Seorang Pangeran Arab Saudi Serukan Raja Salman Dikudeta

Rabu, 23 Mei 2018 - 17:12 WIB
Seorang Pangeran Arab...
Seorang Pangeran Arab Saudi Serukan Raja Salman Dikudeta
A A A
DUSSELDORF - Seorang pangeran Arab Saudi yang diasingkan telah menyerukan kepada paman-pamannya agar menggulingkan Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud. Alasan perlunya kudeta karena kerajaan di bawah aturan Raja Salman menjadi tidak rasional, tidak menentu dan bodoh hingga pada "point of no-return".

Penyeru kudeta tersebut adalah Pangeran Khaled bin Farhan. Dia membuat seruan kepada kedua pamannya Pangeran Ahmed bin Abdulaziz dan Pangeran Muqrin bin Abdulaziz. Alasan lain untuk menggulingkan Raja Salman adalah telah terjadi kerusakan di keluarga kerajaan.

Dalam sebuah wawancara dengan Middle East Eye yang dirilis 21 Mei 2018, Pangeran Khaled, yang diberikan suaka politik di Jerman pada tahun 2013, kedua pamannya itu bisa diandalkan untuk memimpin kudeta. "Jika Ahmed dan Muqrin menyatukan barisan, 99 persen dari anggota keluarga kerajaan, dinas keamanan dan tentara akan berdiri di belakang mereka," katanya.

"Saya menggunakan kesempatan ini untuk memohon kepada paman saya, Ahmed dan Muqrin, yang adalah putra-putra Abdulaziz untuk melakukan sesuatu guna mengubah hal-hal menjadi lebih baik," ujarnya.

Pangeran Khaled adalah kerabat jauh dari keluarga Kerajaan Saudi. Tapi Riyadh sensitif terhadap setiap anggota keluarga kerajaan dari kerabat jauh sekalipun dan telah mencoba untuk memancingnya agar kembali.

Pangeran Khaled mengatakan bahwa pernyataan terbaru oleh Mamduh bin Abdulaziz, salah satu saudara tertua Raja Salman yang masih hidup, menunjukkan kebencian yang lebih luas dalam keluarga secara keseluruhan.

"Ada begitu banyak kemarahan dalam keluarga kerajaan," kata Pangeran Khaled. "Saya mengambil informasi ini dan memohon kepada paman saya, Ahmed dan Muqrin, yang adalah putra-putra Abdulaziz dan berpendidikan tinggi, fasih dan mampu mengubah hal-hal untuk lebih baik. Saya dapat mengatakan bahwa kita semua berada di belakang mereka dan mendukung mereka," lanjut dia.

Menurutnya, Pangeran Ahmed bin Abdulaziz, mantan deputi menteri dalam negeri (1975-2012) dan mantan menteri dalam negeri (2012), telah mempertahankan dukungan dari bagian penting pasukan keamanan dan suku-suku di negara tersebut.

Sedangkan Pangeran Muqrin bin Abdulaziz adalah sosok yang awalnya ditunjuk sebagai putra mahkota oleh saudara laki-lakinya Salman, lalu digantikan oleh Mohammed bin Nayef pada bulan April 2015. Pada akhirnya, Mohammed bin Nayef digantikan oleh Mohammad bin Salman alias MbS pada Juni 2017. Mohammed bin Salman tak lain adalah putra kandung Raja Salman.

Pangeran Khaled mengatakan dia telah menerima sejumlah besar email dari orang-orang di kepolisian dan tentara untuk mendukung seruannya. "Saya menganggap dari mereka bahwa mereka menarik, bukannya menuntut, kepada Pangeran Ahmed bin Abdulaziz untuk mengambil inisiatif guna mengubah situasi saat ini," ujarnya.

Misteri Tembakan Istana

Seruan untuk kudeta muncul setelah misteri tentang rentetan tembakan yang terdengar di luar Istana Raja Ouja di Riyadh pada bulan April lalu terus ramai diperbincangkan. Penjelasan resmi adalah bahwa penjaga keamanan telah menembak jatuh sebuah drone mainan.

