Sekjen PBB Desak Perbatasan Rafah Segera Dibuka Kembali
loading...
A
A
A
NEW YORK - Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan agar perbatasan Rafah “segera” dibuka kembali untuk akses kemanusiaan di seluruh Jalur Gaza.
“Sekretaris Jenderal terkejut dengan peningkatan aktivitas militer di dan sekitar Rafah yang dilakukan oleh Pasukan Pertahanan Israel,” ungkap pernyataan kantor Guterres pada Selasa (14/5/2024).
“Perkembangan ini semakin menghambat akses kemanusiaan dan memperburuk situasi yang sudah mengerikan. Pada saat yang sama, Hamas terus menembakkan roket tanpa pandang bulu,” papar juru bicara Guterres, Stephane Dujarric.
Warga sipil harus dihormati dan dilindungi setiap saat, di Rafah dan di tempat lain di Gaza, menurut Dujarric.
“Bagi masyarakat di Gaza, saat ini tidak ada tempat yang aman,” ungkap dia.
Guterres menegaskan kembali seruannya untuk segera melakukan gencatan senjata kemanusiaan dan pembebasan semua sandera.
Israel mengatakan, pada Selasa (14/5/2024), bahwa Mesir harus membuka kembali Penyeberangan Rafah dan mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Jalur Gaza.
Pernyataan Israel mendorong Mesir mengecam apa yang digambarkannya sebagai upaya rezim penjajah Zionis untuk mengalihkan kesalahan atas penghentian pengiriman bantuan melalui Rafah.
Penyeberangan Rafah berada di perbatasan antara Mesir dan Gaza selatan, dan telah menjadi jalur penting bagi bantuan yang masuk ke wilayah pesisir tersebut.
“Kunci untuk mencegah krisis kemanusiaan di Gaza kini berada di tangan teman-teman Mesir kita,” ujar Menteri Luar Negeri Israel Menteri Katz dalam komentarnya yang diedarkan kepada wartawan.
Katz mengatakan dia telah berbicara dengan rekan-rekannya dari Inggris dan Jerman tentang “perlunya membujuk Mesir untuk membuka kembali Penyeberangan Rafah.”
Dia mengaku akan berbicara dengan Menteri Luar Negeri Italia pada hari Selasa.
“Kelompok Palestina, Hamas, yang menguasai Gaza, tidak akan mengendalikan Penyeberangan Rafah,” ujar Katz, mengutip kekhawatiran keamanan yang “tidak akan dikompromikan oleh Israel”.
Komentar tersebut mendapat tanggapan cepat dari Kementerian Luar Negeri Mesir, yang mengatakan Israel bertanggung jawab atas krisis kemanusiaan di Gaza dan operasi militer Israel di sekitar Rafah adalah alasan utama mengapa bantuan dicegah memasuki wilayah kantong tersebut.
Mesir secara konsisten mengatakan Penyeberangan tetap terbuka di pihaknya selama konflik yang dimulai antara Israel dan Hamas pada 7 Oktober.
“Sekretaris Jenderal terkejut dengan peningkatan aktivitas militer di dan sekitar Rafah yang dilakukan oleh Pasukan Pertahanan Israel,” ungkap pernyataan kantor Guterres pada Selasa (14/5/2024).
“Perkembangan ini semakin menghambat akses kemanusiaan dan memperburuk situasi yang sudah mengerikan. Pada saat yang sama, Hamas terus menembakkan roket tanpa pandang bulu,” papar juru bicara Guterres, Stephane Dujarric.
Warga sipil harus dihormati dan dilindungi setiap saat, di Rafah dan di tempat lain di Gaza, menurut Dujarric.
“Bagi masyarakat di Gaza, saat ini tidak ada tempat yang aman,” ungkap dia.
Guterres menegaskan kembali seruannya untuk segera melakukan gencatan senjata kemanusiaan dan pembebasan semua sandera.
Israel mengatakan, pada Selasa (14/5/2024), bahwa Mesir harus membuka kembali Penyeberangan Rafah dan mengizinkan bantuan kemanusiaan masuk ke Jalur Gaza.
Pernyataan Israel mendorong Mesir mengecam apa yang digambarkannya sebagai upaya rezim penjajah Zionis untuk mengalihkan kesalahan atas penghentian pengiriman bantuan melalui Rafah.
Penyeberangan Rafah berada di perbatasan antara Mesir dan Gaza selatan, dan telah menjadi jalur penting bagi bantuan yang masuk ke wilayah pesisir tersebut.
“Kunci untuk mencegah krisis kemanusiaan di Gaza kini berada di tangan teman-teman Mesir kita,” ujar Menteri Luar Negeri Israel Menteri Katz dalam komentarnya yang diedarkan kepada wartawan.
Katz mengatakan dia telah berbicara dengan rekan-rekannya dari Inggris dan Jerman tentang “perlunya membujuk Mesir untuk membuka kembali Penyeberangan Rafah.”
Dia mengaku akan berbicara dengan Menteri Luar Negeri Italia pada hari Selasa.
“Kelompok Palestina, Hamas, yang menguasai Gaza, tidak akan mengendalikan Penyeberangan Rafah,” ujar Katz, mengutip kekhawatiran keamanan yang “tidak akan dikompromikan oleh Israel”.
Komentar tersebut mendapat tanggapan cepat dari Kementerian Luar Negeri Mesir, yang mengatakan Israel bertanggung jawab atas krisis kemanusiaan di Gaza dan operasi militer Israel di sekitar Rafah adalah alasan utama mengapa bantuan dicegah memasuki wilayah kantong tersebut.
Mesir secara konsisten mengatakan Penyeberangan tetap terbuka di pihaknya selama konflik yang dimulai antara Israel dan Hamas pada 7 Oktober.
(sya)