5 Teori Liar Hantui Tragedi Lenyapnya MH370 Bersama 239 Orang

Selasa, 05 Maret 2024 - 12:51 WIB
loading...
5 Teori Liar Hantui Tragedi Lenyapnya MH370 Bersama 239 Orang
Ada lima teori liar yang menghantui tragedi lenyapnya Malaysia Airlines Penerbangan 370 atau MH370 bersama 239 orang di dalamnya sejak 8 Maret 2014. Foto/Ilustrasi National Geographic
A A A
KUALA LUMPUR - Pemerintah Malaysia telah berjanji untuk melanjutkan pencarian Malaysia Airlines Penerbangan 370 atau MH370 yang lenyap bersama 239 orang di dalamnya pada 8 Maret 2014.

Pada Jumat (8/3/2024) nanti, pesawat itu akan genap 10 tahun lenyap misterius setelah lepas landas dari Kuala Lumpur, Malaysia, dalam perjalanan menuju Beijing, China.

Apa yang sebenarnya terjadi pada MH370 masih menjadi salah satu misteri terbesar dalam sejarah penerbangan modern.

Boeing 777 itu membawa 227 penumpang, lebih dari 150 di antaranya warga China, dan 12 awak ketika menghilang dari radar kurang dari 40 menit setelah lepas landas.

Operasi pencarian ekstensif dilakukan pada tahun-tahun berikutnya, dengan berbagai puing-puing yang diduga milik pesawat tersebut terdampar di pantai-pantai di Samudra Hindia.



Namun, pesawat tersebut secara resmi tidak pernah ditemukan dan alasan di balik lenyapnya secara misterius tidak pernah diketahui.

Pada hari Senin, menjelang peringatan 10 tahun lenyapnya MH370, Menteri Transportasi Malaysia Anthony Lake mengatakan perusahaan eksplorasi dasar laut AS, Ocean Infinity, telah diminta untuk membahas proposal pencarian terbarunya setelah dua upaya pencarian sebelumnya gagal.

Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengatakan negaranya akan membuka kembali penyelidikan atas hilangnya MH370 dan 239 orang di dalamnya jika ada bukti baru yang kuat.

Sejak insiden itu terjadi, setidaknya ada lima teori liar yang menghantui misteri lenyapnya MH370, sebagaimana dirangkum Yahoo News UK, Selasa (5/3/2024).

5 Teori Liar yang Menghantui Tragedi Lenyapnya Pesawat MH370

1. Teori Pembunuhan Massal-Bunuh Diri oleh Pilot


Teori yang paling santer disodorkan adalah pilot pesawat, Kapten Zaharie Ahmad Shah (53) asal Penang, Malaysia, sengaja menjatuhkan pesawat tersebut.

Laporan awal yang dikeluarkan pemerintah Malaysia pada bulan Maret 2015 menyatakan tidak ada bukti adanya penyimpangan keuangan atau perubahan perilaku di antara kru MH370.

Namun, sebuah laporan oleh New York Magazine pada tahun berikutnya mengeklaim Kapten Shah telah melakukan latihan pada simulator penerbangan rumahnya kurang dari sebulan sebelum penerbangan naas tersebut, yang sangat sesuai dengan jalur yang akan diambil melalui Samudra Hindia bagian selatan.

Namun, penyelidik dari Biro Keselamatan Transportasi Australia (ATSB) mengatakan hal itu bukanlah hal yang aneh.

The Atlantic melaporkan bahwa teman-teman Shah mengatakan dia "kesepian dan sedih" serta menderita depresi menjelang penerbangan MH370.

Teori ini menyatakan bahwa Shah mematikan komunikasi dengan pengontrol lalu lintas udara, mengenakan masker oksigen dan menurunkan tekanan udara pada pesawat, menyebabkan penumpang meninggal karena kekurangan oksigen (hipoksia).

2. Teori Pembajakan


Teori liar kedua adalah bahwa salah satu pilot atau penumpang membajak pesawat dengan tujuan untuk mendaratkannya dan kemudian melarikan diri, tetapi rencana tersebut gagal dan mereka mengalami hipoksia bersama penumpang lainnya.

