4 Alasan Junta Myanmar Minta Bantuan Rusia setelah Pemberontak Tingkatkan Serangan
loading...
A
A
A
NAYPYIDAW - Junta Myanmar kini sudah semakin terdesak atas apa yang telah diperbuat kelompok pemberontak. Serangan kelompok bersenjata yang kian meningkat di negara tersebut membuat junta militer meminta bantuan ke Rusia.
Belum lama ini, Penasihat Keamanan Nasional junta Laksamana Moe Aung dikabarkan bertolak ke St Petersburg, Rusia, untuk menghadiri Pertemuan Internasional Perwakilan Tinggi untuk Masalah Keamanan ke-12 dan pertemuan-pertemuan terkait pada 23-26 April.
Pertemuan tersebut terjadi ketika kelompok oposisi bersenjata di Myanmar menggencarkan serangan mereka belakangan ini sehingga membuat pihak Junta militer Myanmar terpojok.
4 Alasan Junta Myanmar Minta Bantuan Rusia
Dilansir dari CFR, Junta Myanmar telah kehilangan wilayah Myawaddy, kota penting di perbatasan dengan Thailand, ke tangan pasukan pemberontak.
Hal ini tidak hanya merupakan kekalahan psikologis yang besar, namun juga berpotensi membuka koridor bagi pemberontak untuk memindahkan bantuan, tenaga kerja, atau peralatan lainnya melalui Thailand. Tentu saja, asalkan pemerintah Thailand mengizinkannya.
Pemberontak juga telah meningkatkan serangan di daerah-daerah yang menurut junta merupakan wilayah yang aman untuk bersembunyi.
Mengingat serangan pesawat tak berawak baru-baru dilancarkan pasukan pemberontak di ibu kota Naypyidaw, yang dibangun khusus dan dianggap tidak dapat ditembus.
Meski tak terdapat kerusakan besar, hal tersebut kemungkinan besar akan menimbulkan pukulan psikologis yang parah, yang menunjukkan pemberontak dapat menyerang bahkan di ibu kota.
Militer juga mengalami peningkatan kerugian di wilayah Myanmar Barat akibat perlawanan kuat Tentara Arakan. Hal ini membuat kendali militer di wilayah tersebut semakin berkurang.
Ditambah lagi, terdapat banyak pihak militer yang membelot dan menyerahkan diri ke pemberontak.
Mereka melihat pemberontak semakin berani menyerang tentara dalam pertempuran yang lebih besar di lokasi yang lebih kritis dan bahkan berupaya menyerang akademi dinas militer.
Bahkan belum lama ini Junta Myanmar telah menjatuhkan hukuman mati kepada tiga perwira tinggi yang menyerah kepada pejuang etnis minoritas. Hal ini tentunya membuat posisi militer semakin melemah.
Menurut Washington Post, para pemberontak mengatakan junta hanya mempunyai jatah makanan yang terbatas untuk memberi makan anggotanya, selain para petinggi, dan pasukan militer penting.
Para prajurit militer dikabarkan sudah mulai putus asa atas isolasi yang dilakukan para pemberontak. Mereka juga menyadari jumlah pemberontak kini sudah mulai meningkat drastis dari sebelumnya.
Hubungan erat antara Myanmar dan Rusia telah berkembang selama beberapa tahun terakhir. Terutama ketika Moskow mulai terisolasi di kancah global karena sanksi ekonomi yang diberlakukan Barat.
Karena itulah Rusia mulai membangun kekuatan baru dengan beberapa negara sekutu seperti China, Korea Utara, dan Myanmar. Dari sinilah hubungan kedua negara terjalin erat.
Tak heran jika beberapa waktu lalu, tepatnya di tahun 2022, Rusia memberikan bantuan persenjataan ke Myanmar untuk hadapi banyaknya pemberontak.
Tidak hanya itu, Myanmar juga meminta bantuan Rusia untuk menyelenggarakan pemilu, menurut laporan dari Time.
Tak heran jika pada saat tertekan ini Rusia menjadi negara yang sangat diharapkan bantuannya oleh Myanmar.
Namun sampai saat ini masih belum ada kejelasan terkait tindak lanjut Moskow untuk negara yang tengah mengalami perang saudara tersebut.
