Media Rusia Ancam Eropa dengan 'Senjata Kiamat' Nuklir 200 Megaton

Selasa, 15 Januari 2019 - 11:54 WIB
Media Rusia Ancam Eropa...
Media Rusia Ancam Eropa dengan 'Senjata Kiamat' Nuklir 200 Megaton
A A A
MOSKOW - Media Rusia merilis laporan berisi ancaman mengerikan yang ditujukan terhadap Eropa dengan sebuah torpedo nuklir baru yang dapat menciptakan gelombang tsunami hingga 500 meter dan menghancurkan sejumlah besar populasi Bumi.

Poseidon terbaru yang dijuluki "senjata kiamat" itu diklaim bisa menghasilkan kekuatan ledakan 200 megaton dan akan membuat semua sistem pertahanan Amerika Serikat (AS) menjadi tak berguna.

Desain Poseidon Moskow atau oleh Kremlin dinamai sebagai "Status-6" telah bocor ke media pada tahun 2015. Senjata itu akhirnya dikonfirmasi Presiden Vladimir Putin dalam pidato kenegaraan bulan Maret 2018.

AS dan Rusia, sejak akhir Perang Dunia II, secara tidak langsung terlibat dalam perlombaan senjata nuklir. Kedua negara sama-sama membuat perintah untuk armada pembom nuklir, kapal selam, dan silo rudal antarbenua tersebar di setiap negara.

Tetapi Poseidon Rusia telah mengambil jalan yang berbeda.

"Rusia akan segera mengerahkan drone bertenaga nuklir di bawah laut yang akan membuat seluruh sistem pertahanan rudal AS (senilai) multi-miliar dolar menjadi tidak berguna," tulis MK.ru, yang diterjemahkan BBC.

Ancaman itu mengacu pada perisai rudal yang sedang dibangun AS di Eropa.

"Sebuah ledakan hulu ledak nuklir drone akan menciptakan gelombang setinggi antara 400-500 meter (1.300-16.00 kaki), yang mampu menghanyutkan semua makhluk hidup (sejauh) 1.500 (932) kilometer ke daratan," lanjut laporan surat kabar itu.

Sebelumnya, para ilmuwan mengatakan kepada Business Insider bahwa Poseidon nuklir Rusia dapat menciptakan gelombang selevel tsunami, namun perkiraannya hanya setinggi 100 meter (330 kaki).

Semua senjata nuklir merupakan ancaman besar bagi kehidupan manusia di Bumi karena kekuatan destruktif dan kemampuannya untuk menyebarkan radiasi berbahaya. Namun, Poseidon memiliki kualitas unik yang bisa mengakhiri kehidupan dunia.

AS selama ini merancang senjata nuklirnya untuk meledak di udara atau di atas target dan memberikan tekanan di bawahnya. Senjata nuklir AS saat ini terutama dirancang untuk menembak dan menghancurkan senjata nuklir Rusia yang berada di silo mereka, bukan untuk menargetkan kota-kota dan mengakhiri kehidupan manusia.

Berbeda dengan Poseidon Rusia yang dirancang untuk meledakkan bom di laut. Dampaknya, tidak hanya dapat menyebabkan gelombang tsunami yang akan mendatangkan malapetaka di seluruh benua, tetapi juga akan meningkatkan dampak radioaktif.

Stephen Schwartz, seorang ahli sejarah nuklir, mengatakan Poseidon Rusia dilaporkan memiliki lapisan logam kobalt."Yang akan menguap, mengembun, dan kemudian jatuh kembali ke Bumi puluhan, ratusan, atau ribuan mil dari lokasi ledakan," katanya, seperti dikutip Business Insider, Selasa (15/1/2019).

Secara potensial, senjata itu akan membuat ribuan mil persegi permukaan Bumi tidak dapat dihidupkan selama beberapa dekade.

"Ini adalah senjata gila dalam arti bahwa itu mungkin sebagai tanpa pandang bulu dan mematikan seperti yang Anda bisa membuatnya (dengan) senjata nuklir," kata Hans Kristensen, Direktur Proyek Informasi Nuklir di Federasi Ilmuwan Amerika kepada Business Insider.

MK.ru mengutip seorang profesor yang tak ditulis identitasnya mengatakan bahwa Poseidon akan menjadikan Rusia "diktator dunia" dan itu dapat digunakan untuk mengancam Eropa.

“Jika Eropa berperilaku buruk, kirimkan saja kapal selam mini bertenaga nuklir ke sana dengan bom 200 megaton, letakkan di bagian selatan Laut Utara, dan ‘let RIP' saat diperlukan. Apa yang akan tersisa dari Eropa?," tanya profesor Moskow itu.

AS, yang tak mau diremehkan, pernah mengklaim memiliki senjata nuklir sendiri yang akan bertahan dari serangan Rusia. Sekalipun Rusia entah bagaimana berhasil membuat seluruh benua Eropa atau Amerika Utara menjadi gelap, kapal selam AS dengan patroli pencegahan akan membalas tembakan dan memukul Rusia dari lokasi rahasia di dasar lautan.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1465 seconds (0.1#10.140)