Co-pilot pesawat tersebut adalah Perwira Pertama Fariq Abdul Hamid, yang, pada usia 27 tahun, relatif belum berpengalaman, dan MH370 adalah penerbangan pelatihan terakhirnya.

Namun penyelidik mengatakan tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa pilot atau co-pilot memiliki konflik atau masalah di antara mereka.

Kesepuluh awak kabin pesawat tersebut semuanya sudah menikah dan memiliki anak, sehingga para penyelidik yakin mereka tidak akan terlibat dalam rencana pembajakan.

Ada dua penumpang Iran di pesawat yang bepergian dengan paspor Italia dan Austria curian, namun nampaknya mereka adalah pencari suaka yang mencoba untuk pergi ke China daripada mengambil alih pesawat tersebut.

Penumpang lain yang bekerja sebagai insinyur penerbangan di sebuah perusahaan penyewaan jet, sempat dianggap sebagai calon pembajak tetapi kemudian diberhentikan.

Salah satu teorinya adalah teroris Rusia membajak pesawat tersebut setelah naik ke Main Equipment Center (MEC) di bawah kabin kelas satu dan mengambil alih pesawat, memalsukan data lokasi dan terbang ke Kazakhstan, tetapi teori ini telah dikesampingkan.

3. Teori Kargo Mencurigakan


MH370 membawa lebih dari 10.000 kg kargo, termasuk 221 kg baterai lithium-ion, yang dianggap menarik bagi penyelidik Malaysia untuk mencoba mencari tahu apa yang terjadi pada penerbangan tersebut.

Baterai tersebut, yang dapat menyebabkan kebakaran jika terlalu panas dan terbakar, dikirim oleh Motorola dari fasilitas di Bayan Lepas, Malaysia, ke Tianjin, China.

Barang-barang tersebut dikemas berdasarkan pedoman Asosiasi Transportasi Udara Internasional (IATA) namun tidak melalui pemeriksaan keamanan tambahan di Bandara Internasional Kuala Lumpur sebelum dimuat ke dalam pesawat.

Teori lain adalah bahwa baterai tersebut entah bagaimana tercampur dengan lebih dari 4.500 kg manggis—buah tropis yang juga dikirim—menyebabkan pembakaran, namun sebuah laporan mengatakan "sangat tidak mungkin" kedua benda tersebut bersentuhan satu sama lain saat mereka dibungkus dan dalam wadah terpisah.

Dalam teori lain, pemerintah Amerika Serikat dituduh mengganggu komunikasi pesawat sebelum menembak jatuh karena tidak ingin China memiliki peralatan Motorola, namun teori ini juga telah diabaikan.

4. Teori Penumpang Gelap


Ada teori yang menyebutkan bahwa ada penumpang gelap yang menyelinap ke dalam pesawat MH370 dengan tujuan menjatuhkan pesawat.

Terdapat area di bawah lantai tepat di luar pintu dek penerbangan di mana seseorang dapat bersembunyi, tetapi penumpang gelap harus memiliki akses ke pesawat sebelum bersiap untuk berangkat.

Mereka juga harus mengalahkan awak kabin, pilot, dan penumpang lain untuk mengambil alih pesawat. Teori ini juga diabaikan.

5. Teori Dekompresi yang Tidak Terkendali


Biro Keselamatan Transportasi Australia (ATSB) mengatakan kru yang tidak responsif atau kejadian hipoksia lebih mungkin terjadi dibandingkan gangguan dalam penerbangan (misalnya, terhenti) atau kejadian meluncur seperti kegagalan mesin karena kehabisan bahan bakar.

Disebutkan bahwa penurunan tekanan kabin yang tidak terkendali akibat kesalahan manusia atau kegagalan struktural yang menyebabkan kru tidak responsif atau hipoksia "paling sesuai dengan bukti yang ada" untuk jangka waktu lima jam saat penerbangan melakukan perjalanan ke selatan melintasi Samudra Hindia tanpa komunikasi atau penyimpangan yang signifikan, kemungkinan besar dilakukan dengan autopilot.

Para ahli belum mencapai konsensus mengenai teori ini, namun para penyelidik mengatakan mereka yakin pesawat tersebut tidak berhasil dikendalikan ketika jatuh.
(mas)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1230 seconds (0.1#10.140)