PM May Melawan Upaya Pemakzulan

Kamis, 13 Desember 2018 - 09:06 WIB
PM May Melawan Upaya Pemakzulan
PM May Melawan Upaya Pemakzulan
A A A
LONDON - Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May berjanji akan melawan upaya pemakzulan terhadap jabatannya oleh anggota parlemen. Pemakzulan itu sebagai upaya untuk melawan kepemimpinannya yang dinilai tidak mampu bernegosiasi dengan Uni Eropa (UE) tentang Britain Exit (Brexit).

Hanya kurang dari empat bulan di mana Inggris harus keluar dari UE pada 29 Maret, Brexit justru jatuh ke lubang kekisruhan. Apalagi ada desakan referendum ulang yang hasilnya bisa membalikkan hasil pemungutan suara sebelumnya.

Berbicara di luar kantor PM Inggris di Downing Street, May mengungkapkan siap bertarung untuk mempertahankan jabatannya dengan segala upaya yang dia miliki. Dia mengunkapkan kubu oposisi dan musuhnya di dalam Partai Konservatif sepakat menggulingkannya, maka proses Brexit akan tertunda dan bisa saja terhenti.

“Pemimpin baru tidak bisa ditunjuk dengan tenggat waktu hingga 21 Januari. Pemilihan pemimpin baru berisiko pada kontrol negosiasi Brexit,” kata May dilansir Reuters.

“Pemimpin baru tidak akan memiliki waktu untuk negosiasi ulang penarikan kesepakatan dan mendapatkan persetujuan melalui parlemen sebelum 29 Maret. Salah satu tindakan pertama adalah memperpanjang atau membatalkan Pasal 50, menunda atau menghentikan Brexit ketika orang menginginkan kita melakukannya,” ujarnya.

Pemungutan suara dilaksanakan pada pukul 18.00 hingga 20.00 GMT pada Rabu waktu setempat atau Kamis dini hari waktu Indonesia di gedung parlemen Inggris. May bisa digulingkan jika 158 dari 315 anggota parlemen menentangnya. Sejak dia berkuasa, dia memiliki banyak musuh dan kerap mengalami pemberontakan. NAmun, dia sudah mendapatkan dukungan 75 anggota parlemen Konservatif.

Akar permasalahan May sebenarnya pada upaya negosiasi Brexit yang dilakukan oleh May karena tidak memuaskan banyak pihak di Inggris. Brexit merupakan keputusan ekonomi dan politik paling signifikan sejak Perang Dunia II. Itu memicu kekhawatiran Inggris bisa terpisah dari negara-negara Eropa lainnya. Apalagi, posisi Inggris semakin sulit dengan kepemimpinan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan pengaruh geopolitik Rusia dan China yang semakin kuat.

Hasil Brexit dipastikan akan mengganggu ekonomi Inggris senilai USD2,8 triliun. Itu juga akan berdampak spesifik terhadap persatuan Inggris dan menentukan apakah London akan menjadi salah satu dari dua pusat finansial global.

May berulang kali menegaskan ingin mengimplementasikan Brexit. Namun, dia ingin menjaga hubungan baik dengan UE agar tidak terjadi perpecahan. Namun, upaya itu justru ditentang banyak pihak.

Mungkinkan Inggris menghentikan Brexit? UE sendiri mnyatakan tidak akan melakukan renegosiasi. Tapi, para pemimpin negara anggota UE menyarankan Inggris masih bisa berubah pikir mengenai kemungkinan percaeraian dari blok ekonomi tersebut.

Ancaman pemakzulan PM May memang nyata dan itu muncul dari dalam Partai Konservatif. Graham Brady, ketua komite 1922 Partai Konservatif mengatakan, sekitar 15% anggota parlemen ingin melaksanakan pemungutan suara pemakzulan. Itu akan dilaksanakan pada Rabu waktu setempat.

“Rencana Theresa May akan menghancurkan pemerintahan jika terus dilanjutkan,” kata anggota parlemen Jacob Rees-Mogg dan Steve Baker. “Tapi partai kita tidak akan menoleransinya. Konservatif kini akan menjawab apakah mereka ingin melaksanakan pemakzulan PM May. Untuk kepentingan nasional, dia (May) harus lengser,” kata mereka.

Sinisme UE di Partai Konservatif menyebabkan kejatuhan tiga PM Konservatif sebelumnya, mulai dari David Cameron, John Major, dan Margaret Thatcher. Para musuh May menyatakan jika dia tumbang, Brexit bisa akan tertunda atau pun batal. Apalagi, Pengadilan Tinggi UE menyatakan Inggris bisa membatalkan peringatan Pasal 50 untuk meninggalkan UE tanpa izin dari anggota lain dan tidak akan kehilangan hak khusus lainnya.

Namun, banyak anggota kabinet PM May masih memberikan dukungan kepadanya, mulai dari Menteri Keuangan Philip Hammond, Menteri Luar Negeri Jeremy Hunt, Menteri Lingkungan Michael Gove dan Menteri Dalam Negeri Sajid Javid. Mereka mengingatkan perubahan kepemimpinan di Inggris akan berdampak penting dalam sejarah Inggris. (Andika Hendra)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3596 seconds (0.1#10.140)