Rusia dan NATO Ribut soal Seruan Paus Fransiskus agar Ukraina Kibarkan Bendera Putih

Selasa, 12 Maret 2024 - 11:42 WIB
loading...
Rusia dan NATO Ribut soal Seruan Paus Fransiskus agar Ukraina Kibarkan Bendera Putih
Rusia dan NATO berselisih soal seruan Paus Fransiskus agar Ukraina kibarkan bendera putih dan bernegosiasi untuk akhiri konflik. Foto/REUTERS
A A A
MOSKOW - Rusia dan NATO berselisih terkait seruan Paus Fransiskus agar Ukraina "berani mengibarkan bendera putih" dan melakukan negosiasi dengan Moskow.

Rusia mengatakan seruan Paus Fransiskus cukup dapat dimengerti. Namun, pimpinan NATO bersikeras bahwa sekarang bukan waktunya bagi Ukraina untuk berbicara tentang “menyerah”.

Kementerian Luar Negeri Ukraina memanggil utusan Vatikan di Kyiv, yang dikenal sebagai papal nuncio (nuncio kepausan), untuk menyatakan kekecewaannya terhadap komentar Paus Fransiskus.

Paus Fransiskus, dalam sebuah wawancara dengan media yang direkam bulan lalu, mengatakan bahwa Ukraina harus memiliki “keberanian mengibarkan bendera putih” untuk merundingkan diakhirinya konflik.



"Komentar Paus melegalkan hak kekuasaan dan mendorong pengabaian lebih lanjut terhadap norma-norma hukum internasional," kecam Kementerian Luar Negeri Ukraina, seperti dikutip Reuters, Selasa (12/3/2024).

Ketika negara-negara Barat bergulat dengan cara mendukung Ukraina dan prospek perubahan tajam dalam kebijakan Amerika Serikat (AS) jika Donald Trump memenangkan pemilihan presiden pada bulan November, Presiden Rusia Vladimir Putin pada dasarnya menawarkan untuk membekukan medan perang di sepanjang garis depan mereka saat ini, sebuah premis yang ditolak oleh Ukraina.

“Sangat dapat dimengerti bahwa dia (Paus Fransiskus) mendukung negosiasi,” kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov kepada wartawan.

Dia mengatakan Presiden Putin telah berulang kali mengatakan Rusia terbuka untuk perundingan damai.

“Sayangnya, baik pernyataan Paus maupun pernyataan berulang-ulang dari pihak lain, termasuk pernyataan kami, baru-baru ini mendapat penolakan yang sangat keras,” kata Peskov.

Rusia mengatakan pihaknya mengirim pasukannya ke Ukraina pada Februari 2022 dalam “operasi militer khusus” untuk menjamin keamanannya sendiri. Kyiv dan negara-negara Barat mengecamnya sebagai perang penaklukan bergaya kolonial.

Tawaran Moskow untuk bernegosiasi selalu didasarkan pada penyerahan Kyiv atas wilayah yang telah direbut Moskow dan dinyatakan sebagai bagian dari Rusia—lebih dari seperenam wilayah Ukraina.

Kremlin Sentil Kesalahan Barat


Peskov mengatakan harapan Barat untuk menimbulkan “kekalahan strategis” terhadap Rusia adalah “kesalahan terdalam”, dan menambahkan: “Kejadian, terutama di medan perang, adalah bukti paling jelas mengenai hal ini.”

Namun Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan perundingan yang akan mempertahankan Ukraina sebagai negara yang berdaulat dan mandiri hanya akan terjadi ketika Putin menyadari bahwa dia tidak akan menang di medan perang.

“Jika kita menginginkan solusi yang dapat dinegosiasikan, damai, dan langgeng, cara untuk mencapainya adalah dengan memberikan dukungan militer kepada Ukraina,” katanya kepada Reuters di markas NATO di Brussels.

Ketika ditanya apakah ini berarti sekarang bukan waktunya untuk membicarakan "bendera putih" seperti seruan Paus Fransiskus, dia berkata: “Ini bukan waktunya untuk membicarakan penyerahan diri oleh Ukraina. Itu akan menjadi tragedi bagi Ukraina.”

Dia menambahkan: “Ini juga akan berbahaya bagi kita semua. Karena pelajaran yang didapat di Moskow adalah ketika mereka menggunakan kekuatan militer, ketika mereka membunuh ribuan orang, ketika mereka menyerang negara lain, mereka mendapatkan apa yang mereka inginkan.”

Kementerian Luar Negeri Ukraina mengatakan: "Nuncio, Uskup Agung Visvaldas Kulbokas, telah diberitahu bahwa Paus Fransiskus diharapkan untuk mengirimkan sinyal kepada komunitas dunia tentang perlunya segera menggabungkan kekuatan untuk memastikan kemenangan kebaikan atas kejahatan.”

Ukraina menginginkan perdamaian, kata kementerian tersebut, tapi perdamaian yang adil dan berdasarkan prinsip-prinsip PBB dan rencana perdamaian Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

Zelensky mengatakan pada hari Minggu bahwa Paus Fransiskus terlibat dalam “mediasi virtual” dan menteri luar negerinya mengatakan Kyiv tidak akan pernah menyerah.

Zelensky, yang menandatangani dekrit pada tahun 2022 yang mengesampingkan pembicaraan dengan Putin, mengatakan pekan lalu bahwa Rusia tidak akan diundang ke pertemuan puncak perdamaian yang akan diadakan di Swiss.

Rencana perdamaian Zelensky menyerukan penarikan pasukan Rusia kembali ke perbatasan Ukraina pada tahun 1991 dan proses hukum untuk meminta pertanggungjawaban Rusia atas tindakannya.

Rusia mengatakan pihaknya tidak dapat mengadakan pembicaraan apa pun berdasarkan premis seperti itu.
(mas)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1271 seconds (0.1#10.140)