Kapal Perusak AS Tinggalkan Laut Merah, Houthi Tebar Ancaman Tak Terbayangkan

Selasa, 14 Mei 2024 - 21:07 WIB
loading...
A A A
“Di Laut Merah, Houthi mengirimkan drone senilai USD20,000 dan kita menembak jatuh mereka dengan rudal yang menelan biaya USD4,3 juta. Perhitungannya tidak berhasil, Tuan-tuan. Itu tidak berhasil. Apa yang kalian pikirkan?” Tanya King, penganjur pertahanan berbasis senjata energi terarah.

Eskalasi yang Tak Terbayangkan


Juru bicara militer Houthi Yahya Sare’e memperingatkan pada konferensi pers pada Senin bahwa pejuang akan meningkatkan kampanyenya ke tingkat yang bahkan tidak dapat dibayangkan oleh musuh jika Israel dan sekutunya terus melintasi “garis merah” Yaman.

“Gaza adalah garis merah bagi kami, garis merah. Tujuan kami, tempat suci, dan Islam kami adalah garis merah, dan kami tidak akan berkompromi dengan hal tersebut,” tegas Sare’e.

“Kita dapat menargetkan hal-hal yang tidak terpikirkan dan tidak dapat dibayangkan oleh musuh, hal-hal yang tidak dapat dibayangkan oleh masyarakat Yaman maupun masyarakat (Dunia Arab dan Muslim),” papar dia memperingatkan.

Dia menegaskan, “Dengan kehendak dan kekuatan Tuhan, kita akan mencapai tahap kelima dan keenam (operasi anti-Israel) jika musuh terus melanjutkan agresinya di Gaza.”

Sare’e tidak menjelaskan secara rinci dampak dari serangan yang “tak terbayangkan” ini. Namun, awal bulan ini, pejabat tersebut mengumumkan dimulainya “fase keempat” operasi Houthi melawan Israel, termasuk menargetkan semua kapal yang menuju pelabuhan Laut Mediterania Israel dari “daerah mana pun yang berada dalam jangkauan kami.”

Pekan lalu, Pusat Keamanan Maritim Internasional, wadah pemikir urusan keamanan yang berbasis di Maryland, mengakui operasi angkatan laut Barat di Laut Merah telah “terhambat oleh berbagai kekurangan,” termasuk “kekurangan amunisi, kurangnya koordinasi antara negara-negara sekutu, dan kurangnya peralatan.”

“Masih dipertanyakan apakah operasi angkatan laut saat ini dapat berhasil pada tingkat strategis,” ungkap lembaga think tank tersebut.

Lembaga itu mencatat, “Upaya militer ditandai dengan koordinasi yang rumit pada tingkat politik, dan hampir tidak ada komunikasi yang lebih luas dengan para pemimpin Houthi, serta kurangnya tujuan yang teridentifikasi dan dapat dicapai dengan jelas.”

Membandingkan waktu operasi anti-Houthi yang dipimpin Amerika dan Eropa dengan latar belakang menurunnya lalu lintas maritim melalui Selat Bab el Mandeb, lembaga pemikir tersebut mengakui, “Sejauh ini, operasi militer belum membawa pemulihan tingkat lalu lintas maritim melalui wilayah tersebut.”
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1943 seconds (0.1#10.140)