Jika AS Gagalkan Proyek Nuklir di Saudi, Rusia dan China Masuk
A
A
A
WASHINGTON - Kegagalan Amerika Serikat (AS) untuk membangun reaktor nuklir di Arab Saudi akan memungkinkan Rusia dan China masuk untuk menggantikan Washington. Demikian peringatan Menteri Energi AS Rick Perry kepada parlemen.
Administrasi Donald Trump sedang bernegosiasi dengan pemerintah Saudi terkait proyek pembangunan 16 reaktor baru di kerajaan tersebut.
Perry, yang paparan di depan Komite Angkatan Bersenjata Senat AS, ditanya tentang laporan bahwa Washington sedang mempertimbangkan perjanjian pembagian teknologi nuklir yang tidak akan melarang Saudi memperkaya bahan bakar nuklir untuk senjata.
”Saya pikir sangat penting untuk melihat masing-masing perjanjian ini bukan dalam ruang hampa,” kata Perry, tanpa membenarkan apakah AS sedang mempertimbangkan kesepakatan seperti itu atau tidak.
”Saya selalu mengingatkan orang bahwa alternatifnya tidak baik—jika Rusia, China yang akan dipilih untuk menjalankan proyek nuklir sipil di Kerajaan Arab Saudi—tidak akan ada pengawasan,” ujar Perry, seperti dikutip dari Bloomberg, Minggu (25/3/2018).
Jika AS menyanggupi, tawaran proyek nuklir dari Riyadh itu juga akan menguntungkan Westinghouse Electric Co., Exelon Corp dan perusahaan-perusahaan AS lainnya yang sedang lesu.
Bloomberg pertama kali melaporkan Gedung Putih sedang mempertimbangkan perjanjian yang tidak memiliki apa yang disebut sebagai “standar emas” yang disetujui oleh Uni Emirat Arab. Perjanjian itu melarang pengayaan dan pengolahan kembali bahan bakar nuklir dan limbahnya.
Perry mengatakan kepada para senator bahwa kesepakatan AS dengan Saudi tidak hanya akan melibatkan pekerja dan teknologi Amerika tetapi juga memberikan pengawasan oleh Badan Energi Atom Internasional.
Kesepakatan dengan Saudi itu telah dikritik oleh anggota parlemen berpengaruh AS setelah Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman menegaskan bahwa negaranya akan mengembangkan senjata nuklir jika Iran melakukan hal serupa. Hal itu telah memicu lonceng alarm berbahaya.
”Saya pikir bahaya proliferasi begitu besar sehingga kita harus dapat menggunakan semua pengaruh yang kita miliki yang jauh melampaui hanya satu transaksi ini untuk menuntut standar yang sama yang kita terapkan untuk Emirat," kata Senator Jack Reed dari Partai Demokrat.
Dia dan banyak senator lainnya siap menentang kesepakatan nuklir dengan Arab Saudi yang memungkinkan pengayaan uranium.
Sementara itu, dalam sebuah wawancara pada hari Kamis dengan Bloomberg TV , Menteri Energi Saudi, Khalid al-Falih mengatakan negosiasi dengan AS telah “sangat konstruktif”. ”Rekan-rekan kami dari pihak Amerika telah memahami situasi kerajaan,” katanya.
Menurutnya, Kerajaan Saudi akan sepenuhnya mematuhi perjanjian dan peraturan internasional dan program nuklirnya akan tunduk pada inspeksi internasional.
”Kami ingin penyedia teknologi terbaik untuk bersama kami dan AS ada dalam daftar itu," katanya. ”Kami berharap bahwa AS akan bergabung dengan kami dan menjadi bagian dari kompetisi yang akan berlangsung akhir tahun ini dan akan bersama kami untuk jangka panjang.”
Administrasi Donald Trump sedang bernegosiasi dengan pemerintah Saudi terkait proyek pembangunan 16 reaktor baru di kerajaan tersebut.
Perry, yang paparan di depan Komite Angkatan Bersenjata Senat AS, ditanya tentang laporan bahwa Washington sedang mempertimbangkan perjanjian pembagian teknologi nuklir yang tidak akan melarang Saudi memperkaya bahan bakar nuklir untuk senjata.
”Saya pikir sangat penting untuk melihat masing-masing perjanjian ini bukan dalam ruang hampa,” kata Perry, tanpa membenarkan apakah AS sedang mempertimbangkan kesepakatan seperti itu atau tidak.
”Saya selalu mengingatkan orang bahwa alternatifnya tidak baik—jika Rusia, China yang akan dipilih untuk menjalankan proyek nuklir sipil di Kerajaan Arab Saudi—tidak akan ada pengawasan,” ujar Perry, seperti dikutip dari Bloomberg, Minggu (25/3/2018).
Jika AS menyanggupi, tawaran proyek nuklir dari Riyadh itu juga akan menguntungkan Westinghouse Electric Co., Exelon Corp dan perusahaan-perusahaan AS lainnya yang sedang lesu.
Bloomberg pertama kali melaporkan Gedung Putih sedang mempertimbangkan perjanjian yang tidak memiliki apa yang disebut sebagai “standar emas” yang disetujui oleh Uni Emirat Arab. Perjanjian itu melarang pengayaan dan pengolahan kembali bahan bakar nuklir dan limbahnya.
Perry mengatakan kepada para senator bahwa kesepakatan AS dengan Saudi tidak hanya akan melibatkan pekerja dan teknologi Amerika tetapi juga memberikan pengawasan oleh Badan Energi Atom Internasional.
Kesepakatan dengan Saudi itu telah dikritik oleh anggota parlemen berpengaruh AS setelah Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman menegaskan bahwa negaranya akan mengembangkan senjata nuklir jika Iran melakukan hal serupa. Hal itu telah memicu lonceng alarm berbahaya.
”Saya pikir bahaya proliferasi begitu besar sehingga kita harus dapat menggunakan semua pengaruh yang kita miliki yang jauh melampaui hanya satu transaksi ini untuk menuntut standar yang sama yang kita terapkan untuk Emirat," kata Senator Jack Reed dari Partai Demokrat.
Dia dan banyak senator lainnya siap menentang kesepakatan nuklir dengan Arab Saudi yang memungkinkan pengayaan uranium.
Sementara itu, dalam sebuah wawancara pada hari Kamis dengan Bloomberg TV , Menteri Energi Saudi, Khalid al-Falih mengatakan negosiasi dengan AS telah “sangat konstruktif”. ”Rekan-rekan kami dari pihak Amerika telah memahami situasi kerajaan,” katanya.
Menurutnya, Kerajaan Saudi akan sepenuhnya mematuhi perjanjian dan peraturan internasional dan program nuklirnya akan tunduk pada inspeksi internasional.
”Kami ingin penyedia teknologi terbaik untuk bersama kami dan AS ada dalam daftar itu," katanya. ”Kami berharap bahwa AS akan bergabung dengan kami dan menjadi bagian dari kompetisi yang akan berlangsung akhir tahun ini dan akan bersama kami untuk jangka panjang.”
(mas)