Pejabat AS dan Venezuela Dilaporkan Bertemu Bahas Rencana Kudeta

Minggu, 09 September 2018 - 08:19 WIB
Pejabat AS dan Venezuela Dilaporkan Bertemu Bahas Rencana Kudeta
Pejabat AS dan Venezuela Dilaporkan Bertemu Bahas Rencana Kudeta
A A A
WASHINGTON - Sejumlah pejabat Amerika Serikat (AS) dilaporkan mengadakan pertemuan dengan pejabat militer Venezuela yang memberontak guna membahas penggulingan Presiden Nicolas Maduro. Salah satu sosok yang ikut dalam pertemuan itu adalah seorang perwira yang ada dalam daftar sanksi AS.

Demikian laporan yang diturunkan New York Times yang dikutip The Guardian, Minggu (9/9/2018).

Laporan itu, mengutip wawancara dengan 11 pejabat AS dan mantan komandan militer Venezuela yang berpartisipasi dalam pertemuan itu. Laporan ini akan memperkuat klaim Maduro tentang keterlibatan AS dalam konspirasi melawannya.

Baru-baru ini, dua rencana menyingkirkan Maduro dilaporkan berhasil digagalkan. Pada bulan Mei, sebuah konspirasi yang melibatkan pejabat militer top dengan nama sandi Operasi Konstitusi digagalkan. Satu lagi pada awal Agustus, dua drone yang membawa peledak gagal mencapai target mereka selama unjuk rasa di Caracas.

Donald Trump sendiri secara terbuka telah mengancam intervensi militer. Pada bulan Agustus 2017, dia berkata: "Kami memiliki banyak pilihan untuk Venezuela, termasuk kemungkinan opsi militer, jika perlu."

Sementara pada bulan Juli tahun ini, Trump dilaporkan berulang kali menekan para penasihatnya tentang kelayakan invasi dan membawa hal itu dalam diskusi dengan para pemimpin Amerika Selatan, mengkhawatirkan banyak pihak.

Komentar publik Trump dikecam oleh pemerintah Venezuela sebagai "tindakan gila" dan dikritik oleh sekutu di wilayah tersebut. Namun, menurut Times, komplotan yang ingin mengkudeta Maduro melihat ancaman itu sebagai kesempatan untuk menjalin komunikasi dengan pemerintah AS, yang telah ditolak oleh Obama.

"Yang mengatakan hal itu adalah panglima tertinggi saat ini," kata mantan komandan Venezuela itu kepada Times.

"Saya tidak akan meragukannya jika itu adalah sebuah pesan," imbuhnya.

Komandan tersebut berbicara dengan kondisi anonimitas karena takut akan sanksi yang dijatuhkan kepadanya oleh pemerintah Venezuela.

Dia masuk dalam daftar pejabat militer dan keamanan Venezuela yang dituduh oleh AS tentang kejahatan serius, termasuk menyiksa para kritikus, memenjarakan ratusan tahanan politik, melukai ribuan warga sipil, memperdagangkan narkoba dan berkolaborasi dengan Angkatan Bersenjata Revolusioner Kolombia, atau Farc, yang dianggap sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat.

Serangkaian pertemuan rahasia antara para pejabat AS dan komplotan Venezuela pun terjadi. Mereka mengatakan mewakili beberapa ratus anggota dari angkatan bersenjata negara itu yang percaya sudah waktunya untuk melengserkan Maduro.

Para komandan militer Venezuela dilaporkan meminta agar AS menyediakan radio terenkripsi. Namun para pejabat AS akhirnya tidak memberikan dukungan material, dan rencana itu terbongkar setelah tindakan keras baru-baru ini yang mengarah pada penangkapan lusinan komplotan.

Meski para pejabat AS pada akhirnya menolak membantu rencana kudeta, namun munculnya laporan itu diyakini akan mempercepat negara Amerika Selatan itu jatuh ke dalam kekacauan politik.

"Ini akan mendarat seperti bom," ujar Mari Carmen Aponte, seorang diplomat yang mengawasi urusan Amerika Latin untuk pemerintahan Obama.

Menurut New York Times Gedung Putih menolak untuk memberikan komentar. Namun dalam sebuah pernyataan, pemerintahan Trump mengatakan mendukung dialog dengan semua pihak Venezuela yang menunjukkan keinginan untuk demokrasi guna membawa perubahan positif ke suatu negara yang telah banyak menderita di bawah Maduro.

Maduro, yang mewarisi revolusi Bolivarian Hugo Chavez setelah kematian mantan presiden itu pada tahun 2013, semakin dilihat sebagai pemimpin yang otoriter dari negara yang tidak stabil. Venezuela telah jatuh ke dalam keruntuhan ekonomi, menderita kekurangan pangan, hiperinflasi dan produksi minyak yang jatuh.

Krisis telah memprovokasi eksodus pengungsi bersejarah yang mengancam akan membanjiri negara-negara tetangga.
(ian)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3282 seconds (0.1#10.140)