Kanada, Australia, Selandia Baru Desak Israel Setop Serangan Darat di Rafah
loading...
A
A
A
CANBERRA - Perdana Menteri (PM) Kanada, Australia dan Selandia Baru mengeluarkan pernyataan bersama pada Kamis (15/2/2024) yang mendesak Israel tidak memulai serangan yang direncanakan di kota Rafah, Gaza selatan.
Mereka memperingatkan konsekuensi bencana bagi warga Palestina jika Israel memperluas operasi militer yang telah dikutuk dunia internasional.
“Kami sangat khawatir dengan indikasi bahwa Israel sedang merencanakan serangan darat ke Rafah. Operasi militer ke Rafah akan menjadi bencana besar,” ungkap PM Australia Anthony Albanese, PM Kanada Justin Trudeau, dan PM Selandia Baru Christopher Luxon.
Mereka menekankan, “Sekitar 1,5 juta warga Palestina mengungsi di wilayah tersebut, termasuk banyak warga negara kami dan keluarga mereka. Dengan situasi kemanusiaan yang ada di Gaza sudah sangat buruk, dampak operasi militer yang diperluas terhadap warga sipil Palestina akan sangat menghancurkan. Kami mendesak pemerintah Israel tidak melakukan hal ini.”
Ketiga perdana menteri tersebut juga mengingatkan Israel akan keputusan Mahkamah Internasional (ICJ) baru-baru ini yang menyatakan negara tersebut berkewajiban memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza dan melindungi warga sipil.
Kebutuhan bantuan kemanusiaan di daerah kantong Palestina “belum pernah sebesar ini,” menurut pernyataan itu.
“Australia, Kanada, dan Selandia Baru tetap teguh dalam komitmen mereka terhadap solusi dua negara, termasuk pembentukan negara Palestina berdampingan dengan Israel, di mana warga Palestina dan Israel hidup berdampingan dalam perdamaian, keamanan, dan martabat,” tegas tiga perdana menteri itu.
Pada 7 Oktober 2023, Hamas melancarkan serangan besar-besaran terhadap Israel, menewaskan 1.200 orang dan menculik lebih dari 200 orang.
Serangan Hamas itu sebagai balasan atas aksi militer Israel menangkap dan membunuh ribuan orang di Tepi Barat dan Gaza, serta penyerbuan terhadap Masjid Al Aqsa di Yerusalem.
Israel kemudian melancarkan genosida yang membunuh lebih dari 28.500 orang Palestina di Jalur Gaza.
Pada November 2023, Qatar memediasi kesepakatan antara Israel dan Hamas mengenai jeda kemanusiaan sementara dan pertukaran beberapa tahanan dan sandera, serta pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Jeda kemanusiaan berakhir pada 1 Desember 2023, setelah beberapa kali perpanjangan. Lebih dari 100 sandera diyakini masih ditahan Hamas di Jalur Gaza.
Pada Januari 2024, ICJ memutuskan tindakan sementara dalam kasus Afrika Selatan melawan Israel atas dugaan genosida di Jalur Gaza.
Pengadilan memerintahkan Israel mengambil tindakan segera untuk mencegah tindakan genosida dan memastikan aliran bantuan kemanusiaan ke daerah kantong tersebut.
Pada saat yang sama, ICJ tidak memerintahkan gencatan senjata segera di Gaza.
Tindakan brutal Israel yang terus berlanjut di Gaza menegaskan rezim kolonial apartheid Zionis itu mengabaikan perintah ICJ.
Lihat Juga: Australia Nekad Larang Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun, Langkah Positif atau Salah Arah?
Mereka memperingatkan konsekuensi bencana bagi warga Palestina jika Israel memperluas operasi militer yang telah dikutuk dunia internasional.
“Kami sangat khawatir dengan indikasi bahwa Israel sedang merencanakan serangan darat ke Rafah. Operasi militer ke Rafah akan menjadi bencana besar,” ungkap PM Australia Anthony Albanese, PM Kanada Justin Trudeau, dan PM Selandia Baru Christopher Luxon.
Mereka menekankan, “Sekitar 1,5 juta warga Palestina mengungsi di wilayah tersebut, termasuk banyak warga negara kami dan keluarga mereka. Dengan situasi kemanusiaan yang ada di Gaza sudah sangat buruk, dampak operasi militer yang diperluas terhadap warga sipil Palestina akan sangat menghancurkan. Kami mendesak pemerintah Israel tidak melakukan hal ini.”
Ketiga perdana menteri tersebut juga mengingatkan Israel akan keputusan Mahkamah Internasional (ICJ) baru-baru ini yang menyatakan negara tersebut berkewajiban memastikan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza dan melindungi warga sipil.
Kebutuhan bantuan kemanusiaan di daerah kantong Palestina “belum pernah sebesar ini,” menurut pernyataan itu.
“Australia, Kanada, dan Selandia Baru tetap teguh dalam komitmen mereka terhadap solusi dua negara, termasuk pembentukan negara Palestina berdampingan dengan Israel, di mana warga Palestina dan Israel hidup berdampingan dalam perdamaian, keamanan, dan martabat,” tegas tiga perdana menteri itu.
Pada 7 Oktober 2023, Hamas melancarkan serangan besar-besaran terhadap Israel, menewaskan 1.200 orang dan menculik lebih dari 200 orang.
Serangan Hamas itu sebagai balasan atas aksi militer Israel menangkap dan membunuh ribuan orang di Tepi Barat dan Gaza, serta penyerbuan terhadap Masjid Al Aqsa di Yerusalem.
Israel kemudian melancarkan genosida yang membunuh lebih dari 28.500 orang Palestina di Jalur Gaza.
Pada November 2023, Qatar memediasi kesepakatan antara Israel dan Hamas mengenai jeda kemanusiaan sementara dan pertukaran beberapa tahanan dan sandera, serta pengiriman bantuan kemanusiaan ke Gaza.
Jeda kemanusiaan berakhir pada 1 Desember 2023, setelah beberapa kali perpanjangan. Lebih dari 100 sandera diyakini masih ditahan Hamas di Jalur Gaza.
Pada Januari 2024, ICJ memutuskan tindakan sementara dalam kasus Afrika Selatan melawan Israel atas dugaan genosida di Jalur Gaza.
Pengadilan memerintahkan Israel mengambil tindakan segera untuk mencegah tindakan genosida dan memastikan aliran bantuan kemanusiaan ke daerah kantong tersebut.
Pada saat yang sama, ICJ tidak memerintahkan gencatan senjata segera di Gaza.
Tindakan brutal Israel yang terus berlanjut di Gaza menegaskan rezim kolonial apartheid Zionis itu mengabaikan perintah ICJ.
Lihat Juga: Australia Nekad Larang Media Sosial untuk Anak di Bawah 16 Tahun, Langkah Positif atau Salah Arah?
(sya)