Didiskualifikasi, Pupus Sudah Mimpi Putri Ubolratana Jadi PM Thailand

Selasa, 12 Februari 2019 - 08:07 WIB
Didiskualifikasi, Pupus Sudah Mimpi Putri Ubolratana Jadi PM Thailand
Didiskualifikasi, Pupus Sudah Mimpi Putri Ubolratana Jadi PM Thailand
A A A
BANGKOK - Komisi Pemilihan Umum Thailand telah mendiskualifikasi Putri Ubolratana Rajakanya, kakak Raja Thailand, sebagai calon perdana menteri (PM) dalam pemilu. Komisi tersebut menegaskan semua anggota keluarga kerajaan tidak boleh terlibat dalam peran politik dan harus netral.

Putri Ubolratana Rajakanya, kakak perempuan Raja Maha Vajiralongkorn, tidak dimasukkan dalam daftar calon perdana menteri yang dirilis oleh Komisi Pemilihan Umum pada Senin (11/2/2019). Ada 69 nama, termasuk perdana menteri saat ini Prayut Chan-o-cha, dalam daftar.

"Semua anggota keluarga kerajaan harus mematuhi prinsip berada di atas politik dan netral secara politik," kata komisi tersebut dalam sebuah pernyataan, dikutip Straits Times, Selasa (12/2/2019).

Di bawah undang-undang pemilu baru yang diberlakukan setelah kudeta militer 2014, partai-partai politik harus menyerahkan nama-nama kandidat yang ingin mereka usulkan sebagai perdana menteri.

Publik Thailand tercengang Jumat lalu setelah putri berusia 67 tahun itu diumumkan sebagai kandidat perdana menteri dari Partai Raksa Chart Thailand. Partai itu merupakan sekutu mantan perdana menteri yang buron Thaksin Shinawatra.

Partai Raksa Chart Thailand adalah sempalan dari Partai Pheu Thai, yang memenangkan pemilu terakhir pada tahun 2011 tetapi digulingkan oleh militer pada tahun 2014.

Putri Ubolratana sejatinya telah melepaskan gelarnya pada tahun 1972, dan kadang-kadang menyebut dirinya sebagai rakyat jelata. Namun, Raja Maha Vajiralongkorn menegaskan bahwa status bangsawan kakaknya itu tetap melekat."Putri Ubolratana telah mempertahankan statusnya sebagai anggota keluarga kerajaan Chakri," kata Raja Vajiralongkorn, dalam sebuah pernyataan Jumat malam lalu.

"Setiap upaya untuk melibatkan anggota keluarga kerajaan tingkat tinggi dalam proses politik, dengan cara apa pun, sama saja dengan melanggar tradisi, adat istiadat, dan budaya nasional yang dihormati sepanjang waktu. Tindakan seperti itu harus dianggap pelanggaran dan tidak pantas," lanjut sang raja.

Aktivis politik Srisuwan Janya, yang mengepalai Asosiasi untuk Perlindungan Konstitusi, pada hari Senin mengajukan petisi bersama Komisi Pemilihan Umum untuk membubarkan Partai Chart Raksa Thailand. Alasannya, partai itu telah bertindak melanggar undang-undang pemilu.

Jika terbukti melanggar hukum, partai dapat dibubarkan dan eksekutifnya dilarang berpolitik. Hal ini akan mengacaukan strateginya untuk membantu Partai Pheu Thai meraih kursi parlemen sebanyak mungkin dan menyiasati sistem pasca-kudeta yang dimaksudkan untuk membatasi jumlah kursi yang bisa dimenangkan oleh partai besar seperti Pheu Thai.

Ini juga akan menempatkan mantan kepala militer, Prayut, yang maju lewat Partai Pracharath Palang dalam posisi yang lebih baik untuk terpilih kembali sebagai perdana menteri.

Thailand memiliki undang-undang lese majeste yang menetapkan penjara 15 tahun untuk tindakan apa pun yang dianggap telah mencemarkan nama baik atau menghina raja, ratu, dan kerabat serta simbol-simbol kerajaan.

Sementara itu, Partai Raksa Chart membatalkan pertemuan dan konferensi pers pada hari Senin. Banyak anggota eksekutif utamanya tidak hadir di kantor pusat partainya di Bangkok.

Sutisa Prathumkul, seorang anggota komite penyaringan kandidat perdana menteri dari partai tersebut, mengatakan kepada Straits Times; “Itu adalah pemberitahuan di menit-menit terakhir dan begitu banyak eksekutif tidak dapat datang tepat waktu. Jadi kami menunda pertemuan sampai pemberitahuan lebih lanjut."

Sabtu lalu, partai tersebut mengeluarkan pernyataan yang menyatakan bahwa mereka akan memenuhi keinginan Raja. Hari itu, Puteri Ubolratana berterima kasih kepada orang-orang atas dukungan mereka dalam pesan Instagram, dengan menulis: "Saya ingin melihat Thailand bergerak maju untuk dikagumi dan diterima oleh komunitas internasional."

Negara itu telah terpecah belah selama lebih dari satu dekade, didera oleh persaingan sengit antara faksi-faksi pro-militer dan kelompok-kelompok yang terkait dengan Thaksin, seorang taipan miliarder yang menguasai politik ketika dia berkuasa pada 2001.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5118 seconds (0.1#10.140)