AS Minta China Tarik Rudalnya dari Spratly Laut China Selatan
A
A
A
WASHINGTON - Pemerintah Amerika Serikat (AS) meminta China untuk menarik rudalnya yang ditempatkan di Kepulauan Spratly, Laut China Selatan. Permintaan itu disampaikan Departemen Luar Negeri Amerika dalam sebuah pernyataan, Sabtu (10/11/2018).
Permintaan Washington muncul dalam pembincaraan antara Menteri Luar Negeri Michael Pompeo, Menteri Pertahanan James Mattis dan para pejabat Beijing.
"Amerika Serikat menyerukan China untuk menarik sistem rudalnya dari fitur yang disengketakan di Kepulauan Spratly, dan menegaskan kembali bahwa semua negara harus menghindari perselisihan, pemaksaan atau intimidasi," bunyi pernyataan departemen tersebut, tak lama setelah Pompeo dan Mattis bertemu dengan para diplomat dan pejabat keamanan China, seperti dikutip Reuters.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri China Yang Jiechi, dalam konferensi pers bersama Pompeo dan Mattis, mengatakan situasi di Laut China Selatan bergerak menuju stabilitas yang lebih besar.
Menurut rilis Departemen Luar Negeri AS, kedua negara selama perundingan telah setuju untuk mendukung penyelesaian sengketa secara damai.
Pada bulan Mei, Mattis mempertanyakan janji Presiden China Xi Jinping untuk tidak melakukan militerisasi Kepulauan Spratly, karena Beijing telah memindahkan senjata ke sana.
Sedangkan Beijing menegaskan bahwa pihaknya memiliki hak kedaulatan untuk mengirim pasukan ke bagian manapun dari wilayahnya.
China telah mengklaim hampir seluruh kawasan Laut China Selatan. Namun, negara-negara Asia seperti Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam juga memiliki klaim yang saling tumpang tindih di wilayah tersebut.
Selain di Laut China Selatan, Beijing juga terlibat sengketa pulau dengan Jepang di Laut China Timur.
Permintaan Washington muncul dalam pembincaraan antara Menteri Luar Negeri Michael Pompeo, Menteri Pertahanan James Mattis dan para pejabat Beijing.
"Amerika Serikat menyerukan China untuk menarik sistem rudalnya dari fitur yang disengketakan di Kepulauan Spratly, dan menegaskan kembali bahwa semua negara harus menghindari perselisihan, pemaksaan atau intimidasi," bunyi pernyataan departemen tersebut, tak lama setelah Pompeo dan Mattis bertemu dengan para diplomat dan pejabat keamanan China, seperti dikutip Reuters.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri China Yang Jiechi, dalam konferensi pers bersama Pompeo dan Mattis, mengatakan situasi di Laut China Selatan bergerak menuju stabilitas yang lebih besar.
Menurut rilis Departemen Luar Negeri AS, kedua negara selama perundingan telah setuju untuk mendukung penyelesaian sengketa secara damai.
Pada bulan Mei, Mattis mempertanyakan janji Presiden China Xi Jinping untuk tidak melakukan militerisasi Kepulauan Spratly, karena Beijing telah memindahkan senjata ke sana.
Sedangkan Beijing menegaskan bahwa pihaknya memiliki hak kedaulatan untuk mengirim pasukan ke bagian manapun dari wilayahnya.
China telah mengklaim hampir seluruh kawasan Laut China Selatan. Namun, negara-negara Asia seperti Brunei, Malaysia, Filipina, Taiwan, dan Vietnam juga memiliki klaim yang saling tumpang tindih di wilayah tersebut.
Selain di Laut China Selatan, Beijing juga terlibat sengketa pulau dengan Jepang di Laut China Timur.
(mas)