Perusahaan Ini Beri Bonus Rp1 Miliar bagi Pekerja yang Bersedia Miliki Bayi
loading...
A
A
A
SEOUL - Sebuah perusahaan di Korea Selatan (Korsel) menawarkan pekerjanya bonus sebesar USD75.000 (lebih dari Rp1 miliar) setiap kali mereka memiliki bayi. Ini bagian dari upaya mengatasi krisis populasi di negara tersebut.
“Jika angka kelahiran di Korea tetap rendah, negara ini akan menghadapi kepunahan,” kata Lee Joong-keun, chairman raksasa konstruksi Booyoung Group, kepada para pekerjanya.
Tingkat kesuburan di negara tersebut, yang merupakan yang terendah di dunia, semakin menurun pada tahun lalu, dengan rata-rata jumlah bayi yang diharapkan per wanita Korea Selatan kini turun menjadi 0,72 dari 0,78 pada tahun lalu—jauh di bawah tingkat penggantian sebesar 2,1.
Tren ini didorong oleh perubahan masyarakat seperti perubahan sikap terhadap pernikahan dan kehidupan berkeluarga, tekanan ekonomi, ketakutan akan kehilangan kesempatan kerja, dan kecenderungan hidup menyendiri.
Presiden Korsel Yoon Suk Yeol mengatakan pada tahun 2022, bahwa pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar USD200 miliar selama 16 tahun untuk inisiatif mendukung ibu baru. Mulai tahun ini, tunjangan untuk rumah tangga yang memiliki bayi telah ditingkatkan menjadi USD750.
Perusahaan seperti Booyoung memberikan kontribusi mereka terhadap upaya nasional.
“Saya berharap kami akan diakui sebagai perusahaan yang berkontribusi dalam mendorong kelahiran… dan kekhawatiran mengenai masa depan negara ini,” kata Lee kepada para pekerjanya, seperti dikutip dari CNN, Minggu (31/3/2024).
Seorang juru bicara Booyoung mengatakan kepada CNN bahwa manfaat tersebut tersedia untuk pekerja perempuan dan laki-laki.
“Masalah angka kelahiran yang rendah mengharuskan kita untuk menangani situasi ini dengan lebih serius dan memikirkan penyebab dan solusi dari dimensi yang berbeda dari sebelumnya,” kata Presiden Yoon pada bulan Desember lalu.
“Waktunya semakin sempit. Saya berharap setiap instansi pemerintah menyikapi permasalahan rendahnya angka kelahiran dengan tekad yang luar biasa,” ujarnya.
Kelangkaan bayi mempercepat kesengsaraan demografi Korea Selatan.
Negara berpenduduk 51 juta jiwa ini mengalami penurunan populasi selama empat tahun berturut-turut pada tahun 2023. Sementara itu, proporsi penduduk muda terhadap penduduk tua telah menyusut dengan cepat dalam beberapa dekade terakhir.
Pada tahun 1990, jumlah orang dewasa muda berusia 19 hingga 34 tahun mencakup hampir sepertiga populasi. Pada tahun 2020, demografi ini menyusut menjadi 10,21 juta, atau hanya seperlima. Biro statistik negara tersebut memperkirakan angka ini akan turun menjadi 5,21 juta pada tahun 2050.
Sebaliknya, penduduk Korea Selatan yang berusia 65 tahun ke atas berjumlah 17,5 persen dari populasi pada tahun 2022. Tren ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk lanjut usia akan melebihi jumlah penduduk dewasa muda pada akhir dekade ini.
Penurunan populasi usia kerja muda juga menimbulkan kekhawatiran mengenai daya saing jangka panjang negara dengan perekonomian terbesar keempat di Asia.
Namun, negara-negara tetangga Korea Selatan di Asia Timur juga tidak ketinggalan dalam hal tingkat kesuburan yang datar, di mana China, Jepang, dan Taiwan juga bergulat dengan krisis populasi yang akan terjadi.
“Jika angka kelahiran di Korea tetap rendah, negara ini akan menghadapi kepunahan,” kata Lee Joong-keun, chairman raksasa konstruksi Booyoung Group, kepada para pekerjanya.
Tingkat kesuburan di negara tersebut, yang merupakan yang terendah di dunia, semakin menurun pada tahun lalu, dengan rata-rata jumlah bayi yang diharapkan per wanita Korea Selatan kini turun menjadi 0,72 dari 0,78 pada tahun lalu—jauh di bawah tingkat penggantian sebesar 2,1.
Tren ini didorong oleh perubahan masyarakat seperti perubahan sikap terhadap pernikahan dan kehidupan berkeluarga, tekanan ekonomi, ketakutan akan kehilangan kesempatan kerja, dan kecenderungan hidup menyendiri.
Presiden Korsel Yoon Suk Yeol mengatakan pada tahun 2022, bahwa pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar USD200 miliar selama 16 tahun untuk inisiatif mendukung ibu baru. Mulai tahun ini, tunjangan untuk rumah tangga yang memiliki bayi telah ditingkatkan menjadi USD750.
Perusahaan seperti Booyoung memberikan kontribusi mereka terhadap upaya nasional.
“Saya berharap kami akan diakui sebagai perusahaan yang berkontribusi dalam mendorong kelahiran… dan kekhawatiran mengenai masa depan negara ini,” kata Lee kepada para pekerjanya, seperti dikutip dari CNN, Minggu (31/3/2024).
Seorang juru bicara Booyoung mengatakan kepada CNN bahwa manfaat tersebut tersedia untuk pekerja perempuan dan laki-laki.
“Masalah angka kelahiran yang rendah mengharuskan kita untuk menangani situasi ini dengan lebih serius dan memikirkan penyebab dan solusi dari dimensi yang berbeda dari sebelumnya,” kata Presiden Yoon pada bulan Desember lalu.
“Waktunya semakin sempit. Saya berharap setiap instansi pemerintah menyikapi permasalahan rendahnya angka kelahiran dengan tekad yang luar biasa,” ujarnya.
Kelangkaan bayi mempercepat kesengsaraan demografi Korea Selatan.
Negara berpenduduk 51 juta jiwa ini mengalami penurunan populasi selama empat tahun berturut-turut pada tahun 2023. Sementara itu, proporsi penduduk muda terhadap penduduk tua telah menyusut dengan cepat dalam beberapa dekade terakhir.
Pada tahun 1990, jumlah orang dewasa muda berusia 19 hingga 34 tahun mencakup hampir sepertiga populasi. Pada tahun 2020, demografi ini menyusut menjadi 10,21 juta, atau hanya seperlima. Biro statistik negara tersebut memperkirakan angka ini akan turun menjadi 5,21 juta pada tahun 2050.
Sebaliknya, penduduk Korea Selatan yang berusia 65 tahun ke atas berjumlah 17,5 persen dari populasi pada tahun 2022. Tren ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk lanjut usia akan melebihi jumlah penduduk dewasa muda pada akhir dekade ini.
Penurunan populasi usia kerja muda juga menimbulkan kekhawatiran mengenai daya saing jangka panjang negara dengan perekonomian terbesar keempat di Asia.
Namun, negara-negara tetangga Korea Selatan di Asia Timur juga tidak ketinggalan dalam hal tingkat kesuburan yang datar, di mana China, Jepang, dan Taiwan juga bergulat dengan krisis populasi yang akan terjadi.
(mas)