Namun blogger Saudi dengan nama pena "Mujtahidd" mengatakan bahwa istana telah diserang oleh senjata berat yang dipasang pada dua SUV, di mana enam staf keamanan dan dua penyerang tewas.

Misteri lain yang membuat penasaran adalah sosok MbS belum terlihat di depan umum sejak insiden penembakan tersebut. Hal itu memicu spekulasi di media Rusia dan Iran bahwa Putra Mahkota Saudi itu telah terbunuh. Dalam beberapa hari terakhir, kantor MbS telah merilis foto dirinya dengan para pemimpin regional untuk melawan spekulasi tersebut.

Pangeran Khaled mengatakan drone itu adalah cerita sampul yang menantang logika. "Saya pribadi percaya bahwa ini tidak selalu merupakan upaya untuk menjatuhkan Mohammed bin Salman tetapi lebih merupakan tindakan protes terhadapnya," katanya.

Namun dia memperingatkan bahwa jika MbS tetap berkuasa, maka pergolakan akan mengikuti. "Saya ingin mengatakan kepada orang-orang Eropa bahwa situasi di Arab Saudi menyerupai gunung berapi yang akan meletus. Jika meletus, itu tidak hanya akan memengaruhi situasi di Arab Saudi atau di wilayah Arab tetapi juga akan berdampak pada Anda," paparnya.

Menurutnya, Saudi adalah "campuran yang mudah terbakar" dari berbagai generasi, suku, wilayah dan Wahhabisme yang berbeda. Jika kudeta dimulai di luar keluarga kerajaan, kata dia, maka kerajaan dengan interpretasi Wahhabi yang ketat tentang Islam, dapat dengan mudah menjadi pusat terorisme internasional.

Pangeran Khaled melanjutkan bahwa ada sel-sel tidur teroris di Arab Saudi dan bahwa ideologi Wahhabi adalah ideologi radikal. Para Islamis ini, katanya, yang paling menakut-nakuti orang Eropa dan Amerika.

"Jadi, jika Arab Saudi mengalami kekacauan, akan terjadi kekacauan global, dan itu (Arab Saudi) akan menjadi sumber terorisme bagi seluruh dunia karena akan mendukung dan mendukung terorisme internasional," imbuh dia.

Keluarga Kerajaan Merasa Dipermalukan


Pangeran Khaled di dalam keluarga kerajaan berasal dari trah al-Farhan. Pada abad ke-18, Farhan yang sejatinya adalah salah satu dari tiga bersaudara dari Muhammad bin Saud mengalami keretakan hubungan dengan kerabatnya dari trah Abdulaziz. Keretakan dimulai setelah ayah Khaled, yang dikenal sebagai Pangeran Merah, mengadvokasi monarki konstitusional.

Anggota senior keluarga kerajaan telah berusaha untuk memancing pangeran pembangkang itu kembali ke Saudi untuk membungkamnya. Salah satu dari anggota keluarga kerajaan bahkan menawarinya tempat duduk di pesawat pribadinya ketika dalam kunjungan resmi ke Jerman. Tapi, tawaran itu ditolak.

Pangeran Khaled diberikan suaka politik dalam waktu dua bulan setelah tiba oleh otoritas Jerman. Alasannya pemberian suaka karena dia dianggap rawan dari bahaya penculikan. Dia juga telah diberitahu oleh intelijen Jerman bahwa keamanannya di luar negeri tidak dapat dijamin, bahkan jika dia bepergian di dalam Uni Eropa.

Pangeran, yang mengatakan dia berhubungan secara teratur dengan pangeran lain di Saudi, menggambarkan keluarga kerajaan berada dalam keadaan terkejut soal penangkapan, penahanan dan penganiayaan terhadap para pangeran senior, termasuk Muqrin, selama pembersihan anti-korupsi yang diperintahkan oleh Raja Salman dan putranya Mohammed bin Salman pada akhir 2017 lalu.

