratik Kongo, Yordania, Malawi, Nigeria, dan Afrika Selatan, gagal menangkap mantan Presiden Sudan Omar al-Bashir ketika ia melakukan perjalanan ke negara mereka.
Hal ini menyebabkan banyak surat perintah penangkapan yang dikeluarkan pengadilan tidak dilaksanakan. Dalam beberapa kasus, negara-negara anggota seperti Kanada, Jerman, Nigeria, dan Inggris telah membuat pernyataan publik untuk mendukung sekutu politik mereka dalam situasi di hadapan pengadilan, meskipun pernyataan tersebut murni bersifat politis dan cenderung melemahkan persepsi global terhadap pengadilan.
Para Senator AS Ancam ICC
ICC tak kunjung bertindak terhadap PM Netanyahu dan para petinggi Zionis Israel lainnya kemungkinan juga akibat ancaman dari para senator AS.
Para senator Partai Republik mengancam pejabat ICC dan keluarga mereka jika badan tersebut mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap Netanyahu dan pejabat Zionis lainnya.
Ancaman berupa sanksi itu merujuk pada undang-undang AS yang biasa disebut sebagai “The Hague Invasion Act".
(mas)