Sekutu-sekutu NATO Khawatir Trump Kembali Jadi Penguasa AS, Mengapa?
loading...
A
A
A
WASHINGTON - Ketika peluang pertarungan ulang Joe Biden-Donald Trump dalam pemilihan presiden (pilpres) Amerika Serikat (AS) meningkat, negara-negara sekutu NATO bersiap menghadapi tantangan.
Banyak yang khawatir Trump akan menang pilpres dan kembali berkuasa di AS—yang menurut mereka akan menjadi "bencana besar". Kekhawatiran semakin meningkat bahwa AS akan menjadi kurang dapat diandalkan terlepas dari siapa yang menang pilpres November mendatang.
Dengan jumlah pemilih yang terpecah dan kebuntuan di Kongres, presiden Amerika berikutnya dapat dengan mudah terhanyut oleh berbagai tantangan di dalam negeri—bahkan sebelum mulai mengatasi permasalahan di seluruh dunia, mulai dari Ukraina hingga Timur Tengah.
Komentar Presiden Perancis Emmanuel Macron baru-baru ini sangat blakblakan: “Prioritas pertama Amerika adalah dirinya sendiri.”
Pemerintahan Trump yang pertama menguji ikatan antara AS dan sekutu-sekutu NATO lainnya, khususnya di Eropa.
Trump mencemooh para pemimpin beberapa negara sekutu, termasuk Angela Merkel dari Jerman dan Theresa May dari Inggris, serta memuji para pemimpin otoriter seperti Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Dia menyebut Presiden China Xi Jinping sebagai orang yang “brilian” dan Perdana Menteri Hongarian Viktor Orbán sebagai “pemimpin yang hebat.”
Dalam pidato kampanyenya, Trump tetap skeptis terhadap organisasi-organisasi seperti NATO, dan seringkali menyesali miliaran dolar yang dikeluarkan AS untuk aliansi militer yang dukungannya sangat penting bagi perjuangan Ukraina melawan invasi Rusia.
Dia mengatakan pada pertemuan massa pada hari Sabtu bahwa, sebagai presiden, dia telah memperingatkan sekutu NATO bahwa dia akan mendorong Rusia untuk melakukan apa pun yang mereka inginkan terhadap negara-negara yang tidak membayar biaya mereka dalam aliansi tersebut.
Banyak yang khawatir Trump akan menang pilpres dan kembali berkuasa di AS—yang menurut mereka akan menjadi "bencana besar". Kekhawatiran semakin meningkat bahwa AS akan menjadi kurang dapat diandalkan terlepas dari siapa yang menang pilpres November mendatang.
Dengan jumlah pemilih yang terpecah dan kebuntuan di Kongres, presiden Amerika berikutnya dapat dengan mudah terhanyut oleh berbagai tantangan di dalam negeri—bahkan sebelum mulai mengatasi permasalahan di seluruh dunia, mulai dari Ukraina hingga Timur Tengah.
Komentar Presiden Perancis Emmanuel Macron baru-baru ini sangat blakblakan: “Prioritas pertama Amerika adalah dirinya sendiri.”
Pemerintahan Trump yang pertama menguji ikatan antara AS dan sekutu-sekutu NATO lainnya, khususnya di Eropa.
Trump mencemooh para pemimpin beberapa negara sekutu, termasuk Angela Merkel dari Jerman dan Theresa May dari Inggris, serta memuji para pemimpin otoriter seperti Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Dia menyebut Presiden China Xi Jinping sebagai orang yang “brilian” dan Perdana Menteri Hongarian Viktor Orbán sebagai “pemimpin yang hebat.”
Dalam pidato kampanyenya, Trump tetap skeptis terhadap organisasi-organisasi seperti NATO, dan seringkali menyesali miliaran dolar yang dikeluarkan AS untuk aliansi militer yang dukungannya sangat penting bagi perjuangan Ukraina melawan invasi Rusia.
Dia mengatakan pada pertemuan massa pada hari Sabtu bahwa, sebagai presiden, dia telah memperingatkan sekutu NATO bahwa dia akan mendorong Rusia untuk melakukan apa pun yang mereka inginkan terhadap negara-negara yang tidak membayar biaya mereka dalam aliansi tersebut.