Belum lama ini, Penasihat Keamanan Nasional junta Laksamana Moe Aung dikabarkan bertolak ke St Petersburg, Rusia, untuk menghadiri Pertemuan Internasional Perwakilan Tinggi untuk Masalah Keamanan ke-12 dan pertemuan-pertemuan terkait pada 23-26 April.
Pertemuan tersebut terjadi ketika kelompok oposisi bersenjata di Myanmar menggencarkan serangan mereka belakangan ini sehingga membuat pihak Junta militer Myanmar terpojok.
4 Alasan Junta Myanmar Minta Bantuan Rusia
1. Pemberontak Berhasil Mengambil alih Beberapa Daerah
Dilansir dari CFR, Junta Myanmar telah kehilangan wilayah Myawaddy, kota penting di perbatasan dengan Thailand, ke tangan pasukan pemberontak.
Hal ini tidak hanya merupakan kekalahan psikologis yang besar, namun juga berpotensi membuka koridor bagi pemberontak untuk memindahkan bantuan, tenaga kerja, atau peralatan lainnya melalui Thailand. Tentu saja, asalkan pemerintah Thailand mengizinkannya.
Pemberontak juga telah meningkatkan serangan di daerah-daerah yang menurut junta merupakan wilayah yang aman untuk bersembunyi.
Mengingat serangan pesawat tak berawak baru-baru dilancarkan pasukan pemberontak di ibu kota Naypyidaw, yang dibangun khusus dan dianggap tidak dapat ditembus.
Meski tak terdapat kerusakan besar, hal tersebut kemungkinan besar akan menimbulkan pukulan psikologis yang parah, yang menunjukkan pemberontak dapat menyerang bahkan di ibu kota.
2. Militer Mengalami Banyak Kerugian
Militer juga mengalami peningkatan kerugian di wilayah Myanmar Barat akibat perlawanan kuat Tentara Arakan. Hal ini membuat kendali militer di wilayah tersebut semakin berkurang.
Ditambah lagi, terdapat banyak pihak militer yang membelot dan menyerahkan diri ke pemberontak.
Mereka melihat pemberontak semakin berani menyerang tentara dalam pertempuran yang lebih besar di lokasi yang lebih kritis dan bahkan berupaya menyerang akademi dinas militer.
Bahkan belum lama ini Junta Myanmar telah menjatuhkan hukuman mati kepada tiga perwira tinggi yang menyerah kepada pejuang etnis minoritas. Hal ini tentunya membuat posisi militer semakin melemah.
3. Persediaan Makanan Terbatas
Menurut Washington Post, para pemberontak mengatakan junta hanya mempunyai jatah makanan yang terbatas untuk memberi makan anggotanya, selain para petinggi, dan pasukan militer penting.
Para prajurit militer dikabarkan sudah mulai putus asa atas isolasi yang dilakukan para pemberontak. Mereka juga menyadari jumlah pemberontak kini sudah mulai meningkat drastis dari sebelumnya.
4. Memiliki Hubungan yang Erat dengan Rusia dalam Beberapa Tahun Terakhir
Hubungan erat antara Myanmar dan Rusia telah berkembang selama beberapa tahun terakhir. Terutama ketika Moskow mulai terisolasi di kancah global karena sanksi ekonomi yang diberlakukan Barat.
Karena itulah Rusia mulai membangun kekuatan baru dengan beberapa negara sekutu seperti China, Korea Utara, dan Myanmar. Dari sinilah hubungan kedua negara terjalin erat.
Tak heran jika beberapa waktu lalu, tepatnya di tahun 2022, Rusia memberikan bantuan persenjataan ke Myanmar untuk hadapi banyaknya pemberontak.
Tidak hanya itu, Myanmar juga meminta bantuan Rusia untuk menyelenggarakan pemilu, menurut laporan dari Time.
Tak heran jika pada saat tertekan ini Rusia menjadi negara yang sangat diharapkan bantuannya oleh Myanmar.
Namun sampai saat ini masih belum ada kejelasan terkait tindak lanjut Moskow untuk negara yang tengah mengalami perang saudara tersebut.
(sya)