"Ini adalah kejutan bagi seluruh keluarga karena tokoh-tokoh terkemuka di keluarga ditahan, dengan cara yang memegang penghinaan besar. Ini adalah kejutan bagi seluruh keluarga. Keluarga sekarang menghadapi kekejaman yang berdiri di mata orang-orang. Dan ini pasti akan merusak legitimasinya," kata Khaled.

Pangeran Khaled mengatakan bahwa kampanye anti-korupsi itu bermotif politik untuk menghilangkan tantangan apa pun dari pesaing yang lebih senior, berpengalaman, dan sah.

Motif MbSMbS telah menunjukkan "kekuatan yang memabukkan" selama tahun lalu. Tetapi, Pangeran Khaled mengatakan bahwa selama bertahun-tahun dia adalah anggota orang biasa di keluarga kerajaan. Menurutnya, MbS merupakan pemuda yang menderita "masalah psikologis".

"Saya tidak akan mengatakan dia melakukan kekerasan," kata Pangeran Khaled. "Tetapi ketika dia masih muda, di keluarga kerajaan, dia tidak memiliki status. Dia adalah anggota biasa di keluarga. Saudara-saudaranya memiliki posisi yang lebih tinggi, dan mereka memiliki suara di elite penguasa Saudi. Tentu saja, sepupunya lebih tua, lebih berpengalaman, lebih baik diposisikan, lebih berpendidikan dan yang lainnya," kata Khaled.

"Jadi saya pikir dia mengembangkan masalah psikologis, karena salah satu sepupunya yang dia tangkap, saat dia akan bertemu, dia (Mohammed bin Salman) harus membuat janji, dan mungkin sang pangeran itu akan bertemu dengannya, atau mungkin tidak. Jadi ini menciptakan dalam dirinya masalah psikologis dan hari ini dia membalas dendam terhadap sepupunya," imbuh dia.

Saudi mengklaim telah meraup USD100 miliar dari 300 lebih orang yang ditahan di hotel Ritz-Carlton di Riyadh pada akhir 2017.

Tetapi, setelah pembebasan mereka, kata Pangeran Khaled, mantan tahanan bukanlah orang bebas. Sebaliknya, mereka memiliki perangkat pemantauan yang dipasang di kaki mereka, ponsel mereka dipantau dan dilarang bepergian ke luar kerajaan. "Jadi mereka hidup dalam situasi yang sangat memalukan," bebernya.

Dalam keadaan normal, dia memuji beberapa reformasi yang diperkenalkan oleh MbS, termasuk mengizinkan perempuan untuk mengemudi dan membatasi pengaruh otoritas keagamaan.

Tapi, dia menggambarkan gerakan ini sebagai palliatives yang dimaksudkan untuk menenangkan Barat dan mengabaikan bahwa masalah sebenarnya di Arab adalah sistem politik, di mana raja memiliki kekuasaan mutlak untuk menunjuk hakim-hakim, anggota Dewan Syura dan pemerintah sendiri.

"Make-up negara akan terus berubah dengan kepribadian raja," kata Pangeran Khaled. "Di mana rencana strategis untuk negara? Kita harus memiliki tujuan yang jelas dengan apa yang sedang kita kerjakan. Dan adalah peran raja untuk membuat rencana taktis guna membantu kami memberlakukan strategi ini," ujarnya.

"Tapi, dengan cara kita, negara kita akan terlambat menjangkau mereka. Kami sudah terlambat. Kami mengunakannnya untuk berpikir bahwa kita memiliki aset keuangan dan individu berpendidikan, tapi sayangnya situasi sekarang adalah membawa kita kembali ke beberapa tahun."

Sistem politik kerajaan, Pangeran Khalid melanjutkan, mewakili kehendak raja. Ketika ada raja baru, semuanya berubah.

Menurutnya, Saudi mungkin salah satu negara terbesar di Timur Tengah dengan populasi lebih dari 30 juta, mungkin anggota G-20, mungkin eksportir minyak terbesar di dunia, mungkin pemegang cadangan minyak terbesar kedua di planet ini, mungkin memiliki hak veto di IMF. Tapi, negara itu sendiri tidak lebih dari perwujudan raja yang memerintah.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5228 seconds (0.1#10.140)