Krisis Laut Mediterania Timur, Erdogan Sebut Yunani Bandit
loading...
A
A
A
ANKARA - Presiden Turki , Recep Tayyip Erdogan mengatakan, Turki tidak akan mundur meski diancam sanksi atau serangan untuk wilayah yang diklaimnya di Laut Mediterania. Turki dan Yunani menghadapi kebuntuan atas hak eksplorasi minyak dan gas di wilayah tersebut.
Ketegangan antara sesama anggota NATO Yunani dan Turki telah meningkat dalam sepekan terakhir setelah Turki mengirim kapal survei Oruc Reis, dikawal oleh kapal perang, untuk memetakan kemungkinan pengeboran minyak dan gas ke wilayah yang diperebutkan keduanya.(Baca: Turki-Yunani Memanas, Ini Perbandingan Kekuatan Militernya )
"Kami tidak akan pernah tunduk pada bandit di landas kontinen kami. Kami tidak akan mundur melawan bahasa sanksi dan ancaman," kata Erdogan di kota Rize, timur laut Turki.
"Oruc Reis, yang berada di antara Siprus dan pulau Kreta Yunani, akan terus bekerja hingga 23 Agustus," tambahnya seperti dikutip dari Reuters, Minggu (16/8/2020).
Kapal tersebut telah dibayangi oleh fregat Yunani dan pada Rabu kapal perang dari kedua belah pihak terlibat dalam tabrakan ringan. (Baca: Kapal Perang Turki dan Yunani ‘Tabrakan Mini’ di Laut Mediterania )
Menteri luar negeri Uni Eropa pada hari Jumat mengatakan tindakan Ankara antagonis dan berbahaya setelah melakukan pertemuan yang diminta oleh Athena.
Para menteri luar negeri Uni Eropa bertemu melalui konferensi video pada hari Jumat dan mengatakan pergerakan angkatan laut Turki akan mengarah pada "peningkatan risiko insiden berbahaya".
Mereka mengatakan kerusakan dalam hubungan dengan Turki memiliki konsekuensi strategis yang luas bagi seluruh Uni Eropa, jauh di luar Mediterania timur.
Hubungan antara Yunani dan Turki telah lama penuh dengan ketegangan. Sengketa berkisar dari batas-batas landas kontinen lepas pantai dan wilayah udara hingga pulau Siprus yang terbagi secara etnis. Pada tahun 1996 mereka hampir berperang memperebutkan kepemilikan pulau tak berpenghuni di Laut Aegea.
Ketegangan antara sesama anggota NATO Yunani dan Turki telah meningkat dalam sepekan terakhir setelah Turki mengirim kapal survei Oruc Reis, dikawal oleh kapal perang, untuk memetakan kemungkinan pengeboran minyak dan gas ke wilayah yang diperebutkan keduanya.(Baca: Turki-Yunani Memanas, Ini Perbandingan Kekuatan Militernya )
"Kami tidak akan pernah tunduk pada bandit di landas kontinen kami. Kami tidak akan mundur melawan bahasa sanksi dan ancaman," kata Erdogan di kota Rize, timur laut Turki.
"Oruc Reis, yang berada di antara Siprus dan pulau Kreta Yunani, akan terus bekerja hingga 23 Agustus," tambahnya seperti dikutip dari Reuters, Minggu (16/8/2020).
Kapal tersebut telah dibayangi oleh fregat Yunani dan pada Rabu kapal perang dari kedua belah pihak terlibat dalam tabrakan ringan. (Baca: Kapal Perang Turki dan Yunani ‘Tabrakan Mini’ di Laut Mediterania )
Menteri luar negeri Uni Eropa pada hari Jumat mengatakan tindakan Ankara antagonis dan berbahaya setelah melakukan pertemuan yang diminta oleh Athena.
Para menteri luar negeri Uni Eropa bertemu melalui konferensi video pada hari Jumat dan mengatakan pergerakan angkatan laut Turki akan mengarah pada "peningkatan risiko insiden berbahaya".
Mereka mengatakan kerusakan dalam hubungan dengan Turki memiliki konsekuensi strategis yang luas bagi seluruh Uni Eropa, jauh di luar Mediterania timur.
Hubungan antara Yunani dan Turki telah lama penuh dengan ketegangan. Sengketa berkisar dari batas-batas landas kontinen lepas pantai dan wilayah udara hingga pulau Siprus yang terbagi secara etnis. Pada tahun 1996 mereka hampir berperang memperebutkan kepemilikan pulau tak berpenghuni di Laut Aegea.
(ber)